www.MartabeSumut.com, Medan
Anggota Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU) H Syamsul Bahri Batubara, SH, menyoroti miris proyek 50 unit Rumah Sangat Sederhana (RSS) Komunitas Adat Terpencil (KAT) di Dusun Baruje Desa Hilisataro Ehosafayo Kec Toma Kab Nias Selatan (Nisel). Pasalnya, proyek APBN TA 2019 yang dikerjakan CV Aliran Hidup berbiaya Rp. 1,7 Miliar dengan Satuan Kerja (Satker) Dinas Sosial (Dinsos) Provinsi Sumatera Utara (Sumut), itu dianggap asal jadi, rekanan disinyalir bekerja melewati limit kontrak akhir 30 Desember 2019 bahkan rentan KKN lantaran ada pekerjaan terindikasi tidak sesuai perencanaan. Syamsul Bahri pun meminta Gubsu Edy Rahmayadi menurunkan tim peneliti untuk memeriksa Satker Dinsos Sumut sebelum RSS diserah-terimakan secara resmi.
BACA LAGI: DPRDSU Buktikan Cakap ke Gubsu: Utusan Kadiskes Dipulangkan, Kadissos Terlambat Dikeluarkan
Pondasi Rumah Tidak Dicor ?
Kepada www.MartabeSumut.com di gedung Dewan Jalan Imam Bonjol Medan, Selasa siang (11/2/2020), Syamsul Bahri tampak terkejut mengamati foto-foto RSS yang berwarna-warni dengan kondisi pondasi rumah ada yang dicor semen dan sebagian masih terlihat tanah. Jika kontrak kerja dengan rekanan CV Aliran Hidup rampung 30 Desember 2019, kata Syamsul Bahri, maka tidak boleh ada lagi pekerjaan setelah habis limit kecuali dilakukan addendum dan Contract Change Order (CCO). Syamsul Bahri beralasan, sejak awal telah disusun ruang lingkup perencanaan proyek RSS yang disepakati Satker Dinsos Sumut bersama rekanan CV Aliran Hidup. Artinya, perencanaan tersebut berisi muatan item pekerjaan semisal pasang pondasi batu bata, cor lantai rabat beton hingga plaster batu bata. “Orang awam pun tahu pekerjaan konstruksi itu. Lewat limit tidak selesai apalagi tidak dikerjakan, ya rekanan wajib dikenai sanksi denda,” tegasnya.
BACA LAGI: Bahas P-APBD Sumut 2019 & R-APBD 2020, Robert Tobing Sindir Orientasi OPD/SKPD Bagi-bagi Proyek
Ada yang Tidak Beres
Syamsul Bahri melanjutkan, bila benar foto-foto RSS yang diambil sesuai waktu dan kondisi lapangan saat itu, berarti ada yang tidak beres telah terjadi di sana. “Kenapa per 16 Januari 2020 (merujuk foto) ada rumah terlihat masih berpondasi tanah dan sebagian lagi dicor semen ? Kita umpamakan aja CCO disepakati, apa sebabnya item cor pondasi rumah tidak dikerjakan rekanan semenjak dini ? Kan jadi pertanyaan serius dan masalah besar,” selidiknya.
Syamsul Bahri memastikan, keganjilan berikutnya adalah isi laporan dokumen pekerjaan pisik yang disampaikan konsultan pengawas kepada Satker Dinsos Sumut. Apakah sesuai fakta lapangan (tanpa pondasi cor semen) saat dibayarkan Dinsos Sumut akhir Desember 2019, atau sebagian rumah saja yang dicor semen. Ketika RSS benar tanpa pondasi cor semen atau sebagian rumah saja yang dicor semen oleh rekanan, Syamsul Bahri percaya pembayaran yang dilakukan akhir Desember 2019 itu bermuatan KKN. Paling tidak, timpalnya lagi, rekanan telah melanggar kontrak sehingga harus diberi sanksi denda. “Coba dicek kepastiannya. Minta dokumen progress pisik akhir sebelum rekanan dibayar. Intinya, RSS itu jelas bermasalah. Ini uang rakyat dari APBN loh, jangan ada pejabat yang seenaknya melanggar aturan. Saya rasa proyek 50 RSS terindikasi manipulasi, berpotensi suap dan rentan KKN,” sindir Ketua Fraksi Partai Golkar DPRDSU tersebut.
BACA LAGI: DPRD Sumut Panggil Plt Kadis Pendidikan Bahas Pembangunan Gedung SMAN/SMKN, Ini Kata Arsyad Lubis
Usut & Periksa Kadis Sosial Sumut
Oleh sebab itu, sebelum RSS diserahterimakan, Syamsul Bahri meminta Gubsu Edy Rahmayadi menurunkan tim penyelidik ke lokasi. “Usut tuntas, periksa Kadis Sosial Sumut dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Jika ada temuan hukum, Gubsu patut menunda serah terima RSS. Dugaan penyimpangan uang negara wajib diteruskan ke penegak hukum. Konsultan dan rekanan CV Aliran Hidup perlu diperiksa polisi atau jaksa. Apalagi Dinsos Sumut counterpart Komisi E DPRDSU. Nanti kita panggil Kadisnya,” cetus Syamsul Bahri blak-blakan. Legislator asal Dapil Sumut 5 Kab Asahan, Kab Batubara dan Kota Tanjungbalai itu mengingatkan, tidak zamannya lagi pejabat publik bermain-main dengan uang rakyat melalui praktik pemerasan rekanan. Terkhusus menyangkut proyek vital hajat hidup rakyat kecil. “Rumah-rumah kok warna-warni ya ? Aneh sekali, masak begitu pekerjaan rekanan,” heran Syamsul Bahri, sembari mempertanyakan apakah proyek masih dikerjakan setelah kontrak dibayar akhir 2019, berapa total nilai pembayaran yang diberikan serta penerapan sanksi denda terhadap rekanan.
Indikasi Pidana Berjemaah
Andaikan benar rekanan masih bekerja atau memanipulasi pekerjaaan sesuai tangkapan foto per 16 Januari 2020, Syamsul Bahri percaya pelanggaran pidana telah terjadi secara berjemaah. Bagi Syamsul Bahri, bila ada item pekerjaan tak dikerjakan, maka rekanan harus dikenai sanksi denda. Termasuk jika rekanan menyelesaikan pekerjaan di luar limit kontrak. “Jadi jangan ada orang (pejabat) yang menari di atas penderitaan rakyat miskin. Aparat penegak hukum harus turun menyelidiki proyek 50 RSS tersebut. Jangan merasa jadi pahlawan padahal pahlawan kesiangan. Seolah bangga membuatkan rumah untuk rakyat miskin, namun kualitasnya asal-asalan karena uangnya kalian gerogoti. Ingat ya, itu uang rakyat bukan uang kantong pribadimu. Tugas kalian menjalankan,” geram Syamsul Bahri dengan nada tinggi. (MS/BUD)
[ ] Bersambung