www.MartabeSumut.com, Medan
Pasca-pandemi Corona Virus Disease (Covid-19) yang belum kunjung berakhir, Gubsu Edy Rahmayadi, Pemprovsu dan Pemkab di Sumut sebaiknya fokus menguatkan desa-desa penyangga kebutuhan pokok pangan. Caranya bisa dilakukan dengan mengintervensi berbagai proses peningkatan produksi termasuk hasil pertanian.
BACA LAGI: Ingatkan Kinerja, Pantur Banjarnahor Ajak 10 OPD Sumut Jangan Biasa-Biasa Lagi !
BACA LAGI: Pantur Banjarnahor: Pemerintah Awasi New Normal, Warga Sumut & Pelaku Usaha Patuhi Protokol Covid-19
Imbauan tersebut disampaikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU) Pantur Banjarnahor kepada www.MartabeSumut.com, Kamis siang (16/7/2020) via saluran WhatsApp. Legislator Komisi B membidang perekonomian ini menilai, Pemprovsu dan Pemkab di Sumut perlu menginventarisasi desa-desa yang masuk kategori penyangga pangan. Kemudian menyalurkan bantuan keperluan pertanian semisal bibit, pupuk hingga alat-alat pertanian. “Kondisi sekarang gak bisa kita prediksi sampai kapan pandemi Covid-19 usai. Makanya perlu penguatan ekonomi kerakyatan melalui intervensi pemerintah pada sektor produktivitas pertanian. Jangan sampai para petani diabaikan, diremehkan apalagi dilupakan. Petani di desa-desalah yang memproduksi kebutuhan pokok kita sehari-hari,” tegasnya.
BACA LAGI: Danau Toba Masuk UGG, Ketua Komisi B DPRDSU Viktor Silaen Ingatkan Sinergi 4 Unsur
BACA LAGI: Komisi B DPRDSU Minta PTPN 4 Kembalikan Hak Izin Lokasi 1.200 Ha Kepada KUD Pasar Baru Batahan
Jangan Biarkan Petani Bergerak Sendiri
Politisi PDIP ini pun menyerukan Pemprovsu dan Pemkab membuat mekanisasi regulasi khusus yang kedepannya dapat mempermudah petani mengelola lahan pertanian sekaligus mendapat untung memuaskan tatkala menjual hasil-hasil pertanian. “Hemat saya, Indonesia tidak bisa terus menerus bergantung pada impor. Malulah kita. Terutama produk-produk hasil pertanian. Kan Indonesia negara agraris dan mayoritas berpenghasilan dari bidang pertanian,” ucap Pantur. Artinya, imbuh dia lagi, pemerintah tidak boleh membiarkan petani bergerak sendiri mengelola lahan tanpa pendampingan. Sebab apapun ceritanya, Pantur percaya petani Indonesia masih sangat butuh kehadiran petugas penyuluh pemerinta, dukungan alat pertanian serna sarana infrastruktur pertanian. Nah, setelah itu diintervensi, Pantur melihat urgensi campur tangan pemerintah terkait mekanisme pasar hasil produksi pertanian. “Saya amati selama ini terlalu diserahkan pada mekanisme pasar. Petani kita kewalahan, sektor pertanian jalan ditempat dan belum bisa menjadi patokan pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk mengentaskan kemiskinan warga di pedesaan,” duganya.
BACA LAGI: Zeira Salim Ritonga Desak Dewas PDAM Tirtanadi Uji Labor Cairan Kimia PT STI
Revolusi Pertanian
Wakil rakyat asal Dapil Sumut 9 Kab Taput, Kab Toba, Kab Samosir, Kab Humbahas, Kab Tapteng dan Kota Sibolga itu memastikan, pemerintah perlu melakukan revolusi pada sektor pertanian. Tujuannya untuk mendorong petani sebagai pilar utama pertumbuhan ekonomi. Sulit dipungkiri, terang Pantur lagi, ujung tombak untuk memberikan dampak penekanan kemiskinan dan pengangguran adalah sektor-sektor tradable. Namun sayang, realitasnya disebut Pantur tidak sesuai dengan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia khususnya sektor pertanian. “Ya karena kurang diperhatikan. Jadi begini, sektor tradable ini kan menyangkut bidang pertanian, pertambangan dan industri. Kok kalah dengan sektor non-tradable (bidang ekonomi yang tidak dapat diperdagangkan seperti keuangan dan jasa) ? Amat tidak wajar karena Indonesia adalah negara agraris berbasis sumber daya alam,” heran Pantur, sembari menegaskan, pertumbuhan sektor tradable (pertanian) mengalami degradasi saat pandemi Covid-19 sehingga petani mulai mengalihkan lahan pertanian pada usaha lain.
Bagi Pantur, revolusi pertanian perlu menjadi prioritas Pemprovsu/Pemkab di Sumut supaya sektor pertanian penyangga kebutuhan pokok dapat dimaksimalkan. “Misalnya ya kebijakan proteksi dan tidak di-liberalisasi atau dilepaskan kepada mekanisme pasar. Arahkan aja dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) Covid-19 ke sana. Gak usah lagi bantuan Sembako,” tutup Pantur Banjarnahor diplomatis. (MS/BUD)