www.MartabeSumut.com, Medan
Konflik lahan berujung bentrok antara warga Desa Sihaporas Kec Pamatang Sidamanik Kab Simalungun dengan PT Toba Pulp Lestari (TPL) tampaknya bakal berbuntut panjang. Pasalnya, aparat Polres Simalungun telah menahan 2 warga Desa Sihaporas, Thomson Ambarita dan Jonny Ambarita, Selasa siang (24/9/2019). Belasan warga Desa Sihaporas pun mengadu ke Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU), Jumat (8/11/2019) sekira pukul 10.00 WIB di gedung Dewan Jalan Imam Bonjol Medan.
Baca juga: Serapan Anggaran 49,15 %, Komisi B DPRDSU Sindir Pelatihan Diskop & Potret Buram Koperasi
Pantauan www.MartabeSumut.com di gedung Dewan, perwakilan masyarakat yang hadir diantaranya Ketua AMAN Tano Batak Roganda Simanjuntak, penduduk Dolok Parmonangan Hasudungan Siallagan, pendamping dari BAKUMSU DM Tambunan dan Sahat Hutagalung serta beberapa warga lainnya. Masyarakat diterima oleh Sekretaris Komisi A DPRDSU Dr Jonius TP Hutabarat, SSi, MSi, anggota Komisi A seperti Franky Partogi Wijaya Sirait, BSc, Meryl Rouli br Saragih, SH, MH dan H Muhammad Subandi, ST. Pembicaraan warga dengan Komisi A DPRDSU berlangsung sekira 2 jam.
Kepada www.MartabeSumut.com seusai pertemuan, Sekretaris Komisi A DPRDSU Dr Jonius TP Hutabarat, SSi, MSi, mengatakan, keluhan dan pengaduan warga Sihaporas memunculkan beberapa rekomendasi. Meliputi, pertama, Komisi A DPRDSU mempertanyakan model kebijakan yang diterapkan PT TPL dalam konflik lahan terutama pendekatan adat dan kemanusiaan. Kedua, Komisi A DPRDSU mempersoalkan kepekaan korporasi dan perusahaan saat menyikapi konflik lahan. Ketiga, dalam waktu dekat, Komisi A DPRDSU akan memanggil RDP pimpinan PT TPL dan semua pihak terkait membahas konflik lahan Sihaporas. Keempat, Komisi A DPRDSU menjadwalkan kunjungan ke lokasi konflik sekaligus menemui Kapolres Simalungun membahas penahanan 2 warga Sihaporas atas tuduhan penganiayaan (KUHP Pasal 351). Kelima, Komisi A DPRDSU meminta penutupan perusahaan apapun yang ada di Sumut termasuk PT TPL bila aktivitasnya menyengsarakan kehidupan rakyat sekitar operasi atau tidak memberi kontribusi positif. “Saya adalah rakyat, saya dipilih rakyat. Saya duduk di sini karena rakyat. Jadi kalo rakyat disakiti atau mengeluhkan masalah ketidakadilan tentang operasi suatu perusahaan, maka saya akan berpihak pada rakyat. Tutup PT TPL jika merugikan, menyengsarakan rakyat dan tidak berkontribusi kepada pembangunan Sumut,” cetus Jonius dengan nada tinggi.
Baca juga: Struktur AKD DPRDSU Diumumkan, Sekretaris Komisi A Targetkan 3 Sasaran
Baca juga: Komisi B DPRDSU Miris, Serapan Anggaran Diskanla Sumut 2019 Rendah & Usulan Dana 2020 Kecil
Keputusan MK No 35 tahun 2012
Politisi Partai Perindo ini mengungkapkan, dalam Keputusan MK No 35 tahun 2012 tentang pemisahan tanah adat dengan hutan negara, harusnya manajemen PT TPL bijak menyikapi konflik lahan yang terjadi. Andaikan PT TPL secara hukum dan ketentuan memang berhak atas tanah untuk dijadikan kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI), toh Jonius menilai landasan yuridis Keputusan MK No 35 tahun 2012 tidak boleh dipandang sebelah mata. Sebab bukan mustahil, simpul Jonius lagi, izin HTI bahkan HPH suatu perusahaan bisa saja keluar namun mengabaikan realitas yang ada di lapangan. “Mungkin pemetaan lahan salah, tim pemetaan tidak turun ke lokasi atau pemetaan dilandasi kepentingan tersembunyi. Lalu izin dikeluarkan pemerintah pusat. Memang legal, namun berpotensi aspal alias asli tapi palsu,” sindir Jonius. Bagi Legislator asal Dapil Sumut IX Kab Taput, Kab Tobasa, Kab Samosir, Kab Humbahas, Kab Tapteng dan Kota Sibolga itu, pimpinan PT TPL wajib membereskan cepat konflik lahan yang dikeluhkan warga Sihaporas. Apalagi, masyarakat setempat meyakini tanah adatnya telah masuk dalam konsesi HTI PT TPL seluas 2 ribu-an Ha. “Warga adat Sihaporas menuntut keadilan. Komisi A DPRDSU segera turun dan kunjungan lapangan,” janji mantan Kapolres Taput tersebut. Pada sisi lain, timpal Jonius, Kementerian LH dan Kehutanan RI pernah mengeluarkan surat No S.191/PSKL/PKHA/PSL.I/7/2019 tertanggal 26 Juli 2019 tentang identifikasi dan pemetaan wilayah adat. Surat itu disebut Jonius merupakan konsekuensi logis aspirasi masyarakat adat 4 kabupaten dan ditujukan pihak kementerian untuk Bupati Humbahas, Bupati Taput, Bupati Simalungun serta Bupati Tobasa. “Jadi pihak Kementerian LH/ Kehutanan RI sudah meminta dilakukan identifikasi dan pemetaan wilayah (tanah) adat di sekitar Danau Toba dalam areal kerja PT TPL,” singkap Jonius.
