
www.MartabeSumut.com, Medan
Kendati regulasi larangan ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya dicabut Presiden Jokowi beberapa waktu lalu, toh anggota Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU) Ir Sugianto Makmur, AMd, Li, masih kurang puas. Dia mengingatkan pemerintah soal tata-kelola kurang bijak karena uang masuk ke kas Negara setiap tahun dari pajak ekspor CPO/produk turunan sawit mencapai Rp. 200 T.
BACA LAGI: Harga Tiket Pesawat Selangit, Ini Rute yang Meledak
BACA LAGI: Puluhan Pengungsi Afganistan Kembali Demo di Depan Kantor UNHCR Medan
BACA LAGI: Toni Togatorop: Dana Desa Belum Banggakan Petani Sumut Karena Tidak Diarahkan Selesaikan Masalah
BACA LAGI: Warga Multatuli Medan Terima Penyuluhan Hukum Keliling
BACA LAGI: Antisipasi Maraknya Pekerja Migran Indonesia yang Ilegal
BACA LAGI: Lapas & Rutan di Sumut Over-Capacity 258 Persen
BACA LAGI: Tak Hanya LHKPN, Seluruh ASN Wajib Laporkan Harta Kekayaan
BACA LAGI: Jaksa Agung Perintahkan Berantas Mafia Pupuk, Politisi Hanura Sindir KDh di Sumut Jangan Diam
BACA LAGI: Waspadai Bahaya Penyakit Dissosial & Asosial
Kepada www.MartabeSumut.com, kemarin, di gedung Dewan Jalan Imam Bonjol Medan, Sugianto mengapresiasi langkah Presiden Jokowi mencabut larangan ekspor CPO. Sebab sedari awal Sugianto melihat kebijakan pemerintah tidak didasari logika. “Harga minyak nabati kan lagi naik nih. Apalagi kebutuhan minyak nabati dunia tergantung pada Indonesia selaku penghasil sawit. Lalu kenapa Negara menghalangi rakyat sejahtera melalui regulasi tidak menjual dengan alasan kebutuhan dalam negeri tidak cukup ? Pokoknya gak boleh ekspor, logika apaan tuh,” sindir Sugianto bertanya.
BACA LAGI: Dinilai Berperan Dorong Pertumbuhan Ekonomi, BRI Beri Penghargaan Pelaku UKM/UMKM di Sunggal
Bagaimana Jika Negara Lain Tolak Ekspor ke Indonesia ?
Nah, jika negara lain bersikap sama atau menyatakan tidak mau ekspor kedelai, jagung dan gandum ke Indonesia, Sugianto memastikan justru semakin merumitkan Indonesia sendiri. “Kan kayak anak-anak. Buka warung tapi gak mau jual barang. Masak gitu kita bernegara ? Gimana bila Tandan Buah Segar (TBS) sawit petani gak bisa dijual, kan busuk,” ujarnya. Politisi PDIP itu meyakini, dampak regulasi larangan ekspor CPO dan produk turunan sawit telah membuat uang Negara hilang Rp. 1,7 – Rp. 2 T/hari bahkan Rp. 34 T/bulan. “Logika berpikir (larangan ekspor) sangat tidak tepat. Kedepan jangan terulang kembali. Para pengusaha sudah investasi dan ikat kontrak namun dilarang ekspor. Kalo ada masalah, ya buat regulasi tepat,” imbaunya.
BACA LAGI: Keren…! Parit Berisi Kotoran Digali, Warga: Terimakasih Pak Lurah Teladan Timur
Pajak Ekspor Rp. 200 T Kemana ?
Sugianto mengungkapkan, tiap tahun Negara memungut pajak ekspor dan bea keluar dari CPO/produk turunan sebesar Rp. 200 T. Jumlah tersebut dianggapnya masih dalam perhitungan kasar. Sehingga anggaran Rp. 200 T seyogianya boleh diambil atau dipakai untuk kepentingan memaksimalkan tata-kelola minyak goreng (Migor). “Uang Rp. 200 T dipegang oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Lalu kita bilang Migor mahal. Kalo kita pandai mengatur, tata-kelola baik atau bijak membuat regulasi, niscaya harga Migor Curah gak sampai gila-gilaan di atas HET Rp. 14 ribu/Liter. Termasuk menangkal spekulan yang memborong Migor Curah lalu mengoplos ulang dalam bentuk kemasan premium,” terangnya.
