www.MartabeSumut.com, Medan
Dinas Pariwisata (Dispar) Provinsi Sumut dan 8 Pemkab sekitar Danau Toba perlu menunjukkan blue print (program besar) pasca-Kaldera Toba atau lebih dikenal dengan sebutan Danau Toba ditetapkan sebagai UNESCO Global Geopark (UGG) melalui Sidang ke-209 Dewan Eksekutif UNESCO di Paris Prancis, Selasa 7 Juli 2020. Program besar tersebut perlu diketahui publik Sumut agar menjadi acuan para pemangku kepentingan, bahan edukasi warga sekitar Danau Toba khususnya menyikapi keberadaan beberapa perusahaan yang diduga merusak ekosistem Danau Toba.
BACA LAGI: Danau Toba Masuk UGG, Ketua Komisi B DPRDSU Viktor Silaen Ingatkan Sinergi 4 Unsur
BACA LAGI: Peduli Danau Toba, Anggota DPRDSU Zeira Salim Ritonga Gelar Lomba Tembak Ikan di Ajibata
Harapan tersebut disampaikan Sekretaris Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU) Dr Jonius TP Hutabarat, SSi, MSi, kepada www.MartabeSumut.com, Senin siang (13/7/2020) di gedung Dewan Jalan Imam Bonjol Medan. Legislator asal Dapil Sumut 9 Kab Taput, Kab Toba, Kab Samosir, Kab Humbahas, Kab Tapteng dan Kota Sibolga ini mengatakan, peran pemerintah melalui Dispar Sumut dan 8 Pemkab sekawasan Danau Toba harus semakin keras. Sebab UGG akan dikaji kembali oleh UNESCO 4 tahun kedepan. Bila kelak tak ada peningkatan, Jonius khawatir bukan mustahil dievaluasi. “Harapan kita, mari kita sambut. Banyak ucapan selamat, tapi paling penting dipahami adalah mempertahankan. Kita 2 kali mengusulkan dan baru sekarang lolos. Dispar Sumut dan 8 Pemkab wajib menampilkan program hebat supaya Geopark Kaldera Toba (GKT) tidak dilepas UNESCO,” cetus Jonius.
BACA LAGI: DPRDSU Bahas FDT 2020, Ingatkan Kadis Pariwisata Sumut Jadwal Tepat & Swasta Ketua Panitia
Dispar Sumut & 8 Pemkab Leading Sector
Politisi Partai Perindo itu mengungkapkan, dirinya telah memberi masukan kepada pihak Dispar Sumut saat bekerjasama dalam hal LKPJ di kawasan GKT. “Saya sampaikan pada pihak Dispar Sumut agar peluang GKT yang diterima jangan sampai lepas. Makanya kita mau tahu apa blue print Dispar Sumut kedepan. Termasuk 8 Pemkab sekitar Danau Toba,” ujarnya. Menurut Jonius, peluang sudah datang dari badan dunia UNESCO. Sehingga Dispar Sumut dan 8 Pemkab harus tampil jadi leading sector mengawal predikat GKT. Diantaranya dengan menguatkan sinergi melalui rapat bersama antar-Dispar Sumut dan 8 kabupaten. Tujuan utamanya melahirkan blue print Danau Toba untuk jangka waktu yang ditentukan. “Kemarin saya dengar ada pengembangan spot-spot wisata di sekitar Danau Toba. Tapi apa fasilitasnya dibenahi juga ? Saya rasa masih minim. Kami sudah cek saat meninjau ke Dolok Tolong. Kok ada kamar mandi yang tidak menyediakan air ? Termasuk anggaran membangun jalan setapak di sana. Pekerjaannya jelek sekali dan gak benar. Butuh kesepahaman bersama membuat blue print Danau Toba,” yakinnya, sembari menyarankan Dispar Sumut melibatkan 8 kabupaten, warga sekitar Danau Toba serta semua stakeholder terkait.
