www.MartabeSumut.com, Medan
Dosen Sosiologi Politik Fisip UMSU Medan Drs Shohibul Anshor Siregar, MSi, mengingatkan, Danau Toba harus dikelola berdasarkan orientasi locally base (kearifan lokal). Untuk menyukseskan berbagai proyek pengembangan wisata khususnya menghindari tragedi lebih besar ke depan, kata Shohibul, rakyat dan pemerintah lokal tidak boleh dianggap sebagai botol kosong.
Kepada www.MartabeSumut.com, Kamis malam (3/1/2019), Shohibul menilai, keterlibatan unsur rakyat dan pemerintah 7 kabupaten yang menanungi Danau Toba jangan dipandang seperti barang yang siap disusun, dipacking atau akan di-delivery sebagai satu komoditi belaka. Dia mencontohkan, saat ini cukup banyak proyek pemerintah pusat yang bertujuan mengembangkan destinasi wisata Danau Toba. Begitu pula dengan keberadaan Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT) serta Badan Pengelola Geopark Kaldera Toba (BPGKT) Provinsi Sumut yang berencana meloloskan GKT ke badan PBB UNESCO. Termasuk beragam tragedi besar dan kecil yang memakan korban di perairan Danau Toba. Artinya, terang Shohibul lagi, tatkala sentuhan pengelolaan Danau Toba dilakukan tanpa memberi peran kearifan lokal, maka bukan mustahil berimplikasi pada lemahnya partisipasi warga 7 kabupaten sekitar Danau Toba. “Jangan pernah berfikir Danau Toba untuk kepentingan Cina, misalnya. Atau, mewujudkan kapitalisasi hegemoni modal asing apalagi kepentingan elektoral level mana pun. Jangan anggap rakyat dan pemerintah lokal sebagai botol kosong yang siap disusun dan dipacking untuk di-delivery sebagai komoditi belaka,” ingat Shohibul melalui saluran pesan WhatsApp, menanggapi kinerja BPGKT Provinsi Sumut yang terindikasi lebih banyak konflik internal.
Shohibul menjelaskan, Danau Toba nyata telah menjadi salah satu isu penting nasional yang akhirnya lebih diseret ke arah kepentingan politik dan hegemoni modal multi national corporation. “Banyak yang tak terjelaskan dalam proyek atau proyek-proyek tertentu yang justru saling bertabrakan. Satu danau yang diselimuti bermacam proyek dan tak satu pun mengarah pemberian jawaban yang benar karena rakyat tak di-ikut-sertakan,” sindirnya. Bagi Shohibul, rakyat hanya tahu bahwa dirinya terpaksa bingung meski diobati oleh rasa percayanya yang berlebihan terhadap kekuasaan yang terlalu otoritatif dalam menentukan arah tanpa tahu apa sebetulnya kemauan masyarakat setempat. (MS/BUD)