Julheri Sinaga, SH, Pengacara Suka Bikin Pekak Telinga

Bagikan Berita :

Kalau sudah bersuara kelantangan Julheri Sinaga, SH (42) bakal bergema dan kerap bikin ‘pekak telinga’. Wajar saja, vokal idealisnya mengkritisi berbagai hal selalu membuat panas kuping-kuping pejabat, aparat, birokrat, konglomerat, masyarakat hingga yang masuk kategori penjahat.

Menelisik sedikit profesi pengacara, gaya bicara dan bobot komentar menjadi sesuatu yang masuk dalam skala prioritas. Sebab, selain implikasinya bernilai jual tinggi atas kompetensi diri, kadar kepercayaan publik pun ikut dipertaruhkan.


Dan mungkin jadi Julheri Sinaga adalah satu dari sekian banyak pengacara muda yang dipenuhi idealis berbalut keberanian. Kompetensi diri yang suka bersuara kritis, cermat menganalisis serta ‘familiar’ berbagi fakta realistis, itu cenderung dipertontonkan melalui komentar-komentar dari sisi lain yang kemungkinan besar diabaikan orang. Situasinya pun semakin menarik tatkala ada penegasan keberpihakan pada kaum marginal, untuk selanjutnya melahirkan sikap ‘permusuhan’ terhadap kelompok penguasa yang bergandengan dengan kapitalis.

Bukti idealisme Julheri bukanlah sekadar cerita apalagi isapan jempol belaka. Tidak pula redaksional semata atau mengkultuskan individunya. Semua bisa dibuktikan karena masih terekam jelas dalam berbagai wawancara verbal dalam rentan waktu yang sudah berjalan lama. Dari sekian banyak pertanyaan skeptis yang memojokkan pihak penguasa, Julheri tetap enjoy melepaskan komentar kritis. Realita maraknya perjudian di Sumut akhir-akhir ini, menjadi satu kasus yang selalu disorotinya serius dan bisa dicontohkan sebagai bahan perbandingan.

Waktu itu, sosok idealis Julheri dengan tegas melontarkan komentar bahwa ada kemungkinan Kapolda Sumut memelihara judi di berbagai daerah untuk kepentingan jabatan Kapolri. Menariknya, setelah komentarnya dituliskan dan dipublikasikan, belum lama ini, pada sore hari sekira pukul 15.00 WIB Julheri melakukan panggilan telepon kepada Jurnalis MartabeSumut Budiman Pardede. “Bud, barusan aku ditelepon dan ditanya bidang Hukum Poldasu. Mereka tanya apakah ada wawancara terkait komentar judi yang dipublikasikan. Poldasu mau melakukan gugatan atas dugaan penistaan yang dilakukan,” kata Julheri kepada Budiman Pardede, kala itu. Mendengar itu, Budiman Pardede balik bertanya, “apakah abang takut”?. Selanjutnya komunikasi terhenti dikarenakan Julheri tertawa panjang sekali dan kemudian mengungkapkan: “Kalau bersuara dan berbicara saja kita sudah tidak bisa di dunia ini, ya mau jadi apa negeri ini. Kita mengungkapkan yang benar kok”.

Begitulah sedikit memori yang membuktikan kalau pengambilan angel tulisan ini bukan sekadar angel. Tapi berdasarkan penglihatan, pengamatan dan suara hati atas sosok seorang Julheri. Dan hingga kini sepertinya masih tetap berjalan bahkan kembali segar manakala Julheri ditemui di gedung DPRD Sumut, belum lama ini. Julheri terlihat mengenakan baju lengan panjang cokelat dihiasi dasi merah kehitam-hitaman. Senyum kecil yang tersungging dari bibirnya menandakan aura ketidakpedulian akan simbol-simbol formal dan basa basi. “Apa kabar Bud, apa sih yang mau ditulis dari profil aku,” kata pria kelahiran Tanah Jawa Simalungun, 21 Mei 1970 tersebut mengawali percakapan.

Vokalis Idealis


Berbicara mengenai idealisme, buah pernikahan B Sinaga dan A boru Samosir ini menilainya sebagai sesuatu yang lahiriah dan merupakan kebiasaan pribadi dalam menapaki kehidupan. Semenjak dini, kata Julheri, berbagai persoalan hidup sering dicermati serius melalui sikap tegas atas berbagai ketimpangan. “Kalo orang menilai vokal saya saya idealis, ya sah-sah saja. Itu hak mereka mengungkapkan. Tapi sebenarnya saya adalah tipikal yang sudah terbiasa mengomentari kekurangan-kekurangan untuk selanjutnya menuntut perbaikan,” cetus suami dari Usmiar itu.

