www.MartabeSumut.com, Medan
Gubsu Edy Rahmayadi dan Pemprovsu sempat dicap gagal/asal bunyi (Asbun) karena menghentikan Festival Danau Toba (FDT) 2020 dengan alasan verbal kegiatan kurang bermanfaat. Sindiran keras tersebut dilontarkan Ketua DPP Horas Bangso Batak (HBB) Lamsiang Sitompul dan Sekretaris Komisi A DPRD Sumut Dr Jonius TP Hutabarat, SSi, MSi.
BACA LAGI: FDT 2020 Ditiadakan, Dr Jonius & Lamsiang: Gubsu Gagal, Asbun dan Evaluasi Kinerjalah..!
Sementara itu, Dosen Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Medan Drs Shohibul Anshor Siregar, MSi, menegaskan, keputusan peniadaan FDT sepatutnya membuka fakta/data sesuai pelaksanaan tahun-tahun sebelumnya. Kepada www.MartabeSumut.com, Senin malam (13/1/2020) via saluran pesan WhatsApp. Shohibul mengatakan, setelah membaca komentar Ketua DPP Horas Bangso Batak (HBB) Lamsiang Sitompul dan Sekretaris Komisi A DPRD Sumut Dr Jonius TP Hutabarat, SSi, MSi, seyogianya tidak ada satu kebijakan atau keputusan apapun dikeluarkan Gubsu/Pemprovsu tanpa didasari data berbasis kajian ilmiah. Hal itu diyakininya urgen supaya dapat diketahui dulu hasil evaluasi kegiatan selama ini paling tidak 3 atau 5 tahun terakhir pelaksanaan FDT. “Jadi perlu ditunjukkan dalam bentuk data valid ya. Apakah prinsip efisiensi terpenuhi atau tidak ? Begitu pula alokasi anggaran belanja FDT. Apakah dana yang dikeluarkan justru terlalu besar dibanding capaian hasil dan tidak memberi dampak positif signifikan,” ucap Shohibul bertanya.
BACA LAGI: Shohibul Siregar Ingatkan Urgensi Kearifan Lokal Kelola Danau Toba
Hadirkan Data Objektif
Dosen Sosiologi Politik ini melanjutkan, jika FDT dimaksudkan untuk tujuan merangsang akumulasi kunjungan turis, tentu saja data yang hadir mesti tersedia dan mampu berbicara objektif. “Bagaimana trendnya, naikkah, turunkah atau stagnan,” selidiknya. Shohibul memastikan, multiflier efect (dampak beragam) suatu event sangat mudah dilihat dari realitas primer effect (dampak utama) dan unpredicted effect (dampak tak terduga). Nah, ketika sisi unpredicted effect lebih dominan muncul, Shohibul pun meyakini event tersebut bisa dikategorikan gagal. Atas dasar kerangka berpikir di atas, timpalnya lagi, FDT boleh saja dilanjutkan dan tetap diagendakan setiap tahun. Namun dia mengingatkan, FDT wajib dikoreksi dan dievaluasi secara terjadwal. Mulai dari visi, misi, agenda yang dijalankan serta merujuk kemampuan anggaran. Shohibul menegaskan, keputusan Gubsu dan Pemprovsu menghentikan FDT dapat dilawan oleh publik. Artinya, perlawanan dilakukan dengan menyodorkan rancangan revitalisasi semisal konfirmasi terhadap level pemerintahan lebih tinggi. Meliputi Kementerian Pariwisata hingga Presiden, yang “tangannya” di Danau Toba bernama Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT). “Kelembagaan BPODT mencakup 11 kementerian bersinergi dibawah koordinasi Menteri Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan,” ingatnya. Sampai sekarang, ungkap Shohibul, keberadaan BPODT kerap dicatat terkesan acuh tak acuh. Dia mencontohkan, BPODT tak kunjung bersikap jelas atas operasi perusahaan kerambah ikan di perairan Danau Toba. “Cara BPODT menghadapi rakyat ya seperti kasus pilu Sugapiton dan beberapa masalah lain,” ungkap Shohibul.
BACA LAGI: KJA di Danau Toba, Kadiskanla Sumut Akui Kesulitan Eksekusi Pergubsu 188/2017
BACA LAGI: Bahas Zonasi Perikanan di Danau Toba, DPRDSU Rekomendasi Pembuatan Ranperda Sesuai Perpres 81/2014
BACA LAGI: Soal KJA di Danau Toba: BPODT Sebut No Comment, DPRDSU Ingatkan Solusi Holistik
Program Pengembangan Danau Toba Jangan Berhenti
Oleh sebab itu, semenjak dini, andaikan kelak FDT ditiadakan, Shohibul berharap kebijakan itu tidak malah menghentikan program pengembangan kepariwisataan di Danau Toba. Apalagi Danau Toba disebutnya tidak akan kiamat tanpa FDT. Dia pun mengaitkan “kecamuk” Danau Toba dengan sikap penolakan Indonesia bergantung terhadap lembaga Inter Governmental Group on Indonesia (IGGI), lantaran pada tahun 1992 IGGI dipimpin negara Belanda dalam memberi bantuan dana multilateral untuk pembangunan Indonesia. Kala itu, singkap Shohibul, Presiden Soeharto tak kelimpungan ketika harus membubarkan IGGI. “Kita semestinya lebih lantang juga berteriak menolak dikte IMF/World Bank. Kemudian mengakhiri ketergantungan mematikan dengan negara Cina,” pintanya.
BACA LAGI: Danau Toba Tercemar, DPRDSU Tuding PT Aquafarm Ugal-ugalan Produksi Ikan
BACA LAGI: Danau Toba Tercemar Sekali..!
BACA LAGI: Stop KJA di Danau Toba..!
BACA LAGI: Pencemaran Danau Toba Ancam Keselamatan Jiwa Masyarakat, DPRDSU Bentuk Pansus
BACA LAGI: Owallah….BPGKT Provinsi Sumut Saling Menyudutkan, Ternyata Masalah Uang
BACA LAGI: Jutaan Ikan Mati Pengaruhi Iklim Wisata, BPODT Ajak Stake Holder Jaga Kondusifitas Danau Toba
Shohibul menyimpulkan, semua aktivis dan stakeholder di Danau Toba patut ikut memberi sumbang saran kepada pemerintah lokal dan nasional dalam menyikapi kebijakan Gubsu/Pemprovsu menghentikan FDT 2020. Bagi Shohibul, para pemangku kepentingan khususnya masyarakat Sumut, kini sedang ditantang melahirkan konsep bernas dan cara terbaik dalam mempercepat kemajuan kawasan wisata Danau Toba. (MS/BUD)