Proyek Bendungan Lau Simeme: Warga Protes Lahan Masuk Hutan Produksi, Dishut Sebut akan Dikeluarkan

Bagikan Berita :

www.MartabeSumut.com, Medan

Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) membahas pembebasan lahan masyarakat yang terdampak proyek nasional bendungan Lau Simeme, Senin (11/3/2019) pukul 10.40 WIB di gedung Dewan Jalan Imam Bonjol Medan. Dalam pertemuan tersebut, muncul titik terang atas keresahan panjang warga 5 desa selama ini. Pasalnya, tanah masyarakat Desa Kualadekah, Rumahgreat, Sarilaba Jahe, Mardinding Julu dan Desa Panen Kec Biru Biru Kab Deli Serdang, yang bakal terimbas proyek Lau Simeme, itu dimasukkan Kementerian Kehutanan dalam kawasan Hutan Produksi Tetap (HPT) sejak tahun 2014. Namun saat RDP, pihak Dinas Kehutanan menyatakan bisa dikeluarkan kembali dari kawasan hutan atau istilahnya perubahan batas.

Pengamatan www.MartabeSumut.com di lokasi rapat, RDP dipimpin Ketua Komisi A DPRDSU Muhri FH. Dihadiri anggota Komisi A seperti Irwan Amin, Ikrimah Hamidy, Royana Marpaung dan Jamilah. Pihak eksternal tampak Sembol Ginting selaku perwakilan 4 kecamatan yakni Biru-biru, STM Hilir, STM Hulu dan Sibolangit. Kemudian Kepala Bidang Penatagunaan Hutan Dinas Kehutanan Sumut Effendi Pane, Kepala BWSS II di Medan Roy Pardede diwakili Kasatker Bendungan Marwansyah, ST, MEng, PPK BWSS II Anthoni Siahaan, ST, Camat Biru Biru Wahyu Rismana, Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah I Rahman Panjaitan, Asisten I Pemkab Deli Serdang Binsar Sitanggang, Kapolsek Biru Biru AKP Robiatun, puluhan warga Biru Biru serta undangan terkait lain. Tatkala memaparkan pendapatnya, Sembol Ginting menegaskan, warga 5 desa di Kec Biru Biru menuntut pengembalian lahan sebab status tanah bukan hutan produksi. “Kami memiliki alas hak yang kuat. Bahkan kami mempertanyakan prosedur penetapan hutan produksi yang dilakukan pemerintah,” kata Sembol. Dia menegaskan, rakyat tidak menolak pengerjaan proyek bendungan Lau Simeme. Namun ganti rugi tanah yang terdampak harus berkeadilan dan bukan sebatas ganti tanaman/bangunan. Camat Biru Biru Wahyu Rismana menjelaskan, saat sosialisasi BWSS II pada 12 Februari 2018, persoalan apa-apa saja yang diganti rugi telah disampaikan. Perencanaan bendungan disebutnya sudah melibatkan beberapa camat sebelumnya. “Warga minta lahan, tanaman serta bangunan diganti. Makanya sekarang ada warga tak mau tanaman diverifikasi karena nuntut tanah diganti. Harapan saya, tuntutan warga dikabulkan dan tanahnya dikeluarkan dari kawasan hutan produksi,” ucap Wahyu

DPRDSU Miris

Anggota DPRDSU Jamilah mengaku miris karena sudah melihat langsung tanah masyarakat di lokasi proyek. “Warga hanya berharap tanah diganti rugi karena warisan nenek moyang mereka. Itu tanah ulayat bukan hutan produksi,” ujarnya. Jamilah meminta Dinas Kehutanan mengkaji ulang status lahan. “Apa itu hutan produksi, kawasan mana yang dibilang hutan produksi. Apa dasar mereka mengeluarkan SK Penetapan hutan produksi. Kita sudah dengar tadi bukti-bukti kepemilikan tanah mereka yang sah. Sudah turun temurun mereka di sana. Satus tanah yang digunakan masih bermasalah dengan warga,” cetus Jamilah, sembari menambahkan, kalaupun benar kawasan yang dikuasai dan diusai masyarakat merupakan kawasan hutan produksi, namun SK dari KLHK dapat gugur sebab bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2017 tentang penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan.

