Setelah Walikota Medan Rahudman Harahap (54) dilantik pada 26 Juli 2010 dan akhirnya dinonaktifkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi melalui Surat Keputusan (SK) No 131.12-2916 tanggal 10 Mei 2013, langkah Rahudman pun harus dihentikan hukum dan cuma bisa memimpin Medan selama 2 tahun 10 bulan.
Fakta telah mengungkapkan, Rahudman Harahap tak kuasa bertahan di kursi empuk Medan-1 kendati ‘kuat’ menyandang status tersangka selama 2,5 tahun sejak mantan Kajatisu Sutiono Usman Adji menetapkannya pada 26 Oktober 2010. Masalah penetapan tersangka itu sempat pula diributkan publik manakala akhir tahun 2011, Kajatisu AK Basuni Masyarif, SH, MH, sebelum meninggalkan Sumut, justru mengeluarkan/mengirimkan Surat Keterangan Penghentian Penyidikan (SKPP) kepada Kejagung RI atas kasus dugaan korupsi Rahudman Harahap. Alamakjang, 2 pendekar hukum berbeda kepentingan? Toh derasnya tuntutan dugaan korupsi yang menerpa Rahudman saat menjabat Sekda Tapsel, berujung pada sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan yang sudah digelar sebanyak 2 kali. Rahudman menjadi terdakwa pada Jumat pagi (3/5/2013) beragenda pembacaan dakwaan dengan Nomor Perkara : 51/PID.SUS/K/2013/PN.MEDAN. Lalu sidang kedua berlangsung pada hari Selasa pagi (14/5/2013) beragenda mendengarkan keterangan saksi-saksi. Rahudman Harahap didakwa melakukan korupsi dana Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintah Desa (TPAPD) Kab. Tasel tahun 2005 sekira Rp. 1,5 Miliar.
Semangat Rahudman 3 hari Jelang Dilantik Walikota
Kini
Rahudman Harahap memang sudah tidak aktif lagi sebagai Walikota Medan.
Namun 3 hari sebelum dilantik sebagai Walikota Medan, atau persisnya
Jumat siang 23 Juli 2010, Rahudman pernah sangat bersemangat membeberkan cerita secara khusus
kepada Jurnalis MartabeSumut Bdiman Pardede terkait
rencana-rencananya pasca memimpin Kota Medan. Cerita-cerita Rahudman
Harahap inilah yang sengaja direfleksikan kepada publik agar dapat melongok
kembali semangat, fikiran-fikiran, ‘ketegasan bergaya preman’ dan sepak
terjang
awalnya yang kerap berapi-api. Bukan apa-apa, bagi pihak-pihak
berkepentingan, mungkin jadi ada yang baik untuk ditiru dan bisa pula
yang buruk untuk tidak diteladani. Saat itu, di kediamannya kompleks
Piazza Residence Blok H-21 Gaperta Medan, Rahudman Harahap mengaku terus
terang gelisah dan resah mengetahui
segudang masalah
masih melanda wajah Kota Medan sehingga bertekad mendaratkan 5 proyek
inti dalam 100 hari kerja. Setidaknya itulah yang terlintas dari sosok
Rahudman pascaditemui di rumahnya (23/7/2010), atau sekali lagi, 3 hari
menjelang
pelantikannya pada 26 Juli 2010. Saat diamati lebih dekat, kegelisahan
dan keresahan
Rahudman yang terpantau bukanlah gejolak biasa. Melainkan bahasa
hati yang mewakili ekspresi dari diri seorang pemimpin terpilih. Pada
saat berikut kegelisahan tadi sirna ditelan asa. Berganti gelora jiwa
yang tak sabar untuk segera bekerja. “Apa kira-kira dek,” ujarnya kepada
Jurnalis Budiman Pardede dari MartabeSumut, sembari duduk
mengawali percakapan. Detik berikutnya Rahudman sudah menarik nafas
panjang untuk selanjutnya melepaskan suara lantang. “Dalam 100 hari
kedepan ada 5 bidang yang akan saya konsentrasikan harus direalisasikan,”
katanya.
