MartabeSumut, Medan
Untuk kesekian kalinya, atas nama penegakan hukum, aparat dan lembaga hukum di Sumut, khususnya Medan mempertontonkan aksi brutal dan arogan terhadap rakyat, Rabu (30/11) dan Jumat (2/12). Ratusan masyarakat yang memiliki 52 Sertifikat Hak Milik (SHM) tanah di lahan seluas ± 7,5 Ha di jalan Jati, Pulo Brayan Medan digusur secara paksa, kejam, dan membabi buta oleh ratusan aparat kepolisian dan Pengadilan Negeri (PN) Medan. Aparat berdalih penggusuran paksa tersebut adalah eksekusi atas perintah Ketua PN Medan, melalui Juru Sita PN medan, sesuai putusan perkara No.113/Pdt.G/2006/PN Medan antara Abdul Kiram dkk versus Ruslim Lugianto.
Berdasarkan Press Release Sekretaris Eksekutif Perhimpunan BAKUMSU Benget Silitonga, yang diterima MartabeSumut, Minggu (4/12), akibat eksekusi ‘aneh’ tersebut, masyarakat korban kini hidupnya terlunta-lunta dan tinggal tidak menentu. Mereka kehilangan hak kepemilikan, hak atas hukum yang adil, hak atas kehidupan yang layak, dan hak atas kesehatan. Hak anak juga terampas karena ratusan anak sekolah juga kehilangan gedung sekolahnya yang digusur. Kini hidup masyarakat korban berada dalam ancaman dan ketidakpastian.
Ironisnya, perkara sengketa tanah No.113/Pdt.G/2006/PN Medan tersebut ternyata sarat dengan ‘mistery’ dan anomali hukum. Pertama, masyarakat korban yang digusur, bukanlah bagian atau tidak memiliki kaitan dengan dua pihak yang berperkara, baik itu Abdul Kiram dkk atau Ruslim Lugianto. Singkatnya, masyarakat korban tidak memiliki kasus hukum atas tanah yang mereka diami. Mereka bahkan tidak mengenal keduanya. Adalah aneh, kalau tanah yang mereka miliki justru menjadi objek eksekusi perkara Abdul Kiram dengan Ruslim Lugianto. Kedua, masyarakat korban yang digusur telah menetap di lahan tersebut selama puluhan tahun dan telah memiliki SHM yang dikeluarkan dan diakui BPN Medan. Itu dibuktikan dengan bangunan rumah dan sekolah yang berdiri di sana. Artinya secara hukum mereka sah memiliki tanah dan bangunan di atasnya. Ketiga, hingga kini tidak pernah jelas siapa itu Abdul Kiram dan siapa itu Ruslim Lugianto.
Tiga fakta tersebut mengindikasikan bahwa ada ‘misteri hukum’ di balik perkara antara Abdul Kiram dengan Ruslim, yang seharusnya didalami secara cermat dan dijadikan pertimbangan penting oleh aparat penegak hukum sebelum melakukan ekskusi. Jangan-jangan perkara No.113/Pdt.G/2006/PN adalah sebuah perkara siluman yang direkayasa oleh tangan-tangan jahil mafia tanah. Apalagi kemudian masyarakat telah melakukan verzet (perlawanan hukum) terhadap esksekusi tersebut.
Mengacu fakta itu, sebagai organisasi yang bergerak dalam advokasi hak-hak masyarakat dan penguatan demokrasi berbasis penegakan hukum dan HAM, BAKUMSU menyatakan sikap; Pertama, mengecam keras tindakan Ketua PN Medan melalui perantaraan Juru Sita yang melakukan eksekusi atas tanah milik masyarakat dengan mengabaikan eksistensi hukum yang dimiliki masyarakat dan anomali dibalik perkara tersebut. Apalagi kemudian masyarakat telah melakukan verzet (perlawanan hukum) terhadap esksekusi. Selain mempertontonkan arogansi, tindakan eksekusi tersebut menunjukkan standard ganda dan diskriminasi Pengadilan Negeri dalam pelaksanaan ekskusi putusan. Sebagai perbandingan, dalam ekskusi putusan perkara KIM II, yang kasusnya mirip dengan kasus Jl Jati, aparat Pengadilan Negeri (Lubuk Pakam) justru ‘banci’ dan tidak melakukan eksekusi sampai sekarang. Berdasarkan tindakan diskriminatif tersebut, kami mendesak Ketua Mahkamah Agung dan Ketua KY menindak Ketua PN Medan, dan bahkan bila perlu mencopotnya.
Kedua, mengutuk keras kebrutalan dan tindakan kejam membabi buta Aparat Kepolisian dalam melakukan penggusuran terhadap masyarakat. Dalam era reformasi, penegakan hukum kepolisian seharusnya adalah penegakan hukum berbasis HAM yang adil dan non diskriminatif, bukan penegakan hukum kaca mata kuda! Hal itu sesuai dengan Peraturan KAPOLRI (Perkap) Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Melihat ‘misteri’ di balik kasus ini, Kepolisian sesungguhnya bisa melakukan pertimbangan yang lebih seksama, dan bahkan menolak eksekusi. Apalagi dalam eksekusi putusan hukum seyogianya posisi kepolisian bukanlah di garda terdepan. Mereka lebih mengedepankan aspek pengayoman dan pelayanan masyarakat, daripada aspek penegakan hukum. Sebagai perbandingan, posisi itu seperti pernah diterapkan Kepolisian ketika ‘menolak’ eksekusi kasus KIM II.
Kenyataannya dalam eksekusi lahan Jl Jati, Pulo Brayan, kepolisian justru terkesan menjadi ‘alat’ dari pihak misterius, yang begitu beringas dan berada di garis terdepan mempertontonkan tindakan hukum diskriminitif, brutal dan standard ganda. Selain melanggar Perkap No 8/2009 tindakan Kepolisian tersebut juga telah melanggar Hak-hak Ekonomi Sosial Budaya masyarakat sebagaimana diatur dan dijamin dalam Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, dan UU No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Untuk itu kami mendesak KAPOLRI segera memberi tindakan, bahkan bila perlu mencopot, KAPOLDASU dan KAPOLTABES yang selama bertugas di Medan, selain acap bertindak diskriminatif dan arogan juga cenderung menutup akses masyarakat terhadap lembaga kepolisian.
Ketiga, medesak KOMNAS HAM segera melakukan investigasi lapangan dan membuat rekomendasi terhadap pelanggaran HAM yang terjadi dalam eksekusi lahan di Jl Jati Pulo Brayan. Keempat, mendesak Pemerintah Propinsi Sumut dan Pemerintah Kota Medan dan DPRD Sumut serta DPRD Medan membentuk tim investigasi independen yang melibatkan masyarakat sipil untuk mengungkap dugaan keterlibatan mafia tanah di balik ‘mistery’ kasus ini. Kelima, mengimbau masyarakat korban untuk tetap teguh bergandengan tangan, dan bersatu berjuang mempertahankan dan merebut tanahnya kembali dari tangan anasir-anasir jahat. Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan. Atas perhatian dan kerjasama yang diberikan rekan-rekan media mengabarkan siaran pers ini kami ucapkan terima kasih.(MS/Rel)