www.MartabeSumut.com, Medan
Fenomena keberadaan desa “hantu” alias desa fiktif pada beberapa wilayah Indonesia ternyata muncul juga di Provinsi Sumatera Utara (Sumut). Menerpa 3 kabupaten Sumut diantaranya Kab Madina, Kab Nias Barat & Kab Deli Serdang. Realitas itu pun akhirnya dihubungkan dengan masalah dana desa yang dikucurkan pemerintah pusat untuk setiap desa sekira Rp. 900 juta – Rp 1 Miliar.
BACA LAGI: Red Zone Narkoba, 5.417 Desa di Sumut Belum Maksimal Wujudkan Program “Bersinar”
Kendati belum percaya sepenuhnya, tapi Kepala Dinas (Kadis) Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Provinsi Sumut, Ir H Aspan Sofian, MM, mengungkapkan 3 kabupaten yang diduga memiliki desa fiktif. Pantauan www.MartabeSumut.com saat Rapat Kerja (Raker) Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU) membahas realisasi serapan anggaran 2019 dan program 2020, Kamis pagi (6/2/2020) di gedung Dewan Jalan Imam Bonjol Medan, Aspan menjawab legislator seputar desa fiktif di Sumut. Didampingi Sektetaris Dinas PMD Sumut Barita Sihite dan beberapa jajaran pejabat Dinas PMD Sumut, Aspan menyatakan belum tahu persis apa defenisi dari desa fiktif. “Soal desa fiktif, saya belum tahu ciri-cirinya. Di Sumut pernah diisukan ada desa fiktif,” akunya.
Dia pun mencontohkan 1 desa di Kota Nopan Kab Madina yang disebut-sebut fiktif. Jumlahnya mencapai 17 KK dengan penduduk 56 jiwa. Lalu ada pula 5 desa di Kab Deli Serdang. Desa itu dinilai Aspan tetap eksis namun penduduknya selalu berkurang. Selain itu, singkap Aspan lagi, terdapat juga 12 desa di Kab Nias Barat. “Benarkah karena dana desa ? Benarkah ada masalah dalam penggunaan dana desa ? Bisa ya dan bisa tidak. Sebab dari total 5.417 desa di Sumut, semua sudah punya nomor register dari Kemendagri. Masalah yang terjadi telah kita sampaikan ke Kemendagri,” ujarnya.
Ibu-ibu Ujung Tombak Desa
Aspan melanjutkan, salah satu ujung tombak pembangunan desa sebenarnya di tangan ibu-ibu dan tim penggerak PKK. Sehingga setiap sektor pembangunan seharusnya melibatkan ibu-ibu dan PKK. “Anggaran PKK di kab/kota Sumut justru sangat kecil. Paling Rp. 200-300 juta. Binjai merupakan 1 daerah percontohan nasional ibu-ibu PKK. Binjai dapat 2 kategori nasional yaitu penataan lingkungan serta pengelolaan pustaka,” ungkapnya. Oleh sebab itu, Aspan meminta dukungan DPRDSU dalam penguatan kegiatan pelatihan-pelatihan warga desa untuk TA 2021. Dia menegaskan, butuh sekira Rp. 1 Miliar untuk melatih 250 orang warga desa. “Kita hanya butuh 250 desa atau 250 orang lagi agar mencapai target nasional. Kita minta yang jadi peserta pelatihan adalah bendahara umum dan bendahara barang desa. Mohon dukungan Komisi A DPRDSU untuk pemberdayaan masyarakat desa di Sumut,” simpul Aspan, sembari menginformasikan, Dinas PMD Sumut memiliki 66 pegawai ASN/PNS serta 12 non ASN.
BACA LAGI: DPRDSU Bahas FDT 2020, Ingatkan Kadis Pariwisata Sumut Jadwal Tepat & Swasta Ketua Panitia
Benahi Sektor Hulu
Sebelumnya, Ketua Komisi A DPRDSU Hendro Susanto, mempertanyakan dugaan keberadaan desa fiktif di Sumut lantaran niat mengambil dana desa. Pada sisi lain, politisi PKS itu meyakini urgensi peningkatan wawasan warga desa demi mendorong sikap sadar hukum, ikut dalam pembangunan serta menjaga kesehatan diri, keluarga dan lingkungan. Masyarakat disarankannya mulai berperan membenahi sektor hulu. Artinya, timpal Hendro lagi, ketika bicara soal kesehatan, maka berapapun negara punya uang menata Jaringan Kesehatan Nasional (JKN) pada sektor hilir, tidak akan pernah cukup bila urusan hulu belum dibenahi. “Baru 5 tahun terakhir pemerintah kita membenahi hulu. Coba Dinas PMD Sumut ikut menata persoalan di hulu. Misalnya penguatan peran masyarakat desa atau keterlibatan PKK dalam sosialisasi semangat peduli kesehatan,” imbau Hendro. (MS/BUD)