Dokter Leonard SM Pardede, Sp.OG dan Herlina Revenskah Pussung, SE, MM, mungkin jadi salah satu pasangan langka yang ada di jagad ini. Pasalnya, dengan mengandalkan kekuatan kasih, putra Batak dan perempuan blasteran Menado itu berhasil menyatukan beragam perbedaan.
Hingga kini tak terasa telah 2 tahun pula mereka mengarungi bahtera rumah
tangga. Saat ditemui MartabeSumut di Timika Papua, pekan lalu, pasangan
yang akrab disapa Leo dan Lina itu mengakui bahwa tidak ada resep
aneh-aneh yang dipakai kecuali menerapkan kasih sesuai isi Alkitabiah
Nats Kolose 3:14-15. Sebab,
setelah sebelumnya menerima pemberkatan di Gereja GKI Ebenheizer Timika
Papua pada Sabtu, 30 Oktober 2010, putra kelahiran Medan ini
meyakini kalau kasih akan mampu menyelesaikan berbagai masalah, mengakui
perbedaan, mengikat persatuan dan merajut penyempurnaan.
Bila
mengacu sejarah hubungan mereka kebelakang, kisah keduanya memang bukan sesuatu yang dijalani
seperti membalikkan telapak tangan. Banyak rintangan dan hambatan
dihadapi saat berkenalan, berhubungan spesial hingga akhirnya klop bersatu dalam ikatan
resmi. Simak saja sedikit cerita mereka. Sejak berkenalan dan bertekad
memenuhi janji suci pernikahan, pasangan tersebut selalu rajin bertandang ke
Kota Medan. Satu rangkaian perjalanan geogravis dari Timur ke Barat yang rangkaian waktunya bukan
dalam hitungan singkat. Lina sang calon mempelai kerap dibawa Leo untuk
diperkenalkan kepada ibunda tercinta Ny St Drs WA Pardede/R Br Sihombing
Nababan (70). “Kalau Tuhan berkehendak, kami berencana menikah di
Gereja GKI Ebenheizer Timika Papua,” kenang Leo, mengisahkan perjalanan bersama Lina ke Medan, saat meminta doa restu di
hadapan sang ibu pada Minggu (15/8/2010).
Selain menjelaskan berbagai detail rencana dan meminta saran ibunya terkait gelaran seremonial adat Batak di Pematang Siantar tanggal 6 November 2010, pemberkatan di Gereja GKI Ebenheizer Timika Papua, Sabtu 30 Oktober 2010 hingga resepsi pernikahan di Gedung Multipurpose Kuala Kencana Timika Papua, Leo dan Lina tetap mengedepankan kasih untuk menghasilkan keputusan bersama. Bila disimak lebih jauh tatkala pesta pemberkatan nikah keduanya semakin dekat, Leo dan Lina tampak semakin rajin berkunjung ke Medan dengan membawa soft copy undangan yang didisain khusus. Terasa sekali kalau keduanya memang tidak ragu mengikrarkan janji sehidup semati. Bukti itu terlihat jelas dari Nats Alkitab yang terpampang di Undangan. Tertera jelas isi ayat Nats Kolose 3 : 14-15 berbunyi: “Dan diatas semuanya itu, kenakanlah Kasih sebagai pengikat mempersatukan dan menyempurnakan”.
Kunci Pembuka
Sebagai umat Nasrani yang mempercayai kebesaran Tuhan, kalimat suci itu sangatlah tepat dipilih keduanya untuk mengikat kehidupan baru dalam institusi rumah tangga. Bisa diduga, mereka ingin menjadikan Nats Kolose 3 : 14-15 sebagai ‘kunci pembuka’ atas segala bentuk perbedaan perilaku bahkan tradisi etnis kehidupan masing-masing. Wajar, mengingat Leo dan Lina berada pada titik perbedaan besar mulai dari suku, status, asal usul hingga cara fikir. Kendati sebelumnya, pembauran melalui pernikahan dengan latar belakang berbeda, sudah pernah dilewati Leo bersama keturunan Ambon Almarhum Liliana Papilaya hingga memberinya anak bernama Joshua Pardede (11).
