Laporan Budiman Pardede
(BAGIAN IV)
Diskusi Tantangan & Peluang Pengalihan SMA/SMK ke Provinsi
“Shohibul Anshor Siregar Nyatakan Pengalihan adalah Perampasan”
PEMERHATI pendidikan Sumut Drs Shohibul Anshor Siregar, MSi, berkeyakinan, pengalihan SMA/SMK dari kab/kota ke Provinsi sesuai amanat UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda), adalah wujud perampasan kembali hak-hak rakyat dan semangat otonomi daerah yang telah diputuskan melalui UU No 32 tahun 2004. Menurut Shohibul, lahirnya UU No 23 tahun 2014 hanya bersifat artifisial sebab tidak membawa manfaat apa-apa. “Otonomi kita termasuk otonomi sakit hati. Padahal otonomi itu adalah hak kita selaku rakyat. Bukan Pemberian pemerintah, pusat atau Jakarta kepada daerah,” ingatnya. Setidaknya, lanjut Shohibul lagi, terdapat 32 urusan kewenangan kab/kota yang dirampas kembali dan dialihkan kepada pemerintah Provinsi sesuai UU No 23 tahun 2014. Pengalihan tersebut dinilainya perampasan sehingga otonomi yang muncul bersifat centralisme. Saya rasa konsep unitariesme vs federalisme,” tegasnya.
Dosen Sosiologi Politik UMSU Medan ini membawa materi “masalah kekinian pasca-pengalihan SMA/SMK ke Provinsi sesuai UU No 23 tahun 2014”. Dia mengungkapkan, beberapa urusan kewenangan kab/kota yang kembali dialihkan ke provinsi diantaranya: Pendidikan, Kesehatan, Pekerjaan Umum/Penataan Ruang, Perumahan/Kawasan Permukiman, Ketenteraman/Ketertiban Umum/Perlindungan Masyarakat, Sosial, Tenaga Kerja, Pemberdayaan Perempuan/Perlindungan Anak, Pangan, Pertanahan, Lingkungan Hidup, Administrasi Kependudukan/Pencatatan Sipil, Pemberdayaan Masyarakat/Desa, Pengendalian Penduduk/Keluarga, Perhubungan, Komunikasi, Koperasi, Usaha Kecil/Menengah, Penanaman Modal, Kepemudaan/Olahraga, Statistik, Persandian, Kebudayaan, Perpustakaan, Kearsipan, Kelautan/Perikanan, Pariwisata, Pertanian, Kehutanan, Energi/Sumber Daya Mineral, Perdagangan, Perindustrian hingga Transmigrasi.
Untuk urusan yang menjadi bagian dari otonomi seluas-luasnya, timpal Shohibul lebih jauh, diatur hubungan wewenang berdasarkan pasal 18a ayat (1) UUD 1945 yang harus memerhatikan kekhususan dan keragaman daerah serta memerlukan hubungan keuangan, pelayanan umum dan pemanfaatan sumber daya yang adil dan selaras sebagaimana digariskan dalam pasal 18a ayat (2) UUD 1945. Hubungan wewenang disebutnya termasuk pembagian urusan antara provinsi dengan kab/kota. Dalam UU Nomor 32 tahun 2004 dan UU No 23 tahun 2014, Shohibul mempercayai prinsip-prinsip yang digunakan untuk menentukan pembagian urusan antara provinsi dengan kab/kota adalah akuntabilitas, efisiensi, eksternalitas dan kepentingan strategis nasional (pasal 13 ayat (1) UU Pemda). Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, terangnya lagi, maka pasal 13 ayat (3) UU Pemda telah merinci urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah provinsi yaitu: urusan pemerintahan yang lokasinya lintas daerah kab/kota; urusan pemerintahan yang penggunanya lintas daerah kab/kota; urusan pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas daerah kab/kota; dan/atau urusan pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh daerah provinsi.
Konstitusionalitas Pengelolaan Pendidikan oleh Daerah
Dengan menggunakan kreteria pasal 13 ayat (3) UU Pemda, Shohibul pun melihat pengelolaan pendidikan menengah adalah urusan kab/kota. Alasannya meliputi: lokasi sekolah menengah ada di suatu dan berada pada setiap kab/kota dan peserta didik pendidikan menengah secara umum adalah penduduk suatu kab/kota. “Kalupun ada peserta didik dari kab/kota lain jumlahnya sangat kecil mengingat jarak yang harus ditempuh
dengan peserta didik asal satu kab/kota. Penerima manfaat pengelolaan pendidikan menengah adalah masyarakat kab/kota setempat. Hal ini juga terkait dengan pengembangan pendidikan dasar yang mengarah pada pendidikan dasar wajib 12 tahun,” tegasnya. Sohibul melanjutkan, penyelenggaraan pendidikan menengah jelas lebih efisien oleh kab/kota bila dilihat dari sisi jangkauan wilayah dan besaran organisasi yang diperlukan. Apalagi, UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemda dan UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (UU Sisdiknas) merupakan UU yang mengatur spesifik tentang pengelolaan sektor pendidikan. Sehingga lebih tepat bila kewenangan kab/kota yang menentukan pengelolaan pendidikan menengah. “Pasal 50 ayat (5) UU Sidiknas menentukan: pemerintah kab/kota mengelola pendidikan dasar dan pendidikan menengah, serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal,” ungkapnya. Pengelolaan pendidikan menengah oleh kab/kota juga disebut Shohibul merupakan wadah perwujudan hubungan kewenangan bidang pendidikan yang memungkinkan kekhususan dan keragaman daerah sebagaimana diamanatkan pasal 18a ayat (1) UUD 1945.
KAJI Unit DPRD Sumut Gelar Bedah Sumut
Sebelumnya, penceramah yang pertama bicara adalah Joster Manalu, STh, guru honor SMAN I Medan, Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sumut Drs Abdul Rahman Siregar dan anggota Dewan Pendidikan Sumut Prof H Aldwin Surya, SE, MPd, PhD. Panel Diskusi Bedah Sumut bertajuk pengalihan SMA/SMK Negeri ke Provinsi itu dipimpin Ketua KAJI Unit DPRD Sumut Budiman Pardede, S.Sos selaku Moderator. Digelar bersamaan saat acara pelantikan pengurus Komunitas Aksi Jurnalis Independen (KAJI) Unit DPRD Sumut, Sabtu sore (20/5/2017) di Aula Martabe kantor Gubsu Jalan Diponegoro Medan. Panel Diskusi dihadiri 8 penceramah Bedah Sumut diantaranya: Drs Shohibul Anshor Siregar, MSi (Pemerhati Pendidikan), Drs Hasan Basri, MM (Kadis Pendidikan Medan), Prof H Aldwin Surya, SE, MPd, PhD (Dewan Pendidikan Sumut), James Siagian (Dinas Pendidikan Sumut), Drs Abdul Rahman Siregar (Ketua PGRI Sumut), Wakil Ketua Komisi A DPRD Sumut H Syamsul Qodri Marpaung, Lc (mewakili Ketua DPRD Sumut), Joster Manalu, STh (Guru Honor SMAN I Medan) serta pembanding Yonge LV Sihombing, SE, MBA. (****)