Kalau saja diberi kesempatan berterus terang pada siang
sekira pukul 15.35 WIB itu, sebenarnya terbersit pertanyaan skepts terkait sikap dan perkataan putra Mandailing yang terkesan
‘sesumbar’ itu. Apalagi baju lengan pendek putih bergaris merah muda
dipadu celana panjang abu-abu yang dikenakan, ikut mengentalkan sosok
penampilan ‘preman sang pemimpin’ yang blak-blakan. Toh
Rahudman
takkan mungkin menangkap kecamuk hati saya yang ada di depannya. Dia
tetap ‘gede rasa’ berkomentar tanpa mempedulikan kerumunan tamu-tamunya
kian banyak datang memberi selamat. “Kelima program inti itu akan saya
wujudkan di Medan dek,”
aku suami dari Hj Yusra Br Siregar.
Bidang Pendidikan
Buah
kasih Tengku Imam Harahap (Alm) dan Hj Tonggol Br Siregar (Alm) ini
menyebut bidang pendidikan berada pada urutan pertama untuk dibereskan.
Menurutnya, saat
ini semangat pendidikan di Medan mulai memudar karena cenderung kaku
menerapkan proses belajar mengajar yang benar. Rahudman memastikan,
semua sekolah dasar, menengah pertama, menengah atas hingga kejuruan
akan dievaluasi secara gradual, terencana dan berkala. “Sebab pendidikan
bukan hanya untuk mencari ilmu pengetahuan melainkan belajar banyak
hal,” yakin putra ke-3 dari 5 bersaudara tersebut.
Oleh sebab
itu, lanjutnya, semua siswa didik patut diperlengkapi berbagai
pengetahuan dan tidak sebatas tiori. Melainkan keragaman pengetahuan
lain supaya tanggap terhadap lingkungan maupun kepekaan sosial. Pihak
manajemen sekolah juga disebut dia akan diseleksi sesuai kompetensi dan
prestasi. “Kinerja
Kepala sekolahnya juga kita evaluasi,” timpal Rahudman. Pada sisi lain,
kondisi fasilitas dan sarana pendidikan juga diyakini Rahudman masih
relatif
minim. Itulah sebabnya Rahudman tak ragu mematok target pembenahan
maksimal semisal keberadaan perpustakaan yang sudah harus ada di
sekolah-sekolah dasar pada tahun 2014. Namun fakta refleksinya di Medan kurun waktu 2 tahun 10 bulan memimpin,
tidak sedikit manajemen sekolah yang mengeluh karena kesulitan
berimprovisasi memajukan pendidikan. Tidak sedikit orangtua yang
kesulitan menyekolahkan anaknya karena biaya administrasi yang sangat
tinggi. Dan tidak sedikit pula masyarakat mempertanyakan ketegasan
Walikota Medan tatkala oknum manajemen sekolah disinyalir kuat
‘memperjualbelikan’ bangku-bangku saat seleksi memasuki tingkat SMU.
Komersialisasi pendidikan untuk masuk SMU di Medan akhirnya semakin
kental di permukaan. Kepala sekolah bersikap tidak malu-malu kucing lagi
kejar trip ‘merampok uang masuk siswa’. Alasan yang santer disebutkan
kepala sekolah adalah demi membayar kewajiban setor kepada Rahudman
Harahap. Buktinya, pada tanggal 5 Mei 2013
kemarin, seorang kepala sekolah Negeri di Medan menyatakan cemas akan
jabatan struktural di sekolah-sekolah karena terindikasi berbau
jual-beli sejak 2 tahun lalu. Menurut kepala sekolah yang akhirnya
dimutasi itu, seseorang
yang ingin menjabat kepala sekolah atau bertahan di posisinya,
berkewajiban
‘setor’ kepada Rahudman Harahap tanpa memandang prestasi apapun. Bahhhhh, benarkah..?
Kesehatan
Pada
sisi kesehatan Rahudman tetap sesumbar menampakkan sikap yang lebih
‘garang’. Mungkin jadi dilatarbelakangi tekad sosialisasi pola hidup sehat,
kondisi fisik pribadi yang selalu prima atau bahkan kesedihan hati
tatkala mengetahui orang sakit susah berobat. Dia menegaskan, akan ada
Puskesmas khusus di seluruh kecamatan yang mampu menerima pasien rawat
inap dan beroperasi selama 24 jam. Sementara golongan Puskesmas biasa,
standard dan tipe A diwajibkan melayani masyarakat hingga pukul 18.00
WIB. “Guna memberi hak-hak sehat bagi semua orang. Sehingga yang
miskin pun berkesempatan datang ke Puskesmas. Untuk mewujudkan semua itu
kita butuh ketersediaan tenaga medis atau administrasi Puskesmas,”
terang Bapak dari Dedy Harahap, Linda Mora Harahap, Roby Harahap, Ahmad
Taufik Harahap dan Dinda Rahayu Harahap.