BACA LAGI: Komisi A DPRDSU Bahas Pilkada 9 Desember 2020, Rusdi Lubis Pertanyakan NPHD untuk KPU & Bawaslu
BACA LAGI: Anggota DPRDSU Sugianto Makmur Prihatin Kondisi Situs Bersejarah, Usulkan Sekolah Pariwisata
Sinergi 8 Pemkab Kurang
Pada sisi lain, mantan Kapolres Taput itu secara gamblang menilai sinergi 8 Pemkab sekawasan Danau Toba masih sangat kurang. Jonius menyatakan, sinergi 8 kabupaten belum maksimal. “Coba lihat Pesta Danau Toba (PDT) beberapa tahun terakhir. Tak menarik bahkan kurang terpublikasi secara benar. Masyarakat yang berkunjung juga gak banyak. Kita sepakat PDT dikaji ulang lantaran tak ada pengunjung. Penyebabnya bisa saja akibat perencanaan yang tidak melibatkan semua stakeholder,” duga Jonius, seraya meyakini, bila acara perlombaan dalam PDT menarik, niscaya hadir banyak pengunjung dan bukan cuma warga sekitar Danau Toba. Jonius pun mengajak Pemprovsu, Dispar Sumut dan 8 Pemkab melirik semangat pemerintah pusat yang sangat serius memajukan Danau Toba. Tak heran, lanjut Jonius lagi, lahirlah Badan Otorita Danau Toba (BODT) dengan anggaran yang dikucurkan pusat mencapai triliunan rupiah. “Dispar Sumut dan 8 kabupaten apa ? Sudah berapa kucurkan dana,” selidiknya. Bagaimana menurut Anda kesiapan Dispar Sumut dan 8 Pemkab pasca-menerima UGG dari UNESCO ? Jonius percaya pasti semuanya akan menyampaikan komitmen luar biasa. Tapi ketika disinggung tentang lingkungan Danau Toba yang rusak, Jonius justru tertawa sinis. “Masing-masing kabupaten pasti punya alibi,” sindirnya.
BACA LAGI: Komisi B DPRDSU Minta PTPN 4 Kembalikan Hak Izin Lokasi 1.200 Ha Kepada KUD Pasar Baru Batahan
BACA LAGI: Zeira Salim Ritonga Desak Dewas PDAM Tirtanadi Uji Labor Cairan Kimia PT STI
Butuh Kesiapan Warga Sekitar Danau Toba
Tatkala berbicara tentang kawasan wisata, Jonius menekankan urgensi pemahaman dasar supaya jangan sekadar menatap keindahan alam semata. Lebih dari itu, masyarakat patut diberi edukasi agar siap berjiwa besar mengakui keragaman budaya yang datang dari wisatawan lokal, regional hingga internasional. Jonius mencontohkan, Bali dan warganya telah siap sebagai daerah wisatawan. Sebab edukasi pemerintahnya terhadap warga berjalan seirama dengan kearifan lokal. “Siap gak warga Sumut khususnya 8 kabupaten jadi pelayan ? Kalo gak siap, ya tamu wisman gak bakal nyaman nanti. Lengkapi fasilitas. Jangan pulak kamar mandi dan toilet tak ada. Kita belum bicara soal objek wisata yang tidak ditata. Banyak di Danau Toba punya peluang namun tatanan belum ada. Ini yang kita dorong pada semua pemangku kebijakan. Harus satu padu memajukan. Edukasi dulu warga lokal. Baik dari adat istiadat serta konsepsi sosok pelayan wisata yang akan mempersiapkan diri. Tamu adalah raja,” ingatnya.
Kaji Izin Perusahaan Perusak Danau Toba
Lalu, bagaimana soal perusahaan-perusahaan yang diduga kuat merusak habitat Danau Toba ? Wakil rakyat membidangi hukum/pemerintahan itu menjelaskan, ketika merusak ekosistem, izin perusahaan apapun harus dikaji ulang atau ditutup saja. Kendati demikian, Jonius menganggap eksekusinya kerap dilematis. Jonius mengaku mengamati fakta bahwa warga sekitar Danau Toba ada yang menolak penutupan perusahaan. Malah masyarakat mendukung perusahaan tersebut. “Perusahaan kerambah ikan, misalnya. Dianggap warga jadi bagian ekonomi kehidupan. Perusahaan juga mengakomodasi warga sekitar sebagai tenaga kerja. Mindset warga 8 kabupaten belum sama. Usaha kerambah ikan dipandang lebih menjanjikan dibanding wisata. Kan jadi tantangan pemerintah,” ungkap Jonius. Bagi dia, dilema lain muncul tatkala perusahaan PMA kerambah ikan seperti PT AFN memiliki izin pusat. Tentu saja persoalan penutupan operasional bukan ranah kewenangan daerah. Sementara jika usaha kerambah dikelola sendiri atau berada di tengah-tengah warga lokal, niscaya Pemda setempat yang perlu membuat regulasi semisal Peraturan Daerah (Perda). “Nanti masyarakat sendiri yang bertanya pada Pemda terkait kelangsungan hidup mereka. Artinya, saat kita bicara limbah perusahaan di sekitar Danau Toba, pastilah umumnya limbah kimia. Nah, apapun jenis limbah kimia perusahaan, pe-netralisirnya adalah air. Coba bayangkan Danau Toba itu berapa kubik airnya ? Ternyata mampu menetralisir limbah kimia. Saran saya, relokasi aja zona kerambah ikan. Tapi zona tersebut tidak masuk kawasan wisata,” simpul Jonius TP Hutabarat. (MS/BUD)