BACA LAGI: Modus Ambil Uang ke ATM, Pria ini Bawa Kabur Motor Cewek yang “Dipesannya”
Pada sisi lain, legislator asal Dapil Sumut 12 Kab Langkat dan Kota Binjai ini tidak mengingkari ada kalangan warga yang tidak peduli harga Migor kemasan premium Rp. 30-100 ribu serta Migor Curah Rp. 25 ribu/Liter. Realias tersebut dinilainya dilatarbelakangi kesanggupan finansial membeli. “Dulu beli Rp. 15 ribu, sekarang Rp. 25 ribu. Berarti tambah Rp. 10 ribu. Banyak tuh ibu-ibu gak peduli. Memang ada pula masyarakat sensitif akibat keterbatasan uang,” akunya.
BACA LAGI: Penuhi Amanat AD/ART, Rapat Anggota Sahkan Pengurus KAJI Unit DPRD Sumut Masa Bakti 2022-2027
Harusnya Migor Curah Tak Jadi Masalah
Artinya, imbuh Sugianto lebih jauh, dengan ketersediaan dana di kas BPDPKS Rp. 200 T/tahun, harusnya Migor Curah bisa dipertahankan Rp. 14 ribu/Liter. Dia pun mempertanyakan berapa banyak lagi uang diperlukan untuk mempertahankan stabilitas harga Migor Curah Rp. 14 ribu/Liter. Mengingat dari HET Migor Curah Rp. 14 ribu/Liter sebanyak Rp. 10 ribu merupakan subsidi Negara.
BACA LAGI: HUT ke-5 KAJI DPRD Sumut dengan 100 Anak Panti, Baskami & Zeira: Gelar Terus Aksi Sosial
VIDIO: HUT ke-5 Komunitas Aksi Jurnalis Independen (KAJI) Unit DPRD Sumut bersama 100 anak yatim piatu Panti Asuhan LKSA Bala Keselamatan Jalan Samanhudi No.27 Medan, Jumat (28/1/2022).
BACA LAGI: Hadiri HUT ke-4 KAJI DPRD Sumut, Zeira & Robert Dorong Bansos ke Panti Asuhan Al-Marhamah
BACA LAGI: Sosialisasi Bahaya Narkoba KAJI Unit DPRD Sumut: 6 Narasumber Ingatkan 1.500 Siswa SMAN 5 Waspada
BACA LAGI: Rayakan Natal di LP Tanjung Gusta Medan, KAJI Unit DPRD Sumut Beri Narapidana 100 Paket Natal
BACA LAGI: HUT ke-1, KAJI Unit DPRD Sumut Berbagi Kasih dengan Lansia di Panti Jompo Harapan Jaya Marelan
BACA LAGI: Aksi Sosial KAJI Unit DPRD Sumut Jelang Idul Fitri 1438 H itu Bikin 106 Anak Yatim Tersenyum
BACA LAGI: Korban Jiwa Gempa Lombok 387 Orang, KAJI Unit DPRD Sumut Salurkan Bantuan Rp. 650 Ribu
Setelah direnungkan, simpul Sugianto lagi, ternyata kebutuhan Migor Curah sekira 200 juta Liter/bulan. Sementara anggaran hanya Rp. 2 T/bulan atau Rp. 24 T/tahun. “Uang Rp. 200 T gak cukup ya ? Saya mau katakan, pelarangan ekspor CPO kemarin plus tidak stabilnya harga Migor Curah sampai saat ini, jelas tidak terlepas dari tata-kelola pemerintah kurang pandai membuat regulasi. Ketika harga Migor Curah masih tetap tinggi di pasaran, ya silahkan ambil tindakan tegas dong. Sikat pihak-pihak yang “bermain” di lapangan,” pinta Sugianto Makmur dengan nada tinggi. (MS/BUD)