Efektivitas pelayanan
Jamkesmas dan Jamkesda juga disebut Rahudman bakal digenjot serius.
Kemudian diikuti dengan peningkatan sarana dan fasilitas pendukung
kesehatan. “Kita akan melengkapi Puskesmas maupun rumah sakit dengan
obat yang cukup, keberadaan kalangan dokter hingga penambahan jumlah SDM medis,” janji Rahudman. Namun fakta refleksinya di Medan kurun waktu 2 tahun 10 bulan memimpin, tidak sedikit manajemen Puskesmas dan rumah sakit di Medan yang
kehabisan obat. Kesulitan tenaga medis sehingga akhirnya menolak atau merujuk pasien
yang berobat. Ironisnya lagi, program Jamkesmas dan Jamkesda juga tidak
jarang sulit direalisasikan. Warga miskin mengeluh karena rumah sakit selalu
menolak dengan alasan belum adanya anggaran yang dibayarkan pemerintah
Kota Medan.
Infrastruktur
Di bidang pembangunan infrastruktur, Rahudman juga tidak
menafikan begitu banyak persoalan infrastruktur Kota Medan yang sarat
persoalan serta membutuhkan penanganan berkesinambungan. Dia
mengungkapan, persoalan-persoalan itu masih jamak mendera jalanan umum,
pasar, sungai, drainase, rumah sakit, fasilitas publik, taman dan wisata
kota. “Jalan rusak segera diperbaiki, pasar semrawut ditata dan
meningkatkan berbagai sarana pendukung di Medan,” ucap Rahudman. Namun fakta refleksinya di Medan kurun waktu 2 tahun 10 bulan memimpin, banjir tetap saja terjadi kendati hujan turun cuma beberapa menit.
Infrastruktur semisal drainase induk di Medan tak kunjung dibangun
sementara anggaran daerah habis karena cenderung mengandalkan proyek
korek parit yang tak jelas hasilnya.
Pelayanan Umum
Untuk urusan pelayanan umum Rahudman menyatakan akan mempersiapkan
strategi baru mempermudah urusan masyarakat. Diantaranya memangkas
administrasi birokasi yang berorientasi pada upaya memperkecil tingkat
penyimpangan oknum pemerintah di lapangan. Pengurusan KTP dan KK pun
dipastikan Rahudman sepenuhnya akan berada di lingkungan kecamatan.
Pelayanan umum lain juga dikategorikannya segera diubah dengan birokasi
yang praktis tanpa harus mempersulit warga.Namun fakta refleksinya di Medan kurun waktu 2 tahun 10 bulan memimpin,
pelayanan umum di jajaran lembaga pemerintah selalu mengandalkan ‘uang
muka’. Masyarakat dipaksa membayar uang pelicin untuk setiap urusan
administrasi pemerintahan di Kota Medan. Kepala lingkungan (Kepling),
aparat kelurahan dan kecamatan tampak tidak risih berseliweran ‘memeras’
rakyat yang berkepentingan terhadap urusan administrasi kependudukan.
Kinerja PNS
Berbicara di bagian ini, sosok Rahudman menampilkan aura dan
bahasa tubuh berbeda. Seraya memperbaiki cara duduk, aroma kegelisahan
tadi kini diganti kekecewaan. Muncul ke permukaan dan tak bisa dielakkan
kendati mencoba menyembunyikan. Kenapa ? Bisa jadi
dilatarbelakangi ‘sinetron’ sikap Rahudman atau memang kapasistas
dirinya yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari jabatan karir (PNS)
plus ‘mantel’ tambahan posisi politis. Tapi tetap saja kekecewaan yang
‘dirondokkan’ Rahudman tak sanggup ditutupi. Rahudman blak-blakan
mengatakan bahwa sampai sekarang PNS jajaran Pemko Medan rentan akan
permasalahan disiplin, jam kerja, pola berpakaian, Tupoksi bahkan
kemampuan SDM. “Kalau ada PNS yang tidak menjalankan Tupoksi dan
kinerjanya juga berantakan, berarti pimpinan yang salah. Pemimpinnya
yang kita anggap tidak mampu,” sindir Rahudman dengan nada tinggi. Namun fakta refleksinya di Medan kurun waktu 2 tahun 10 bulan memimpin, kinerja
PNS tidak mengalami perubahan berarti. Kinerja PNS dan pola birokrasi
yang bertele-tele masih saja tampak di permukaan. Bahkan lebih parahnya,
rumor berkembang tentang gaya ‘PNS 1001’ alias masuk pukul 10 kerja 0
dan pulang jam 1, ternyata sulit untuk dibantah terjadi di lingkungan
Pemko Medan. Belum lagi penegakan iklim disiplin, penyadaran Tupoksi
hingga peningkatan kualitas SDM PNS yang berjalan tanpa arah.
