www.MartabeSumut.com, Medan
Salah satu organisasi konsumen daging babi melakukan audiensi kepada unsur Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Sumut, Kamis (13/2/2020) pukul 11.15 WIB di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU) Jalan Imam Bonjol Medan. Dalam pertemuan tersebut, Forkopimda Sumut mengimbau agar persoalan virus African Swine Fever (ASF) yang menyerang ternak babi tidak dibawa ke ranah politik.
DENGARKAN WAWANCARA: Gubsu Tunggu Kajian Mentan Soal Virus ASF Ternak Babi
BACA JUGA: Hadapi Kolera Babi DPRDSU Keluarkan 4 Rekomendasi, Jonius Ingatkan Gubsu Jaga Komentar
Pengamatan www.MartabeSumut.com, tampak hadir Ketua DPRDSU Drs Baskami Ginting, Gubsu Edy Rahmayadi, Kapoldasu Irjen Martuani Sormin Siregar, Kajatisu Amir Riyanto, perwakilan organisasi konsumen daging babi dan beberapa legislator DPRDSU. Juru bicara organisasi konsumen daging babi mengatakan, pihaknya ingin mengetahui persis isu beredar tentang penyakit babi, ternak babi yang mati, pemusnahan ternak babi, isolasi ternak babi dan restocking ternak/daging babi di Sumut. “Kami dari konsumen daging babi meminta penjelasan kepada Gubsu,” ucapnya.
BACA LAGI: Ribuan Orang ke DPRDSU, Serukan #SaveBabi & Tetapkan 10 Februari Hari Kedaulatan Babi Dunia
Gubsu Klaim Tak Sebut Musnahkan Babi
Menanggapi pertanyaan tersebut, Gubsu Edy Rahmayadi menjelaskan, dirinya tidak ada mengucapkan ingin memusnahkan babi. “Tugas saya membantu rakyat dan melarang rakyat membuang babi ke sembarang tempat. Janganlah ada penggorengan isu,” ujarnya. Menurut Gubsu, tidak ada satu orang pun yang boleh menghilangkan makhluk Tuhan di dunia. Gubsu mengungkapkan, sejak 25 September 2019 OPD telah berkumpul membahas kematian babi mencapai 29 ribu ekor. Lalu Pemprovsu dan OPD terkait membuat surat ke Menkes serta Mentan. “Kami hanya mengimbau agar tidak sembarangan membuang babi. Kita bentuk tim untuk bantu masyarakat yang babi-nya mati. Pemprovsu melarang babi yang sakit keluar dari tempat pemeliharaan supaya virusnya tidak menyebarkan wabah. Pemerintah juga membantu masyarakat membersihkan babi yang mati,” aku Gubsu. Pada sisi lain, lanjut Gubsu, Komisi 4 DPR RI telah turun membahas masalah babi dan mengirimkan tim ahli untuk mencek. “Rupanya bukan hog cholera, tapi African Swine Fever. Sampai saat ini belum ada obatnya. Wabah ini tidak menular ke binatang lain ataupun manusia. Lalu DPR RI merekomendasikan agar ternak babi tidak boleh dibawa ke luar daerah lain,” terangnya.
Tak Sama dengan Flu Burung
Gubsu menginformasikan, Komisi 4 DPR RI juga mempertanyakan bagaimana bila ternak babi dimusnahkan. Sebab wabah flu burung yang menjangkiti binatang dan manusia beberapa waktu lalu memunculkan pemusnahan ternak unggas. “Sedangkan babi tidak menjangkiti yang lain sehingga dilarang untuk dimusnahkan. Ada pula muncul isu lokalisir babi ke tempat lain seperti pulau Nias, dari mana pula isu ini,” herannya. Gubsu menyatakan, sampai sekarang belum pernah membantah semua pernyataan demo babi kurun 5 bulan. Padahal sudah 48 ribu babi mati dan bertambah setiap hari. “Ada juga isu ganti rugi babi yang mati. Menurut UU Nomor 18 tahun 2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan, tidak ada ganti rugi. Kecuali menjadi musibah nasional. Ini musibah, tolong kasih saran yang baik. Edi kan Islam, jadi anti babi. Jangan berpikir seperti itu,” cetus Gubsu, sembari mengaku telah menyampaikan pesan kepada Komisi 4 DPR RI bahwa babi merupakan ritual adat Batak bahkan banyak yang sukses dari usaha ternak babi. Kepada peternak babi, Gubsu meminta mencarikan solusi. Sebab sudah banyak babi yang mati sehingga harga daging babi naik dan menimbulkan kesulitan. Bagi Gubsu, masalah yang terjadi tidak akan selesai dengan aksi demo apalagi dengan fitnah. Namun semua pihak patut bergandengan tangan menyelesaikan masalah. “Sudah 20 tahun Taiwan melarang babi lantaran virus ASF. Jadi memang bahaya ini,” timpalnya. Gubsu memastikan, dirinya tak bakal takut dengan orang-orang yang cari “panggung”. Dia mengingatkan supaya rakyat Sumut jangan diganggu. “Jangan ganggu rakyat Sumut-ku. Ada yang warga Sumut tapi tak cinta Sumut. Berikan solusi dengan aturan yang pasti. Saya akan cari gembong-gembongnya yang merusak kerukunan di Sumut. Jika ada yang tidak bertanggungjawab, saya tidak akan mentolerir masalah ini,” tegas Gubsu.
