www.MartabeSumut.com, Medan
Komisi B, E, D dan A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU) membahas penanganan wabah penyakit kolera babi yang disebabkan virus African Swine Fever (ASF/Hog Cholera), Senin siang (10/2/2020) di gedung Dewan Jalan Imam Bonjol Medan. Bersama para pihak terkait se-kab/kota Sumut, pertemuan menghasilkan 4 rekomendasi yang akan ditindaklanjuti kedepan.
BACA LAGI: Ribuan Orang ke DPRDSU, Serukan #SaveBabi & Tetapkan 10 Februari Hari Kedaulatan Babi Dunia
Pantauan www.MartabeSumut.com, Rapat Dengar Pendapat (RDP) dipimpin Ketua Komisi B DPRDSU Viktor Silaen, SE, MM, Wakil Ketua Komisi B Zeira Salim Ritonga, SE, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Perternakan Provinsi Sumut Azhar Harahap dan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumut Riadil A Lubis. Tampak hadir kalangan legislator, beberapa Ketua DPRD, unsur Pimpinan DPRD serta Kepala Dinas/perwakilan Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan kab/kota di Sumut. RDP sempat diskors karena muncul unjukrasa ribuan orang massa #SaveBabi ke gedung Dewan. Usai mendengar para pihak menyampaikan pendapat, DPRDSU membacakan 4 rekomendasi. Diantaranya, pertama, menetapkan status wabah ASF sesuai Keputusan Mentan Nomor: 820/KPTS/PK.320/M/12/2019 tanggal 12 Desember 2019 tentang pernyataan wabah penyakit ASF di Sumatera Utara (Sumut). Penanganan wabah penyakit ternak babi itu meliputi: pengawasan ketat terhadap lalulintas ternak dan produknya, penerapan biosecurity, desinfeksi, penanganan bangkai babi (disposal), komunikasi/edukasi masyarakat, fasilitasi sarana/prasarana dan operasional petugas lapangan hingga solusi sertifikasi kompartemen perusahaan peternakan agar pemasaran ternak babi dapat terus dilakukan. Ada pula 2 pola penanganan yang masih dikaji yaitu kemungkinan upaya depopulasi/stamping out dengan skema kompensasi serta restocking bila wabah masih terjadi atau dilakukan setelah wabah berhenti. Kedua, meningkatkan koordinasi penanggulangan dan penyelesaian wabah ASF. Ketiga, mencarikan solusi buat peternak dalam menanggulangi kegiatan peternak babi. Keempat, DPRDSU dan para pemangku kepentingan di Sumut akan melakukan kunjungan ke Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk mempelajari vaksin penanggulangan virus ASF (kolera babi).
Akibat Pemprovsu Singgung Budaya Batak
Terpisah, Sekretaris Komisi A DPRDSU, Dr Jonius TP Hutabarat, SSi, MSi, kepada www.MartabeSumut.com, Selasa pagi (11/2/2020), mengatakan, apa yang disuarakan masyarakat Sumut saat aksi damai #SaveBabi merupakan akumulasi kekecewaan terhadap sikap Gubsu dan Pemprovsu yang beberapa kali mengeluarkan statemen kurang bijak. Mantan Kapolres Taput ini mengungkapkan, komentar Gubsu dan Pemprovsu kerap menyinggung kehidupan maupun nilai-nilai budaya orang Batak. “Mulai dari wisata halal bahkan saat serangan virus ASF. Kita dengar ada juga kebijakan Gubsu mau memusnahkan babi. Saya rasa puncak kekesalan semua etnis Batak,” cetus Jonius via saluran WhatsApp. Wakil rakyat membidangi hukum/pemerintahan ini melanjutkan, aksi yang dilakukan masyarakat Batak, peternak babi, pengusaha rumah makan dan para aktivis, kemarin, itu mengisyaratkan pesan moral khusus yang patut diperhatikan serius oleh Gubsu Edy Rahmayadi maupun Pemprovsu. Wakil rakyat asal Dapil Sumut 9 Kab Taput, Kab Tobasa, Kab Samosir, Kab Humbahas, Kab Tapteng dan Kota Sibolga itu memastikan, mayoritas warga Batak dan peternak babi di penjuru Sumut sudah sering mengeluhkan ternak yang mati. Baik kepada Pemprovsu, Dinas Ketahanan Pangan Peternakan se-kab/kota di Sumut bahkan lembaga DPRDSU.
Gubsu Hati-hati Berkomentar
Artinya, timpal Jonius lagi, warga meletakkan harapan besar kepada Gubsu, Pemprovsu dan Dinas Ketahanan Pangan Peternakan se-kab/kota Sumut untuk turun menanggulangi masalah secara bijak. Bukan malah membuat publik risau, melepaskan komentar-komentar tidak produktif dan terkesan kurang berempati melihat musibah yang melanda masyarakat. Bila perlu, terang Jonius, setiap ternak babi yang mati harus didata. Kemudian ada pemberian bantuan terhadap semua peternak yang mengalami musibah. “Disinilah peran pemerintah dan negara mutlak hadir ke tengah-tengah masyarakat. Saya yakin, dengan adanya aksi #SaveBabi, Gubsu, Pemprovsu dan kementerian pusat bisa membuka mata hati dalam melihat penderitaan masyarakat peternak babi,” ingatnya.
Bagi Politisi Partai Perindo itu, kasus virus ASF di Sumut telah menyentuh sendi-sendi dasar kehidupan budaya etnis Batak. Sehingga DPRDSU akan konsisten mengawal apa-apa yang dikeluhkan/diserukan masyarakat Sumut, untuk selanjutnya mengkritisi kebijakan Gubsu, Pemprovsu, Pemkab dan Dinas terkait. “Kami minta Gubsu dan Pemprovsu tidak memunculkan kebijakan yang kabur tentang ternak babi. Jaga komentar, jangan sampaikan kata-kata yang meresahkan rakyat. Tanggulangi masalah peternak dengan memberi kompensasi kerugian. Kami di DPRDSU siap memperjuangkan kepentingan rakyat agar dijalankan pemerintah,” tutup Jonius. (MS/BUD)