www.MartabeSumut.com, Medan
Tim Pakar Gugus Tugas Nasional Percepatan Penanganan (GTNPP) Corona Virus Disease (Covid-19) Prof Wiku Adisasmito mengatakan, upaya kolektif bersama antar-pemerintah dan masyarakat dapat menurunkan risiko peningkatan kasus Covid-19. Aktivitas masyarakat disebutnya menjadi faktor penentu.
BACA LAGI: Tak Hanya Pasien Covid-19, Tenaga Medis pun Butuh Kesehatan Mental
BACA LAGI: Sembako Pemprovsu ke Simalungun Disunat, Rony Reynaldo Situmorang Menggeliat
Demikian Keterangan Pers diterima www.MartabeSumut.com dari Tim Komunikasi Gugus Tugas Nasional Percepatan Penanganan Covid-19, Selasa sore (26/5/2020). Kini, kata Prof Wiku, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menggunakan indikator kesehatan masyarakat untuk membantu Pemerintah Daerah (Pemda) dalam penilaian tingkat risiko penularan di wilayahnya. Upaya kolektif bersama di suatu wilayah dipastikannya sangat menentukan tingkat risiko Covid-19 pada daerah tersebut. “Rendahnya tingkat risiko penularan virus SARS-CoV-2 berpengaruh terhadap aktivitas atau kegiatan sosial ekonomi selanjutnya. Tentu dalam koridor protokol penanganan Covid-19. Upaya kolektif Pemda dan masyarakat sangat menentukan penurunan tingkat risiko di wilayah,” ingat Prof Wiku, saat dialog di Media Center Gugus Tugas Nasional, Graha BNPB, Jakarta, Selasa (26/5/2020).
Jadi apabila penurunan kasus tidak 50% selama 2 minggu, Prof Wiku menyatakan belum bisa dianggap baik. Maka dari itu, seluruh masyarakat dan pemerintah dimintanya betul-betul menurunkan kasus Covid-19 dengan cara menerapkan protokol kesehatan. Kalau seseorang menjalankan protokol kesehatan secara kolektif, Prof Wiku percaya jumlah kasus Covid-19 bisa diturunkan. Prof Wiku menjelaskan, penilaian risiko suatu daerah dilihat dari perhitungan berbasis data dan tidak menggunakan pemodelan. Menurut dia, Gugus Tugas Nasional menetapkan 3 tingkat risiko penularan di suatu wilayah terkait pandemi Covid-19. Tingkatan risiko itu terdiri dari warna merah (tinggi), warna kuning (sedang) dan berwarna hijau (rendah). Sedangkan warna biru merupakan wilayah yang tidak terdampak. “Penilaian tingkat risiko penularan menggunakan indikator kesehatan masyarakat yang diadaptasi dari kriteria Badan PBB untuk Kesehatan Dunia atau WHO. Indikator tersebut terdiri dari epidemiologi, surveilen kesehatan masyarakat serta pelayanan kesehatan,” terangnya.
BACA LAGI: Ini Rincian JPS-Covid-19 di Sumut: Langkat Penerima Sembako Terbesar, Pakpak Bharat Terkecil
BACA LAGI: Bagi Sembako Kepada Wartawan, Anggota DPRD Sumut Rudy Hermanto Diskriminatif !
Bagi Prof Wiku, sesuai rekomendasi WHO, setiap negara perlu menetapkan indikator kesehatan masyarakat. Tujuannya untuk menentukan apakah daerah itu siap untuk melakukan kegiatan umum dan aktivitas sosial ekonomi. Melihat indikator yang diterapkan, simpul Prof Wiku, setiap wilayah kabupaten, kota maupun provinsi akan memiliki nilai berbeda-beda. “Indikator kesehatan masyarakat ini berlaku untuk semua daerah. Tetapi gambaran setiap daerah berbeda-beda,” tutup Prof Wiku. (MS/DEKS)