Pemicu konflik tanah di Sumatra Utara ada 3 yaitu pertama, keputusan Tim B/B plus propinsi sumut Kedua, SK H6U dari kepala BPN RI / serfikat HGU BPN Kab Deliserdang dan Kab Langkat. Ketiga, rekomendasi Pansus tanah DPR- RI tahun 2004.
Bahwa keputusan dari hasil panitia B plus curang, tidak adil dan melanggar hukum dan perundang- undangan atau peraturan yang berhubungan dengan pemberian HGU perkebunan dan pembebasan dari HGU perkebunan. Sebagai contoh dalam manikulasi panitia B plus yang seharusnya tanah rakyat yang dilindungi undang-undang harus dikeluarkan dari HGU PTPN II ternyata puluhan ribu hektare dimasukkan dalam perpanjangan HGU PTPN II seperti tanah rakyat yang berstatus : tanah rakyat/ adat, tanah suguhan, tanah perkampungan komplek dan tanah yang sudah dijadikan sebagai areal/ tanah objek landreform.
Fakta itu disesalkan Kepala BPN RI Prof.Ir. Lutfi .I. Nasution, MSc, PhD yang telah menerbitkan surat keputusan kepala badan pertanahan nasional nomor : 51,52,53,58/H6U/BPN/2000 tentang pemberian perpanjangan HGU PTPN II yang terletak di daerah Kab.Deli Serdang dan SR HGU PTPN II nomor : 57/H6U/BPN/2000 tentang pemberian perpanjangan HGU PTPN II yang terletak di Kab.Langkat SK HGU PTPN II ini luasnya 38.611,0613 HA, penerbitan SK ini tampak ada proses penelitian oleh tim melakuakan penelitidan dan pengukuran, pemetaan, pemasangan pilar baru diterbikan SK perpanjangan HGU PTPN II. Pada sisi lain, tentang SK HGU PTPN II no :42,43,H6U/BPN/2000 tentang pemberian perpanjangan HGU PTPN II yang terletak di Kab.Deli Serdang dan SK HGU no : 43/HGUBPN/2000 tentang pemberian HGU PTPN II yang terletak di kab Langkat jadi jumlah keseluruhannya :17.730,66 Ha dan yang keluar dari HGU 5.873,60 HA.
Dalam keputusan tersebut Kepala BPN RI sengaja mencantumkan ayat satu yang termasuk dalam diktum ke empat : menyerahkan pengalinan, penguasaan, pemilihan, pemanfaatan da penggunaan tanah tersebut dalam diktum ketiga diatas (tanah yang tidak di perpanjang HGU nya seluas 5.873 HA). Kepada gubernur propinsi Sumatra utara, untuk selanjutnya diproses sesuai denga ketentuan peraturan perundangan yang berlaku setelah memperoleh izin pelepasan asset dari manteri yang berwenang. Ayat setan ini lah yang mengganjal Gubsu untuk mendistribusikantanah kepada yang berhak tehadap tanah seluas 5.872,06 Ha sehingga Gubsu 5 kali menerbitkan surat kepada menteri BUMN, nyatanya sampai sekarang sudah 12 tahun belum juga tuntas. Pemicu di atas jelas membuat kita kecewa karena sikap meneg BUMN yang lama membisu dan tidak tanggap terhadap 5 kali surat gubsu agar meneg BUMN menerbitkan izin pelepasan asset terhadap areal /tanah yang sudah tidak lagi di perpanjangan unutk HGU PTPN II itu.
Seharusnya meneg BUMN menjawab dengan tegas kalau punya wewenang ya diterbitkan surat izin pelepasan asset. Eks HGU PTPN II seluas 5.873.06 Ha dan kalau tidak berwenang menerbitkan izin pelepasan asset itu juga harus dijawab sehingga tidak terjadi konflik berkepanjangan antara PTPN II denga petani yang sudah banyak jatuh korban jiwa baik pihak PTPN II, petani dan aparat keamanan dan fasilitas negara dan petani terus berjatuhan. Keputusan pansus tanah DPR RI yang tidak ditindaklanjuti bahkan dipedulikan oleh kepala BPN RI Prof.Ir Lutfi I.Nasution MSc Ph,D ( yang juga sebagai komisaris PTPN II ketika itu) sesuai dengan suratnya no 540.1-1138 yang ditujukan kepada DPR RI tanggal 10 Mei 2004 perihal penyelesaian masalah tanah Eks consessie NV.Van Deli Maatschappy yang di restribusikan kepada masyarakat petani dalam butir 8)a : “bahwa tanah yang telah di redistribusikan kepada rakyat/ petani seluas 191 HA, yang telah ditegaskan menjadi objek landreform berdasarkan surat keputusan menteri mengenai No Sk 24/H6U/1965 tanggal 10 Juni 1965 dan bukan bagian dari area 59.000 Ha yang menjadi HGU PTPN perkebunan tembakau Deli.
Kita heran dan menyesal mengapa DPR RI (pansus tanah) tidak mambantah areal yang menjelaskan : misalnya jawaban BPN RI itu terhadap areal 191.000 HA itu sudah di redistribusikan kepada rakyat. pada tahun 1966. Areal yang diberikan itu kembali dirampas aleh PPN dengan cara meminta secara paksa agar rakyat yang sudah menerima surat tanah berupa surat keterangan tentang pembagian dan penerimaan tanah sawah/ ladang (SKTPPT) dan surat tanah KRPT disita secara paksa siapa yang tidak mengembalikan surat tersebut di anggap PKI dan cara yang kedua surat keterangan tanah itu diminta kepada petani dengan janji surat tanah itu akan diterbitkan. surat tanah berstatus hak milik, nah setelah surat itu sudah diserahkan rakyat maka tanah tersebut TIM gajah kuning yang dikawal pihak TNI ketika itu apa yang terjadi, rumah rakyat di gusur, tanaman petani di traktor, rumah sekolah dosen/ IT digusur bahkan kuburan masjid pun di traktor ketika itu lalu diatasnya ditanami tembakau (PTP IX) sekarang PTPN II menanami tebu di atas kuburan itu hal ini terjadi di kelompok tani perjuang desa kepada sungai dan suka mulia kec secanggang kab langkat sumut. Jadi penyebab konflik tanah di surat ini adalah : dari SK HGU kepala BPN RI hasil pansus di mandulkan oleh BPN enggannya meneg BUMN menngeluarkan izin pelepasan asset Eks H6U PTPN II. FRB SUMUT berkeyakinan, bila pemerintah pusat dan daerah/ propinsi tidak mau atau bertele-tele dalam menugaskan keputusan di sumut maka di harapkan dapat menerbitkan dan menguasai areal yang ditentukan rakyat dengan catatan tanah yang sudah di lindungi undang-undang dan pihak PTPN II dan kepolisian melarangnya tapi mewakili dan melindungi rakyat.