Tentang Leo
Berbica mengenai figur Leo, dia merupakan buah kasih Almarhum St Drs WA Pardede (bekas Dekan Fak Ekonomi Universita Darma Agung) dan Regianna Sihombing (Perawat RSUP Medan). Sulung dari Kristoffel Pardede SE, Budiman Pardede S.Sos, Yanti Pardede, SPd dan David Pardede AMd, tersebut lahir di Medan pada 19 Juni 1968. Besar di Medan dan menyelesaikan studi dari SD Antonius V Medan, SMP ST Thomas Medan, SMAN 4 Medan dan pendidikan tinggi Fakultas Kedokteran USU Medan. Singkat cerita, setelah resmi menyandang titel dokter tahun 1992, Leo merantau ke Menado dan mewujudkan bakti profesi medis di sana. Disela-sela menjalankan aktivitas, Leo menyempatkan diri melanjutkan pendidikan ke jenjang Spesialis Organ Genital (Sp.OG/kebidanan) di Universitas Sam Ratulangi hingga lulus pada 14 Desember 2005.
Nah, berbekal Spesialis Kebidanan yang disandang, Leo memutuskan putar haluan hidup. Tanggal 26 Juni 2006 dia memboyong istri dan anaknya Josua hijrah ke Timika-Papua karena panggilan tugas baru di RS Mitra Masyarakat. Namun beberapa tahun kemudian, Tuhan berkehendak lain untuk jalan hidup Leo. Tanpa diduga-duga pada 6 Juni 2009, sang isteri dipanggil Tuhan untuk selamanya disebabkan sakit mendadak. Kenyataan itu jelas memukul Leo disela-sela perlunya sosok seorang istri mendampingi dan mengurusi buah kasih mereka Josua. Suka tak suka, mau tak mau, Leo pun menapaki status ‘single parents’ hingga akhirnya doa Leo didengarkan Tuhan. Pertengahan tahun 2009, secara kebetulan dia berkenalan dengan Lina di Bank Niaga Timika Papua hingga akhirnya dekat sejak 16 Juli 2010.
Sosok Lina
Lalu, siapakah Herlina Revenskah Pussung, SE, MM yang sudah dirajakan secara adat Batak dan menyandang predikat Boru Nababan itu? Perempuan berkulit putih ini adalah blasteran darah Menado-Ambon Key, hasil cinta sang Bapak Yoppy Pussung dan ibu Enggelina Heatubun. Lahir di Tembagapura Papua 13 Februari 1979 dan masuk urutan ke-2 dari 4 bersaudara; Jefree R Pusung, Christina Pussung dan Frans P Pussung. Pendidikan formal dirampungkan Lina dari SD Inpres Kwamki II Timika-Papua tahun 1990. Kemudian tahun 1993 tamat dari SMP Persiapan Negeri Timika Papua dan bangku SMA YPPK Taruna Dharma Jayapura dituntaskan tahun 1996. Selanjutnya Lina meraih titel Sarjana Ekonomi dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bandung tahun 2001.
Berhasil meraih gelar S1, ternyata Lina memiliki retak tangan yang cukup menggembirakan. Bukan apa-apa, saat itu Lina langsung bekerja di Bank CIMB Niaga dan dipercaya menjabat Consumer Liability Manager Cab Kuala Kencana-Papua. Menariknya lagi, kendati berstatus belum pernah menikah dan sudah bekerja, pemilik hobby baca dan renang ini tetap saja berupaya menimba pendidikan lanjutan ke jenjang S2. Tak heran, upaya itu membuahkan hasil dan pada bulan Juli 2010 resmi menyandang predikat Magister Manajemen (MM) dari Universitas Bisnis Jakarta.
Apa sih target kedepan yang belum dicapai ? Leo dan Lina justru tersenyum kecil. Bagi keduanya, sikap selalu bersyukur pada Tuhan dan berbagi kasih dengan sesama menjadi hal yang harus dilakukan selama hayat masih dikandung badan. Sementara berbagai kemelut, dinamika dan perbedaan yang ada dalam institusi rumah tangga, dinilai sangat wajar terjadi namun harus dituntaskan dengan kekuatan kasih Nats Kolose 3:14-15. “Semoga Kehendak Tuhan Yesus yang JADI untuk rumah tangga kami sampai kematian memisahkan. Landasan KASIH adalah pengikat dan penyempurna kekurangan apapun,” aku Leo, yang diaminkan Lina sambil tersenyum. Selamat buat Pak Leo dan Ibu Lina, Tuhan memberkati ! (MS/LP/Foto-foto: MartabeSumut/IKLAN PROFILE PARIWARA)