Ada Ribuan Tenaga Honor di Pemprovsu, Dosen UMSU Medan Sebut 5 Masalah Serius & Kegagalan Pemprovsu

Dosen FISIP UMSU Medan Drs Shohibul Anshor Siregar, MSi, saat dikonfiŕmasi di Medan. (Foto Dok: www.MartabeSumut.com)
Bagikan Berita :

www.MartabeSumut.com, Medan

Dalam birokrasi pemerintahan Indonesia tenaga honorer tidak hanya ada pada birokrasi, tapi juga di sektor pendidikan. Ribuan tenaga honor yang bekerja di berbagai lingkungan Pemprovsu mencerminkan 5 hal yang amat serius.

Baca juga: Maju Pilkada ASN & Legislator Wajib Berhenti, Dosen UMSU Sebut Indonesia Krisis Kepemimpinan

Penilaian tersebut dilontarkan Dosen FISIP Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Medan Drs Shohibul Anshor Siregar, MSi, kepada www.MartabeSumut.com, kemarin. Shohibul merinci, ke-5 masalah serius itu diantaranya, pertama, kegagalan perencanaan pemerintah. Bila dalam suatu kementerian atau instansi pemerintah pusat dan daerah ada perencanaan yang baik, kata Shohibul, maka perhitungan atas volume kerja dan pendayagunaan sumberdaya manusia tidak akan terjadi. “Adanya tenaga honorer, apalagi dalam jumlah besar, adalah fungsi kegagalan perencanaan di instansi itu. Terkhusus Pemprovsu,” tegas Shohibul, via saluran pesan WhatsApp.

Baca juga: Ribut Revisi UU KPK, Shohibul Anshor Siregar Sebut 2 “Benturan” Obsesi Besar Penegakan Hukum Korupsi

Kedua, kegagalan pengawasan. Menurut Shohibul, top manajer dalam instansi pemerintahan mestinya tahu visi, misi, program kerja lembaga serta besaran sumber daya manusia (SDM) tersedia. Termasuk klasifikasi rank, keahlian atau sejenisnnya. “Pasti ada masalah dalam manajemen jika seorang top leader birokrasi tak tahu besaran jumlah berlebih tenaga honorer yang dipimpinnya,” sindir Shohibul.

Baca juga: Uang Pemprovsu Raib Rp. 1,6 M: Wajar Dugaan Suap Ketok Palu APBD Sumut, Usut Tuntas & Follow The Money

Baca juga: Ada “Lagu” Permintaan DPRDSU ke Gubsu Dibalik Disharmoni ? Shohibul Anshor Siregar: Gagalnya Pengesahan P-APBD Sumut 2019 tidak Normal

Penyelewengan

Ketiga, penyelewengan. Dosen Sosiologi Politik itu meyakini, sudah rahasia umum bahwa di dalam kebobrokan birokrasi, rekrutmen tenaga honorer umumnya dilapisi beragam alasan ganda. Misalnya menjadi pemasukan uang sogok buat oknum tertentu dan katup pengaman bagi akomodasi permintaan orang-orang elite internal dan eksternal. Diakuinya, bukan tidak mungkin ada faktor lain yang ikut masuk dalam kategori penyimpangan birokrasi. Yaitu tindakan lincah menyiasati kekurangan tenaga yang dirasakan nyata pada masa antara di luar jadwal resmi rekrutmen. Shohibul menyebut, model itu mestinya tidak mengabaikan proses rekrutmen yang lazim mengutamakan merit system. “Publik juga tak bisa menerima kebijakan mengabadikan status tak begitu jelas seorang tenaga honorer. Ini merupakan cela/aib yang nyata,” ujarnya.

Baca juga: Shohibul Siregar Ingatkan Urgensi Kearifan Lokal Kelola Danau Toba

Baca juga: Jelang RC KPU 22 Mei, Shohibul Ajak 2 Kubu Tunjukkan Integritas Negarawan

Kasuistik

Keempat, kasuistik. Jika Gubsu Edy Rahmayadi akan melakulan sesuatu atas masalah ribuan tenaga honor, Shohibul memastikan tentu saja ada sejumlah pilihan yang harus ditempuh. Meliputi: upaya klasifikasi semua tenaga honorer berdasarkan potensi, tugas dan keahlian. Artinya, mereka yang sangat potensial dan masih belia pantas diprioritaskan dalam mengisi formasi perencanan rekrutmen baru. “Menurut saya, mereka yang memenuhi kriteria terbaik, sebaiknya tidak perlu lagi ikut testing. Bahkan nanti setelah resmi diangkat, langsung pangkatnya disesuaikan dengan masa kerja. Mereka tidak perlu lagi ikut latihan prajabatan yang umumnya diwajibkan bagi setiap pegawai baru. Mereka tak memerlukan itu sama sekali,” ujarnya. Namun Shohibul mengingatkan Gubsu Edy Rahmayadi harus menjamin mekanisme ini agar tidak justru kontraproduktif. Pasalnya, sangat rentan dijadikan mainan koruptif, kolusi dan nepotisme oleh oknum-oknum di lingkungan birokrasi dan elite politik. Pada sisi lain, Gubsu disebut Shohibul bisa mengambil kebijakan lain semisal memberhentikan semua pegawai honor dengan memberi ganjaran uang yang jumlahnya pantas plus surat keterangan pengalaman kerja. “Nah, bila ini pilihan Gubsu, dari mana uangnya ? Dicarilah dan tidak manusiawi memperlakukan orang dengan mengusirnya begitu saja. Padahal yang salah adalah elite birokrasi itu sendiri,” tegas Shohibul.

Baca juga: Philips Nilai Kunker Luar Negeri tak Jelas, Shohibul Sindir Pelesiran Legislator Bergaya Hedonis

Baca juga: Bedah Sumut KAJI Pengalihan SMA/SMK ke Provinsi (Bag IV): Shohibul Nyatakan Pengalihan = Perampasan

Baca juga Profile: Drs Shohibul Anshor Siregar, MSi (Dosen Sosiologi Politik FISIP UMSU Medan) : Kritis nan Realistis

Kenyataan Faktual

Kelima, kenyataan faktual. Shohibul mengatakan, dalam praktiknya, tenaga honorer di birokrasi maupun lembaga pendidikan tak sedikit yang jadi andalan. Sebab birokrat merasa bahwa produktivitas honorer-lah yang jadi taruhan eksistensi mereka. “Jangan lupakan hal itu. Tapi begitu tak berprestasi, niscaya tenaga honor akan sangat mudah mereka buang,” akunya. Shohibul percaya, kecuali yang dititipkan oleh elite birokrat atau unsur politik tertentu, biasanya tenaga honor “independen” akan lebih memiliki kapasitas dan kapabilitas yang cukup unggul. “Saya mengenal beberapa di antara mereka. Baik yang belasan tahun mengabdi dalam jalur birokrasi maupun jalur pendidikan,” tutup Shohibul diplomatis. (MS/BUD)

Bagikan Berita :

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here