BACA LAGI: DPRDSU Bahas FDT 2020, Ingatkan Kadis Pariwisata Sumut Jadwal Tepat & Swasta Ketua Panitia
BACA LAGI: Kemenkumham Sumut Sebut 2 Napi Terlibat Narkoba Kesal Ditindak, Bikin Rusuh & Bakar Rutan Kabanjahe
Ini Kata Kapoldasu
Di tempat sama, Kapoldasu Irjen Martuani Sormin Siregar berpendapat, babi yang dimusnahkan itu hanyalah yang terjangkit virus. Berita yang berkembang disebutnya digoreng sehingga merusak Kamtibmas. “Demo babi kemarin tertib. Kepada yang lain, saya bilang jangan mau diadu-domba. Sudah ada statemen komunitas untuk stop isu babi. Mari kita selesaikan dengan diskusi. Jangan teriak-teriak di pinggir jalan,” pintanya. Kapoldasu pun mengajak masyarkat Sumut untuk menghentikan isu babi. “Bisa merusak kebersamaan kita, membuat terpecah belah,” jelas Kapoldasu. Kajatisu Amir Riyanto menambahkan, semua warga Sumut wajib berkepala dingin, bersabar dan bersama-sama mencari solusi atas penyebaran virus ASF yang menyerang ternak babi di Sumut. Ketua DPRDSU Drs Baskami Ginting meminta media massa menyampaikan hasil pertemuan secara benar. “Tolong sampaikan kepada masyarakat Sumut bahwa Gubsu tidak pernah menyampaikan akan memusnahkan ternak babi,” tutup Baskami.
BACA LAGI: Demonstran Berbendera Buruh Datangi DPRDSU, Tolak Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
Gubsu Tunggu Kajian Mentan
Usai menerima audiensi organisasi konsumen daging babi, tatkala jajaran Forkopimda Sumut dikerubungi wartawan, Jurnalis www.MartabeSumut.com Budiman Pardede langsung bertanya pada Gubsu Edy Rahmayadi. Meliputi 2 hal yang belum tegas dan masih dikaji dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor : 820/KPTS/PK.320/M/12/2019 tanggal 12 Desember 2019 tentang pernyataan wabah penyakit ASF ternak babi di Sumatera Utara (Sumut). Penanganan wabah penyakit ternak babi sesuai Permentan itu meliputi: pengawasan ketat terhadap lalulintas ternak dan produknya, penerapan biosecurity, desinfeksi, penanganan bangkai babi (disposal), komunikasi/edukasi masyarakat, fasilitasi sarana/prasarana dan operasional petugas lapangan serta solusi sertifikasi kompartemen perusahaan peternakan agar pemasaran ternak babi dapat terus dilakukan. Dua pola penanganan yang masih dikaji yaitu kemungkinan upaya depopulasi/stamping out dengan skema kompensasi serta restocking bila wabah masih terjadi atau dilakukan setelah wabah berhenti. Gubsu menjelaskan, hingga kini masih menunggu pengkajian Permentan tersebut. “Saya tunggu jawaban dari hasil kajian ini. Karena tak bisa mengambil langkah,” katanya. Gubsu merinci, saat ini jumlah babi di Sumut mencapai 1.920.000 atau hampir 2 juta ekor. Kalau 2 kajian itu sampai terjadi, Gubsu memperkirakan bakal terjadi pemusnahan yang disertai ganti rugi. “Rp. 2 juta kali Rp. 3 juta saja (1 babi) sudah Rp. 6 Triliun. Bukan begitu langkahnya. Terus, bila benar dinyatakan wabah ASF, berarti dia menunggu sekian tahun untuk benar-benar clear dari wabah tersebut. Bisakah rakyat kita melakukan hal itu,” Gubsu balik bertanya. Hal inilah yang diyakini Gubsu menjadi pertimbangan-pertimbangan saat diskusi dengan anggota DPR RI. “Jangan nanti dianggap seolah-olah dipersulit. Memang begini sulitlah beberapa hal yang harus kita ambil dari langkah-langkah tersebut,” yakin Gubsu, seraya mengajak berbagai pihak di Sumut untuk menghentikan isu dan aksi-aksi terkait babi. (MS/BUD)