Julheri mengatakan, sebagai seorang pengacara, dirinya kerap menjumpai persoalan yang sulit diselesaikan masyarakat luas. Mulai dari kasus yang menyangkut keterlibatan penguasa, pejabat, pemerintah, penjahat, aparat, birokrat dan unsur berpengaruh lain. Menyiasati itu, secara otomatis Julheri mewajibkan dirinya untuk disiplin menganalisa bahkan jeli mengkritisi dari sisi hukum maupun kepatutan-kepatutan. Ironisnya, imbuh dia, dengan alasan keterbatasan, upaya menuntut keadilan atas penyimpangan dan kejahatan-kejahatan yang dialami masyarakat justru sering terbiarkan begitu saja. “Saya melihat banyak faktor penyebab. Namun saya mau katakan, sekecil apapun kejahatan/persoalan, tiap warga berhak dan harus mau menempuh hukum walau hasilnya tidak seperti yang diharapkan,” yakin bapak dari Dita Permata Asih Sinaga (16), Phia Hilfazizah Asih Sinaga (12) dan Panji Welas Tinoring Sinaga (9).

Pada sisi lain, ‘stempel’ idealis seseorang disebut Julheri bukanlah sesuatu yang penting diperdebatkan. Namun yang paling penting adalah mengukur sejauh mana partisipasi publik memberi dukungan atas pemikiran yang sudah disebarkan secara luas. Bila masyarakat menyadari komentar/pemikiran seseorang benar-benar bertanggungjawab, memiliki dasar, berguna serta bertujuan untuk kemaslahatan umum, maka ‘goal’ yang diharapkan dari bentuk idealis bisa segera terwujud. Tapi kalau orang yang dikritisi berkuping tipis dan mudah panas, menurut Julheri juga cermin sikap yang sah-sah saja. Kendati demikian, dia berharap, setiap masukan sepatutnya dipandang positif tanpa diikuti aksi tersembunyi yang melanggar hukum. “Tolong diingat, siapapun orangnya, maka dia akan sangat berharga bagi masyarakat bila peduli meneriakkan kenyataan-kenyataan dalam kerangka perbaikan. Itulah bentuk idealis murni yang perlu kita capai dan teriakkan terus bersama-sama,” ingat penggemar mie ayam ini dengan nada merendah.


Pendidikan

Ditempa dari keluarga Batak yang ketat akan kedisiplinan, Julheri menghabiskan masa kecil dan pendidikan di beberapa daerah. Bangku Sekolah Dasar dari Inpres Pancur diselesaikan Julheri di Kec Tanah jawa Kab Simalungun tahun 1983. Kemudian menamatkan jenjang menengah pertama dari SMPN I Tanah Jawa tahun 1987. Tamat SMP Julheri hijrah ke Medan. Dia melanjutkan studi menengah atas di SMA Medan Putri sampai tuntas tahun 1991. Keinginan menimba ilmu pun sepertinya mengiringi langkah Julheri. Pasalnya, setelah tamat SMA, pada tahun 1991 dia langsung memutuskan untuk menimba ilmu ke pendidikan tinggi. Fakultas Hukum jurusan Acara di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) menjadi pilihan hatinya hingga berhasil merampungkan studi tahun 1999.

Karir Pekerjaan


Pria bertinggi 167 Cm dengan berat 76 Kg itu menjelaskan, walaupun telah meraih predikat sebagai Sarjana Hukum, toh beragam pasang surut kehidupan tidak sedikit yang dijalani. Kelimpahan kasus yang diurus plus firma hukum atas nama sendiri, diakuinya pula bukan diraih ibarat membalikkan telapak tangan. Julheri menyatakan, apa yang ada sekarang adalah karunia Tuhan dan merupakan buah pelajaran yang dipetik jauh-jauh hari. “Dulu saya praktis belajar hukum melalui proses magang di beberapa kantor pengacara milik orang. Lalu berurusan dengan bisnis jual beli barang bekas alias tukang botot rumahan. Sampai sekarang usaha itu masih ada. Saya sempat mengelola bisnis botot, tapi sekarang saya serahkan pada keluarga,” singkap pria yang tinggal di Km 13,5 Percut Sei Tuan.

Waktu untuk Keluarga dan Target Kedepan

Bagaimana Anda membagi waktu dengan keluarga? Julheri justru tampak merenung. Bagi pecinta warna biru langit ini, waktu untuk keluarga selalu disediakan terjadwal setiap minggunya. Saat kumpul, kata dia, acara makan bersama dan mengunjungi toko buku menjadi pilihan utama. Selanjutnya membicarakan banyak hal dalam komunikasi yang saling terbuka. “Kita tetap menjalin komunikasi keluarga sambil makan atau ke toko buku,” terangnya. Lalu apa target kedepan? Target kedepan dipastikan Julheri bukanlah terlalu muluk-muluk. Melainkan bertekad mewujudkan 3 misi hidup sesuai fungsi dan tanggungjawab yang diemban. “Misi saya tersebut adalah mendirikan sekolah, membuka akses pendidikan hukum secara luas dan membantu warga miskin yang mencari keadilan. Saya ingin berguna bagi orang lain,” tutup penggemar olahraga pencak silat yang terakhir memegang sabuk coklat. (Budiman Pardede/Foto: MartabeSumut)

Bagikan Berita :

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here