Undang Undang Keistimewaan Bikin Rakyat Yogyakarta Tak Jadi Pisah Ranjang dari NKRI

Bagikan Berita :

MartabeSumut, Yogyakarta

Rancangan Undang Undang Keistimewaan (RUUK) Yogyakarta yang sudah disahkan DPR RI jadi UU pada Kamis (30/8), berimplikasi positif terhadap warga Yogyakarta. Umumnya lega karena selama ini mereka bertekad “pisah ranjang” dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bila tuntutan tidak terpenuhi.

Anggota Tim Asistensi RUUK Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Dr H Achiel Suyanto, SH, MH, yang diwawancarai khusus oleh Indah Ardina dari MatabeSumut, menjelaskan, saat ini warga Yogyakarta terlihat merasa senang dengan pengesahan UU Keistimewaan Yogyakarta (UUKY). Suyanto membeberkan, ada 5 poin penting terkait UUKY itu. Diantaranya;  jabaran khusus untuk jabatan gubernur dan wakil gubernur, lembaga pemerintahan, kebudayaan, pertanahan dan tata ruang. Dia mengaku, saat ini pihaknya sedang berupaya menyelesaikan tentang dana keistimewaan. “Pandangan saya, dana keistimewaan berasal dari pajak yang dibayarkan masyarakat Yogyakarta untuk disetor ke pusat. Jumlah pajak daerah itu sekira Rp 2 Triliun dan Yogyakarta hanya meminta 50% saja. Sementara dari dana yang nantinya diperoleh sebesar 50%, maka sebanyak 90% akan dipergunakan untuk pelestarian kebudayaan,” kata Suyanto, kemarin di Yogyakarta.

Menyinggung penryataan Sri Sultan HB X terkait sikap pemerintah DIY yang tidak akan melakukan perampokan terhadap NKRI melalui permintaan dana tersebut, Suyanto menyatakan sangat setuju. “DIY tidak akan merampok NKRI. Komentar Sultan tersebut betul sekali karena yang diminta warga Yogyakarta berdasarkan UUKY adalah semua dana hasil pajak yang dipungut dari Yogyakarta, bukan dari daerah lain,” terangnya. Saat ditanya lagi wacana pembentukan badan pengawas keistimewaan DIY hingga siapa-siapa yang berkompeten mengawasi penggunaan dana, Suyanto berpendapat bahwa pembentukan badan dan penentuan orang yang mengawasi sangat dimungkinkan. Sebab UUKY telah memberikan ruang dibentuknya lembaga khusus dan berbeda dengan daerah lain.

Lega dan Puas

Sebelumnya, beberapa warga Yogyakarta yang dikonfirmasi terpisah, menyatakan lega dan puas atas pengesahan UUK Yogyakarta. Diantaranya datang dari Wiyono (78), Drs Totok Sudarwanto (Ketua Umum Lembaga Kebudayaan Nasional Indonesia) dan Isnu (70) selaku “abdi dalem” Keraton Yogya. Menurut Wiyono, masyarakat Yogyakarta memiliki kesatuan hati untuk tetap teguh dalam aturan kekerabatan dengan Sultan/raja. “Kami mau Yogyakarta ini tetap bersatu dengan Indonesia tapi keistimeawaan khusus Yogyakarta harus terus dipelihara dan lestari,” ujarnya.  

Sementara Totok Sudaryanto berkeyakinan, sikap warga Yogyakarta selama ini, yang menuntut model penetapan/pengakuan resmi pemerintah terhadap Sri Sultan HB-Paku Alam sebagai gubernur/wakil gubernur DIY sebagai “pemimpin kharismatik”, kini telah terjawab melalui UUK Yogyakarta. “Semangat itu telah kami buktikan jauh-jauh hari. Baik melalui aksi formal Paripurna DPRD provinsi dan kab/kota se-DIY hingga reaksi informal berbentuk demonstrasi,” katanya.

Totok mencontohkan, hajatan yang digelar masyarakat Yogyakarta pada 5 September 2011 merupakan momentum strategis bagi kelangsungan daerah Yogyakarta. Pasalnya, kata Totok, selain memiliki target bersama atas tuntutan pengesahan RUUK Yogyakarta dan pengakuan “ex-officio” terhadap pewaris/pemegang mandat Sri Sultan HB-Paku Alam sebagai gubernur/wakil gubernur DIY, kesepahaman tekad juga didukung 4 pilar demokrasi di Yogyakarta. Meliputi ;  DPRD, pemerintah, Keraton Jogja/Pakualaman dan elemen masyarakat. “Warga Yogya sepakat mendobrak Jakarta agar RUUK DIY disahkan jadi UUKY,” sebutnya. Menurut Totok, permintaan penetapan Sri Sultan HB-Paku Alam sebagai “Yogya-1 dan Yogya-2” sudah pernah dibacakan di hadapan rakyat Yogyakarta, untuk selanjutnya ditandatangani Ketua DPRD DIY, seluruh Ketua DPRD kab/kota serta bupati/walikota se-DIY. Amanat rakyat tersebut diakui Totok diserahkan langsung kepada Sultan HB X agar ditindaklanjuti kepada Komisi II DPR RI.

Kedekatan Emosional

Hal senada disampaikan Isnu, yang sehari-hari bertugas di dalam istana Keraton Yogyakarta. Menurut Isnu, kedekatan emosional masyarakat Yogya dengan Sultan HB-Paku Alam telah memunculkan keputusan bulat menjadikan keduanya sebagai pimpinan daerah Yogyakarta. Dia menegaskan, keputusan bulat itu juga harus diakui pemerintah NKRI/pihak lain sebagai bagian tidak terpisahkan dari proses demokrasi. Dalam artian, lanjutnya, rakyat Yogyakarta sangat percaya kalau keistimewaan Yogyakarta melalui kepemimpinan Sultan HB-Paku Alam memberikan makna tersendiri. “Kami mau penetapan diwujudkan melalui pengesahan RUUK Yogyakarta. Saya dan warga lain merasa terlindungi setelah UUK Yogyakarta disahkan, lain tidak,” aku Isnu.

Berkah

Pada sisi lain, “abdi dalem” Keraton Yogya ini menambahkan, kurun waktu 25 tahun mengabdi di Keraton Yogya, dirinya dan keluarga mendapat berkah yang sulit diungkapkan. “Saya lega sekarang. Sebab harus diingat, Yogya ini dulunya bergabung ke NKRI dan bukan melebur,” ungkap Isnu. Kepemimpinan Sultan HB dan Paku Alam juga dipercayai dia memberi dampak ketentraman batin, kebanggaan serta kepuasan tersendiri bagi masyarakat. Dia mencontohkan, kendati sudah puluhan tahun mengabdi di Keraton, hingga kini tidak sedikitpun muncul keluh kesah apalagi penyesalan. “Saya betah dengan kepemimpinan Sultan HB-Paku Alam. Jadi jangan diubah tradisi penetapan yang dibutuhkan warga,” ingatnya. (MS/INDAH)

Bagikan Berita :

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here