Masa Kecil & Pendidikan
Dilahirkan di Gunung Tua Desa Padang Hasihor 21 Januari 1959,
Rahudman kecil dibesarkan dari keluarga petani yang penuh didikan.
Rahudman menghabiskan masa indah kanak-kanak dalam dekapan bapaknya yang
Ketua Dewan Negeri alias Kepala Kampung. Tempaan mental, moral,
keimanan bahkan kepribadian berhasil menuntunnya rajin menuntut ilmu
serta menghasilkan tipikal pekerja keras. Dari desa yang masih
terpencil, Rahudman hanya menuntaskan pendidikan dasar hingga
kelas III. Selanjutnya terpaksa putar haluan dan hijrah ke Padang
Sidempuan bersama kedua orangtuanya yang memutuskan mengubah pekerjaan
petani menjadi pedagang. Setibanya di Padang Sidempuan, Rahudman muda
tidak mengalami kesulitan menuntaskan pendidikan SD, SMP dan SMA.
Bergairah menapaki hari di kota salak tersebut sembari menyisakan
ketidakpuasan pada jenjang pendidikan yang sebatas menengah atas. Tekad
menimba ilmu membelenggu diri Rahudman. Hingga pada akhirnya dia
menjatuhkan pilihan dan menambatkan hati di IKIP Cabang Padang Sidempuan
Jurusan Ilmu Fisika.
Karir
Kendati
ekonomi keluarga orangtua Rahudman tergolong pas-pasan
kala membiayai pendidikan tingginya, namun Rahudman tetap tidak mau
berhenti dalam menyelesaikan tugas akhir skripsi. Usai menyandang gelar
Sarjana
Kependidikan, Rahudman mencoba peruntungan baru dengan melamar ke salah
satu
sekolah swasta di Padang Sidempuan. Nasib berpihak padanya. Rahudman
mengawali karir sebagai staf pengajar dengan status guru honorer.
Rahudman
dewasa pun mulai semakin serius menatap masa depan sembari memimpikan
bekerja menjadi abdi negara (PNS). Tak
heran, tanpa sepengetahuan banyak orang, Rahudman mengikuti tes seleksi
PNS. Impian Rahudman kesampaian hingga akhirnya resmi diterima pada
tahun 1982. “Kala itu Saya bekerja di Kantor Bupati Padang Sidempuan
dengan gaji pertama Rp 22.700,” kenangnya.
Semangat Belajar
Gara-gara meyakini pentingnya ilmu pengetahun, kekuatan semangat
belajar telah mengharuskan Rahudman pindah ke Medan pada tahun 1983. Dia
lulus ujian dan diterima belajar di Akademi Pemerintahan Dalam Negeri
(APDN). Beberapa tahun mengikuti studi, hasilnya mencengangkan sehingga
patut diacungi 2 jempol. Sikap tak cepat puas apalagi membusungkan dada
menghantarkan kelulusan dirinya dari APDN dengan predikat terbaik dan
dianugerahi penghargaan Widya Karya Utama oleh Menteri dalam Negeri.
“Alhamdulillah, saya lulus APDN tahun 1986,” ujarnya bangga. Anugerah
tersebut ternyata semakin memuluskan langkahnya menembus jenjang
pendidikan di Institut Ilmu Pemerintahan (IIP). Pengetahuan mengelola
pemerintahan dirampungkannya selama 1 tahun 8 bulan. “Lalu
kami sekeluarga bertolak ke Sumatera Utara,” tukasnya.
Camat di Siantar
Rahudman mengungkapkan, tahun 1990 pernah diangkat menjadi Camat
di Siantar Barat. Kurun waktu 4 tahun memimpin di sana, berbagai
prestasi tetap ditorehkan. Diantaranya terpilih menjadi Camat terbaik
se-Sumut yang berimplikasi pada mutasi promosi dirinya sebagai Kepala
Dinas Pasar Kota Pematang Siantar. Disusul keberuntungan lain karena
tahun 2000 dipercaya menempati struktural Sekretaris Daerah Tapanuli
Selatan. Usai mengabdi di daerah itu, Rahudman pulang lagi ke Medan dan
memegang posisi Asisten IV Tata Pemerintahan di Kantor Gubsu.
