www.MartabeSumut.com, Medan
Praktisi Hukum Julheri Sinaga, SH, mengatakan, wacana wisata halal di Danau Toba yang digelindingkan Gubsu dan Pemprovsu terlalu polos bahkan menjurus bodoh. Sebab tidak menyaring masukan secara arif dan bijak. Sementara anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU) HM Nezar Djoeli, ST, mengajak para pihak tidak bersikap reaktif karena baru sebatas wacana.
Kepada www.MartabeSumut.comĀ di Medan, Selasa siang (3/9/2019), Julheri menegaskan, tidak butuh embel-embel wisata halal bila ingin memajukan kawasan Danau Toba. Cukup melengkapi sarana dan segala sesuatu yang diperlukan semua umat beragama. “Saya rasa terlalu polos dan menjurus bodoh wacana Gubsu/Pemprovsu. Mereka tidak menyaring masukan,” herannya dengan nada tinggi. Julheri mencontohkan, sebagai seorang Batak Muslim, nenek moyangnya memiliki tugu marga bernama Parsadaan Pomparan Toga Sinaga Dohot Boru (PPTSB) yang berdiri di Desa Palipi Kab Samosir. Di sekitar lokasi tugu, ungkap Julheri, tidak ada masyarakat beragama Muslim tapi bangunan mushola tetap didirikan warga setempat. Sedangkan restoran ber-menu makanan nasional sangat mudah ditemukan. Kalangan wisatawan beragama Muslim dipastikannya tidak pernah kesulitan. “Ini baru 1 fakta toleransi umat beragama di kampung saya kawasan Danau Toba. Asal marga Sinaga dari Desa Urat. Sampai sekarang saya yakin sekali toleransi warga lokal sangat kuat di sana. Rencana wisata halal Gubsu/Pemprovsu gak benar dan berpontensi negatif mengkotak-kotakkan,” ingat pengacara tergolong kritis tersebut.
Baca juga: Jelang 1 Tahun Edy Rahmayadi: Kebijakan Gubsu Tak Realistis, DPRDSU Beri 5 Catatan Kritis
Sumut Paling Toleran di Indonesia
Julheri memastikan, daerah yang paling toleran di Indonesia sebenarnya Provinsi Sumut. Bahkan Kab Simalungun mendapat predikat kota paling toleran se-Indonesia. Artinya, terang Julheri lagi, pernyataan Gubsu Edy Rahmayadi telah mengusik iklim toleransi yang terbingkai rapi semenjak dini. “Jadi janganlah diberi label wisata halal. Jangan umbar dikotomi persepsi yang kontradiktif. Jangan usik kearifan lokal. Stop akting terlalu polos yang menjurus bodoh itu,” cetus Julheri. Menurut dia, umat Muslim sangat memahami defenisi halal bermakna diizinkan. Sedangkan yang haram wajib hukumnya untuk dilarang. Tapi Indonesia disebutnya kaya dengan keragaman agama. Sehingga tidak bijak menyeret keyakinan 1 agama ke ruang publik bermodus embel-embel wisata halal. “Sederhana kok solusinya. Lengkapi saja sarana dan kebutuhan semua umat beragama. Sekali lagi, Gubsu dan Pemprovsu jangan terlalu polos apalagi menjurus bodoh-lah,” tutupnya blak-blakan.
Baca juga: HUT ke-74 RI: Kapoldasu Ajak Warga Sumut Optimis, DPRDSU Ingatkan Jaga Pancasila
Baru Wacana, Jangan Reaktif
Sementara itu, anggota DPRDSU HM Nezar Djoeli, ST, mengimbau para pemangku kepentingan meredam emosi masyarakat karena wisata halal yang digelindingkan Gubsu masih sebatas wacana. “Jangan reaktif, baru wacana,” ucap Nezar kepada www.MartabeSumut.com, Rabu pagi (4/9/2019) via saluran pesan WhatsApp. Politisi Partai NasDem ini bependapat, umat Islam adalah mayoritas di Indonesia dan umat Nasrani mayoritas di kawasan Danau Toba. Artinya, umat Islam mempunyai keterbatasan atas makanan yang ada di kawasan wisata Danau Toba. Berpotensi menyebabkan minimnya orang Islam dari dalam maupun luar negeri berwisata ke Danau Toba. Bila berkunjung ke sana, terang Nezar lagi, umat Muslim pasti memperhatikan makanan dan tempat ibadah. “Ingat ya, wisata halal juga perlu dideskripsikan secara spesifik. Bukan berarti menggunakan jilbab atau sejenisnya saja. Saya rasa Peraturan Daerah (Perda) tentang wisata halal memerlukan kajian empiris akademis,” tegasnya.
Baca juga: Refleksi HUT ke-74 RI, Sujian Imbau Generasi Isi Pembangunan & Hentikan Konflik SARA
Tidak Mengubah Bentuk Orisinil
Anggota Komisi A DPRDSU bidang hukum/pemerintahan itu meyakini, wisata halal tidak perlu mengubah bentuk orisinil (asli) menyeluruh kehidupan sekitar Danau Toba. Namun dapat diwujudkan sebagai bentuk baku informatif tentang pendataan lokasi rumah ibadah, restoran-restoran bahkan kawasan populasi masyarakat Islam yang dituangkan dalam 1 brosur wisata halal. Nezar percaya, upaya itu bakal mampu menarik minat wisatawan lokal dan mancanegara. “Jika kita berhasil menarik wisatawan, kan ujungnya masyarakat Toba yang merasakan manfaat ? Misalnya dari penjualan souvenir, hunian hotel, jasa tour dan sebagainya,” beber Nezar. Bagi Legislator asal Daerah Pemilihan (Dapil) Sumut I Kec Medan Amplas, Medan Kota, Medan Denai, Medan Area, Medan Perjuangan, Medan Tembung, Medan Timur, Medan Deli, Medan Marelan, Medan Labuhan dan Kec Medan Belawan tersebut, perlu kejelian sikap dalam menelisik maksud Gubsu. Andaikan disikapi secara emosional, Nezar khawatir justru kondisi negatif yang menyeruak ke permukaan. Tapi kalau arif melihat sisi positif, niscaya kelak menjadi pintu rezeki yang sulit dibendung masyarakat sekitar Danau Toba. Paling tidak, simpulnya lebih jauh, stakeholder terkait di Sumut ikut mendorong dan mendongkrak perekonomian kawasan Danau Toba supaya bergairah kembali seperti masa jaya-jayanya dulu. “Yang diuntungkan tentu saja warga sekitar, pemerintah setempat dan Provinsi Sumut,” tutup Nezar Djoeli. (MS/BUD)