www.MartabeSumut.com, Medan
Gejolak internal anggota Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU) tampaknya kian meluap pasca-“tragedi dinihari” pemilihan Komisi Informasi Publik Daerah (KIPD) Sumut pada 22 November 2021. Meski terlihat pasrah kurun 1 bulan berlalu, toh sebenarnya kalangan Komisi A DPRDSU sangat kecewa alias tidak rela. Apalagi mulai Selasa 28 Desember 2021 sebanyak 10 calon Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sumut dipanggil untuk perkenalan dengan pimpinan DPRDSU dan Komisi A DPRDSU. Termasuk sisanya 11 calon dijadwalkan Rabu 29 Desember 2021.
BACA LAGI: Natal, Cinta Kasih Kristus Menggerakkan Persaudaraan
BACA LAGI: Wanted..! Warga yang Belum Vaksinasi Tahap ke-1
BACA LAGI: Waspadai Covid-19 Gelombang ke-3..!
BACA LAGI: Kontribusi PNBP Sumut Rp.1,2 M dari Eazy Passport
BACA LAGI: Paripurna DPRDSU Soal Propemperda Sumut 2022 Molor 2 Jam, Saat Dimulai Banjir Interupsi
BACA LAGI: Ketua FN DPRDSU: Bubarkan Lembaga Adhoc Kalau jadi Bancakan Kekuasaan, Fraksi & Pimpinan Dewan !
Mencermati realitas berkembang, Sekretaris Komisi A DPRDSU Dr Jonius TP Hutabarat, SSi, MSi, menyerukan pembubaran Komisi A DPRDSU bila pimpinan DPRDSU dan 4 Fraksi besar DPRDSU tidak memberi kepercayaan ke Komisi A DPRDSU menjalankan seleksi KPID Sumut. Jonius beralasan, pimpinan Fraksi besar DPRDSU, pimpinan DPRDSU dan pemilik kursi terbanyak tidak boleh ikut mencampuri bahkan mengebiri wewenang Komisi A DPRDSU. “Harusnya pimpinan 4 Fraksi DPRDSU dan pimpinan DPRDSU menyerahkan seleksi KPID Sumut ke Komisi A DPRDSU. Komisi A DPRDSU-lah penentu sah berdasarkan regulasi. Percayakan sepenuhnya sama Komisi A sesuai aturan dan regulasi. Komisi A yang memilih dan menentukan Komisioner KPID Sumut,” ingat Jonius, saat ditemui www.MartabeSumut.com, Senin siang (27/12/2021) di ruang Komisi A DPRDSU Jalan Imam Bonjol Medan.
BACA LAGI: Pengendara Mobil Mewah Pukuli Warga, Anggota DPRDSU Partogi Sirait: Tangkap Koboi Jalanan itu !
BACA LAGI: “HSM” Dilantik Satgas PDIP 22 Des, 16 Des Sikap Emosi Dipicu Remaja Berkata Kasar
Bagaimana bila pola serupa tetap dipaksakan 4 Fraksi besar DPRDSU bersama pimpinan DPRDSU saat seleksi KPID Sumut ? Jonius malah tersenyum sinis. Sembari menatap lugas, legislator asal Dapil Sumut 9 Kab Taput, Kab Toba, Kab Samosir, Kab Humbahas, Kab Tapteng dan Kota Sibolga ini pun memberi 2 tawaran terhadap petinggi Fraksi besar DPRDSU serta pimpinan DPRDSU. “Ya kembalikan wewenang Komisi A DPRDSU atau bubarkan Komisi A DPRDSU,” cetusnya mantap.
BACA LAGI: Soal KJA di Danau Toba, Zeira Salim Desak Pemerintah Pikirkan Relokasi & Edukasi Masyarakat
BACA LAGI: Komisi A/B DPRDSU Bahas Konflik Lahan di Labura, PTPN 3 Dituding Caplok 95,27 Ha Milik Warga
Artinya, bisa lebih spesifik ? Jonius mengatakan, Komisi A DPRDSU berharap wewenang yang dimiliki dikembalikan ke Komisi A DPRDSU. Jika kelak tidak menjadi wewenang penuh Komisi A DPRDSU, dia menyarankan proses seleksi KPID Sumut dikembalikan ke pimpinan DPRDSU. “Kita kembalikan aja sama pimpinan DPRDSU. Biar mereka yang urus seleksinya. Lalu bubarkan Komisi A DPRDSU,” sindir Jonius dengan nada tinggi. Politisi Partai Perindo itu juga tidak mengingkari ada perwakilan fraksi di Komisi dan boleh-boleh saja intervensi politis berjalan secara baik. Namun dia memastikan, tidak semua keputusan di DPRDSU merupakan putusan pimpinan DPRDSU. Apalagi putusan fraksi tidak diatur dalam Tata Tertib (Tatib) DPRDSU karena hanya bersifat internal fraksi.