Baca juga: DPRDSU Buktikan Cakap ke Gubsu: Utusan Kadiskes Dipulangkan, Kadissos Terlambat Dikeluarkan
Ini Jawaban PT TPL
Terpisah, www.MartabeSumut.com menghubungi Humas PT TPL wilayah Aek Nauli, Bahara Sibuea, Jumat siang (8/11/2019). Dihubungi melalui ponselnya, Bahara menyatakan urusan warga Sihaporas ditangani oleh Media Relations PT TPL Norma Hutajulu. Nah, sesaat kemudian, www.MartabeSumut.com menghubungi ponsel Norma Hutajulu. Tatkala disampaikan informasi seputar kehadiran warga Sihaporas ke DPRDSU, Norma pun memberi apresiasi. “Oh ya, tadi Pak Bahara telah sampaikan ke saya niat konfirmasi bapak. Terimakasih pak, sudah menjaga etika jurnalistik dengan meminta konfirmasi PT TPL. Tolong kirim ke WhatsApp saya ya materi konfirmasinya. Nanti saya jawab,” ucap Norma.
Respon tertulis Norma melalui WhatsApp akhirnya diterima www.MartabeSumut.com, Minggu sore (10/11/2019). Menurut dia, PT TPL menghormati dan menaati proses hukum yang sedang dijalankan pihak berwenang berikut semua keputusan yang akan diambil. PT TPL disebutnya mengusahakan lahan konsesi berdasarkan izin yang berada di kawasan hutan negara dan telah diberikan kepada persero dengan tetap menghormati hak komunitas adat. “Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) PT Toba Pulp Lestari Tbk atau PT TPL diberikan oleh Kementerian Kehutanan melalui SK Menhut No. 493 / KPTS II/1992 jo SK. 179/Menlhk/Sedjen/HPL.0/4/2017,” terangnya. Norma menjelaskan, dalam penyelesaian setiap masalah, PT TPL selalu menghormati hak-hak masyarakat dan komunitas adat yang berada dalam wilayah kerja perseroan. Kemudian mengedepankan proses dialog terbuka, berlandaskan UU dan peraturan berlaku.
Baca juga: Ketua PT Ambil Sumpah 5 Pimpinan Dewan, Ketua DPRDSU Sindir Gubsu
Baca juga: 100 Anggota DPRDSU 2019-2024 Dilantik, 37 Legislator 2014-2019 Hadir
Artinya, imbuh Norma lagi, pasca-konflik lahan berlangsung, maka posisi perseroan (PT TPL) senantiasa menerapkan berbagai upaya positif dalam mengatasi penyelesaian klaim. Upaya tersebut melibatkan mediasi lembaga pemerintah sebagaimana diwajibkan izin yang dipegang perseroan. Begitu pula semangat bermusyawarah dengan masyarakat. Tetap diutamakan demi terwujudnya program kemitraan dan menjaga operasional persero berkelanjutan. “Persero berkomitmen menghormati semua proses dialog penyelesaian konflik. Soal usulan penutupan perusahaan bila dianggap menyengsarakan atau tak berkontribusi, PT TPL menghormati/tunduk pada proses hukum dan kebijakan pemerintah,” tegas Norma, seraya menginformasikan, PT TPL punya konsesi HTI yang terpencar di Provinsi Sumut dan dibagi dalam 5 sektor. “Lahan yang diklaim warga Sihaporas itu masuk Sektor Aek Nauli. Luasan HTI PT TPL di sana mencapai 19.761 Ha,” tutup Norma Hutajulu. (MS/BUD)