Ada Penataan Batas kembali


Kepala Bidang Penatagunaan Hutan Dinas Kehutanan Sumut Effendi Pane mengatakan, sejak 1982, 2005 dan 2017 ada penunjukan kawasan hutan oleh kementerian kehutanan. “Memang belum clear. Akan ada penataan batas dan verifikasi,” akunya. Pane melanjutkan, mulai 2018 diterapkan Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2017 tentang penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan melalui kebijakan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA). Dia berharap, TORA bisa dikerjakan di wilayah proyek Lau Simeme. “Pemerintah bukan semena-mena tapi ada aturan. Tahun 2019 ini, dalam waktu dekat TORA dikerjakan di Lau Simeme. Areal Hutan Produksi Tetap bisa dikeluarkan dari kawasan hutan atau istilahnya perubahan batas,” yakin Pane. BPKH Wilayah I Rahman Panjaitan mengungkapkan, setiap permasalahan di kawasan hutan boleh dilakukan penataan ruang dan penataan batas. Sesuai UU pertanahan, kata Panjaitan, sudah ada penataan hutan 13 kabupaten di Sumut tapi Kab Deli Serdang belum. “Tahun 2019 akan dilakukan inventariaasi dan verifikasi di lokasi pinjam pakai proyek Lau Simeme yang dibiayai Kementerian PUPR melalui BWSS II. Memang Lau Simeme segera dimasukkan dalam peta indikatif TORA,” tegasnya, sambil memastikan, UU No 5/1967 tentang Pokok Pokok Kkehutanan menjadi dasar utama menetapkan batas dan tata kehutanan. Asiaten I Pemkab Deli Serdang Binsar Sitanggang menyatakan pihaknya telah berupaya mewujudkan TORA di Deli Serdang. Bahkan Tim Inver Provinsi yang akan survei bertugas menetapkan mana yang dikeluarkan dari kawasan hutan. “Kita sudah buat jauh-jauh hari. Saya mantan Camat Biru Biru, jadi bukan 5 desa itu saja. Saya mau usulkan pula 1 Desa bernama Berita Ria dikeluarkan dari kawasan kehutanan. Saya ditunjuk Pak Bupati agar proyek Lau Simeme berjalan lancar tepat waktu. Kita telah surati Tim Inver agar lahan rakyat di proyek Lau Simeme dikeluarkan dari kawasan hutan,” terang Binsar. Menanggapi hal tersebut, anggota DPRDSU Ikrimah Hamidy menegaskan, ada niat baik Pemkab Deli Serdang menyelesaikan persoalan warga. “Penjelasan Pemkab tadi lanngkah positif. Memang ada kepentingan masyarakat dan pembangunan. Cuma harus selaras,” ingatnya. Kasatker Bendungan Marwansyah, ST, MEng, menginformasikan, hingga kini investasi pemerintah di proyek Lau Simeme telah  mencapai Rp. 1,4 T. Marwansyah meyakini, apapun keluhan warga, pemerintah tetap memberi perhatian serius mencari solusi terbaik. Apalagi manfaat bendungan Lau Simeme kelak sangat beragam. Mulai dari sarana kendali banjir Kota Medan dan Kab Deli Serdang kurun 25-50 tahun kedepan, membantu suplemen air baku PDAM Tirtanadi Sumut sekira 3.000 Liter/detik, sumber/suplai pengairan untuk daerah irigasi Bandar Sidoras seluas 3.082 Ha, menghasilkan daerah irigasi seluas 185 Hektare, suplai energi tambahan listrik (PLTA mini) berkapasitas 2,2 MW serta sebagai sarana pariwisata air.

Tiga Rekomendasi

Masih pantauan www.MartabeSumut.com, usai mendengar pendapat para pihak, sekira pukul 13.30 WIB Komisi A DPRDSU mengeluarkan 3 rekomendasi RDP. Pertama, mendesak pemerintah pusat untuk segera menyelesaikan persoalan hutan produksi dan pembangunan bendungan Lau Simeme. Kedua, Komisi A DPRDSU bersama masyarakat dan stakeholder terkait mengunjungi Kantor Staf Kepresidenan (KSP) di Jakarta. Ketiga, Melakukan peninjauan lokasi lahan warga yang terdampak hutan produksi dan proyek bendungan Lau Simeme. Komisi A DPRDSU berharap pemerintah mempercepat revisi kawasan Hutan Produksi Tetap. (MS/BUD)

Bagikan Berita :

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here