BACA LAGI: Stop Intervensi Seperti KIPD, Akademisi Boby Indra: Pakai Skoring & Voting Tertutup Pilih KPID Sumut
“Saya rasa 9 Fraksi DPRDSU bukan Alat Kelengkapan Dewan (AKD). Sama hak kita semua selaku anggota DPRDSU. Sumut ini miniatur Indonesia. Ada keragaman. Mohon tetap kita jaga, jangan tinggalkan atau kecewakan masyarakat lantaran seleksi KPID Sumut tidak berjalan baik,” imbaunya, sambil menyatakan sepakat mengutamakan penilaian para calon sesuai skoring. Apa pendapat Anda tentang keterlibatan 4 Fraksi besar DPRDSU dan pimpinan DPRDSU saat seleksi KIPD Sumut 22 November 2021 ? Jonius menilai sebenarnya dilatarbelakangi penggunaan kekuatan politik dengan dominasi mayoritas kursi di DPRDSU. Sehingga kondisi demikian disebutnya memposisikan partai-partai kecil tertinggal. “Cuman kan sejak awal di DPRDSU kita tidak ada pecah cerita seperti itu. Ceritanya kebersamaan. Tapi saat di pertengahan, permainannya bukan cerita kebersamaan,” sesal anggota Fraksi Nusantara DPRDSU tersebut.
BACA LAGI: Seleksi KPID Sumut Jangan Seperti KIPD, Ketua Komisi A DPRDSU Ingatkan Pimpinan Dewan “Wise”
BACA LAGI: Gubsu Akui Sumut “Juara” 2 Terkorup Indonesia, Partogi Sirait Singgung WTP & Sindir Playing Victim !
BACA LAGI: Bahas PBBMKB, DPRDSU Heran Data Penjualan Pertamina Sumbagut Tidak “On The Spot” dengan BP2RD
VIDIO: Sambutan Ketua KAJI Unit DPRD Sumut Budiman Pardede, S.Sos saat Aksi Sosial Natal bersama 100 anak yatim piatu Panti Asuhan Anak Gembira Simalingkar Medan
BACA LAGI: Hadiri HUT ke-4 KAJI DPRD Sumut, Zeira & Robert Dorong Bansos ke Panti Asuhan Al-Marhamah
BACA LAGI: Sosialisasi Bahaya Narkoba KAJI Unit DPRD Sumut: 6 Narasumber Ingatkan 1.500 Siswa SMAN 5 Waspada
BACA LAGI: Rayakan Natal di LP Tanjung Gusta Medan, KAJI Unit DPRD Sumut Beri Narapidana 100 Paket Natal
BACA LAGI: HUT ke-1, KAJI Unit DPRD Sumut Berbagi Kasih dengan Lansia di Panti Jompo Harapan Jaya Marelan
BACA LAGI: Aksi Sosial KAJI Unit DPRD Sumut Jelang Idul Fitri 1438 H itu Bikin 106 Anak Yatim Tersenyum
BACA LAGI: Korban Jiwa Gempa Lombok 387 Orang, KAJI Unit DPRD Sumut Salurkan Bantuan Rp. 650 Ribu
Lalu, apa komentar Anda soal usulan pembubaran lembaga adhoc yang disampaikan Ketua Fraksi Nusantara DPRDSU Bapak Zeira Salim Ritonga, SE ? Jonius menjelaskan, khusus di Sumut, sah-sah saja muncul politisasi Parpol, Fraksi serta pimpinan DPRDSU dalam pemilihan lembaga adhoc seperti KIPD dan KPID Sumut. Kendati demikian, Jonius menolak keras tatkala lembaga adhoc harus digiring melalui jalur komunikasi politik Parpol. Sebab mantan Kapolres Taput ini percaya, keterlibatan Parpol justru membuat komisioner terpilih tidak independen. Bagi dia, ketika jalur komunikasi politik Parpol “diaminkan” sebagai (pembusukan budaya) alat seleksi lembaga adhoc, niscaya independensi para komisioner akan sulit didapatkan. “Ya mending lembaga adhoc disahkan melalui SK Presiden ajalah. Gak perlu lagi ada Pansel/Timsel. Mana ada makan siang gratis bos ? Kalau mereka (calon komisioner) mau lulus, apa timbal-baliknya (ke Parpol),” yakin Jonius Hutabarat. (MS/BUD)