www.MartabeSumut.com, Medan
Anggota Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU) H Syamsul Qodri Marpaung, Lc, menyarankan berbagai pihak menyiagakan 5 alat berat di dalam sungai-sungai yang melingkupi Kota Medan. Tujuannya untuk mengangkat sampah, mengeruk sedimentasi serta memperlancar aliran sungai.
Politisi PKS ini memastikan, seyogianya Pemko Medan punya program pembebasan lahan/bangunan warga yang ada di Daerah Aliran Sungai (DAS). Setelah langkah itu dilakukan, giliran Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) II Medan menerapkan kebijakan pengerokan sungai. “Niscaya banjir tidak melanda penjuru Kota Medan bila semua lembaga pemerintah bersinergi,” tegas Syamsul Qodri, dalam forum RDP membahas banjir Perumahan Bumi Asri Helvetia Medan, Selasa lalu di gedung Dewan Jalan Imam Bonjol Medan. Dia mengatakan, BWSS II Medan memiliki dana pemeliharaan sungai Rp. 900 juta. Artinya, bila anggaran difokuskan menyiagakan 5 alat berat pada beberapa sungai, niscaya dapat memperlancar aliran air, mengambil sampah serta mengeruk sedimentasi sungai. “Tempatkan saja beberapa operator dengan pembagian shift kerja. Tugasnya cuma memantau sungai,” ujarnya.
Legislator asal Dapil Sumut V Kab Asahan, Kota Tanjungbalai dan
Kab Batubara tersebut meyakini, 5 alat berat yang bekerja setiap hari di
dalam sungai bisa jadi solusi temporer mengatasi banjir di Medan.
Selain itu, ada pula program jangka panjang yang melibatkan penguasa
daerah. Sebelum Medan tenggelam, ucap lagi, para pemegang kekuasaan di
Kota Medan, Provinsi Sumut, Kab Deliserdang dan pusat harus bertemu
menyikapi ancaman banjir.
DPRDSU Undang Pemegang Kekuasaan
Pantauan www.MartabeSumut.com,
tampak hadir anggota Komisi D DPRDSU seperti Baskami Ginting, Leonard
Samosir dan Burhanuddin Siregar. Menurut Leonard, DPRDSU urgen mengundang
Gubsu, Kapolda, Pangdam I BB, Walikota Medan, Bupati Deliserdang serta
berbagai pemangku kepentingan untuk menuntaskan masalah banjir. “Masak
gak bisa ? Masalah banjir sudah sangat kompleks. Kita usulkan ke
pimpinan Dewan agar ada rapat besar dengan pemegang kekuasaan,” cetus
Leonard, sembari menegaskan, banjir tidak hanya melanda perumahan tapi
hampir semua wilayah Medan. “Jangan macam gini rapat tikus terus kita
tanpa hasil jelas,” timpalnya lagi. Hal senada dilontarkan Burhanuddin
Siregar. Dia mengatakan, hingga kini keseriusan pemerintah Kota Medan
dan Pemprovsu belum terlihat. “Dimana-mana banjir. Malu kita. Sebentar
hujan, Medan telah banjir. Saya setuju semua stakeholder
terkait dipanggil. Kalo tidak, Medan bakal tenggelam. Jangan begini
terus warga secara parsial mengadu. Mari kita tegas dan kawal bersama
masalah banjir,” imbaunya. Sedangkan Baskami Ginting menyatakan setuju
atas aspirasi berkembang. “Akan kami sikapi. Kita undang semua stakeholder pemegang kekuasaan di Kota Medan, Sumut termasuk Bupati Deliserdang,” ucap Baskami.
Banjir Bumi Asri 1,5 Meter
Sebelumnya,
dalam RDP, warga Kompleks Bumi Asri, Chalidin, mensinyalir, banjir yang
mencapai ketinggian 1,5 Meter bukan masalah drainase tapi akibat Sungai
Baderah tak pernah dinormalisasi. Dia menyebut, sungai pernah dikorek
tapi semakin bersih dikorek semakin deras airan air masuk kompleks.
“Apalagi di hilir sungai belum ada normalisasi,” ungkapnya. Menurut
Chalidin, setidaknya bagian hilir Sungai Baderah mutlak ditanggulangi
lebih dulu. Sebab sejak 1,5 tahun lalu kondisi Sungai Baderah pernah
dibahas pihak USU. “Muncul persoalan di hilir Sungai Baderah karena ada
rumah-rumah dan bangunan liar. Sungai Baderah juga melintasi Kab
Deliserdang,” terangnya, seraya membeberkan, Blok G Kompleks Bumi Asri
paling parah dilanda banjir lantaran air baru surut 1 hari atau 12 jam.
Sedimentasi Sungai Tinggi
Perwakilan
Dinas PU Kota Medan, Edi, menjelaskan, pada 17 November 2018 pihaknya
telah survei ke perumahan Bumi Asri. Masalah serupa dinilainya muncul
melalui usulan Kodam I BB. “Dari Kodam menuju tol Binjai, memang
sedimentasi Sungai Baderah cukup tinggi dan sampah luar biasa. Tanggal
30 November kami diundang rapat di Kodam. Mungkin minggu depan ada
gotong royong mengerjakan pembersihan sampah Sungai Baderah,” akunya.
Pejabat BWSS II Medan, Baktiar, menyatakan, pengerukan Sungai Baderah
pernah dikerjakan namun tidak seluruhnya. Baktiar mengatakan, tahun
2004-2006 sempat pula dilakukan pelebaran Sungai Baderah kecuali dari
Helvetia ke arah hulu, Kodam dan Manhattan. “Kesulitan kami kemarin soal
pembebasan lahan. Pada hulu banyak bangunan di atas sungai. Tapi kalo
dari Helvetia ke hilir, lebar sungai masih normal 10 Meter. Sementara
dari Helvetia ke hulu telah muncul drainase tertier atau penyempitan
Sungai Baderah seperti parit,” singkapnya. Bahkan 2 tahun lalu, imbuh
Baktiar lagi, BWSS II Medan melakukan perawatan khusus di Helvetia
akibat aliran ke hulu menimbulkan penyempitan sungai. Baktiar percaya,
masalah penyempitan sungai terjadi bukan lantaran tidak ada anggaran
perawatan melainkan ketidaksiapan warga dan pemerintah. “Misalnya
pembebasan lahan. Kalo bisa dibebaskan, kami siap kapan saja merawat
sungai-sungai di sekeliling Kota Medan,” janjinya. Pendapat serupa
disampaikan Irdana Abadi Suregar, dari BWSS II Medan. Bagi Irdana, tahun
2019 BWSS menganggarkan pemeliharaan Sungai Baderah sekira Rp. 900
juta. “Tetap saja warga harus setuju pembebasan lahan dan mau membuat
perjanjian. Barulah kami mengerjakan,” tutupnya. (MS/BUD)