Pj Walikota
Pemegang motto hidup “mari berbuat baik hari ini untuk
menjadikan Kota Medan lebih baik dari hari kemarin dan lebih cerah pada
hari esok”, itu kian mengkristal di penjuru Medan dan Sumut sejak hari
Selasa 21 Februari 2010. Sebab memori tersebut pasti takkan terlupakan
Rahudman manakala Gubsu Syamsul Arifin ‘jatuh hati’ padanya. Rahudman diberi amanat baru sebagai Pj
Walikota Medan menggantikan Drs Afifuddin yang memasuki masa pensiun.
Lagi-lagi Rahudman tak mau ongkang-ongkang kaki walau diberi waktu 5
bulan berbakti. Bergerak cepat, bersikap tegas dan berpenampilan lugas
melalui performance fisik yang prima. Berbagai terobosan perbaikan
semisal penataan PKL, pembenahan pasar dan pengorekan parit-parit
diwujudkan setiap hari.
Begtulah sekelumit cerita Rahudman Harahap sebelum dilantik jadi Walikota dan profil singkat sejarah hidupnya. Memang tidak dipungkiri ada prestasi kerja yang telah dilakukannya saat menjabat Pj Walikota hingga Walikota terpilih melalui Pilkada. Tapi bila bebicara dalam konteks prestasi, siapapun orangnya yang memegang jabatan publik, tentulah punya prestasi sendiri-sendiri. Sebab semua pejabat publik memiliki tugas khusus menjalankan kewajiban secara administratif dan tenaganya dibayar oleh negara dengan nominal besar dan fasilitas-fasilitas yang tergolong ‘wah’ alias banyak biaya. Melongok serius atau merefleksi 5 program Rahudman sebelum jadi Walikota Medan bermakna strategis dalam kerangka menilai sejauh mana yang telah berhasil diperbuat dan seberapa banyak pula yang masih sebatas kenangan saja. Selanjutnya refleksi kinerja Rahudman 2 tahun 10 bulan berkuasa dapat dijadikan kontribusi kritis kepada semua masyarakat Medan, pihak terkait dan pemangku jabatan publik di Medan, warga Sumatera Utara bahkan rakyat di penjuru Tanah Air. Kemudian sama-sama menimbang maupun menilai apakah cerita awal seorang pemimpin daerah memang selamanya berkorelasi terhadap proses percepatan pembangunan serta kesejahteraan masyarakat. Artinya, patut direnungkan, bahwa berbicara prestasi kinerja pejabat publik, bukanlah eranya lagi merasa sudah banyak berjasa sementara perbuatannya terindikasi didominasi kepentingan tersembunyi untuk memperbanyak ‘pundi-pundi’ pribadi. Sudah waktunya pemangku jabatan publik di Indonesia ini sadar dan paham mempertanggungjawabkan posisi amanah yang dipegang, untuk selanjutnya meniru gaya aparat/birokrat dan pejabat di negara besar seperti Amerika. Di sana, untuk menerima ucapan terimakasih saja dari warga yang dilayani, selalu ditanggapi enggan dan dingin oleh pelayan publik. Biasanya selalu terdengar kalimat seperti ini: “No need to thank me, this is my responsibility. Cause this country pay me for all my duty”. (Tak perlu berterimakasih, sudah menjadi tugas dan tanggungjawab saya. Negara membayar saya untuk itu). Selamat berjuang di meja pengadilan Pak Rahudman Harahap..! Semoga kepastian hukum dapat berproses benar dan adil kepadamu. Apa-apa yang baik darimu akan kami tiru dan segala yang tidak baik juga tidak kami teladani. Amin. (Budiman Pardede)
Keterangan Foto:
1. Walikota Medan Nonaktif Rahudman Harahap
2. Jurnalis MartabeSumut Budiman Pardede saat mewawancarai Rahudman Harahap, Jumat siang 23 Juli 2010 di Blok H-21 Piazza Residence Gaperta Medan.
3. Jurnalis MartabeSumut Budiman Pardede saat mewawancarai Rahudman Harahap, Jumat siang 23 Juli 2010 di Blok H-21 Piazza Residence Gaperta Medan.(Foto-foto: MartabeSumut)