www.MartabeSumut.com, Medan
Wakil Ketua Dewan Pakar DPD Partai Golkar Sumut Ir Tengku Said Idris
Pardede angkat suara seputar dinamika berkembang strategi politik
identitas pasca-Pilpres 17 April 2019. Pardede mengingatkan, spekulasi
serta sikap coba-coba elite politik menghembuskan isu negatif Suku,
Agama, Ras dan Antar-golongan (SARA) harus dihentikan.
Berbicara
dari Jakarta melalui saluran telepon, Pardede menegaskan, selain perang
saudara, bukan mustahil NKRI dan Pancasila akan bubar akibat dampak
mengerikan politik identitas. Artinya, pada tingkat elite bahkan
masyarakat bawah, saat ini tidak sedikit yang terimbas dan terpengaruh
penyesatan politik identitas. “Sekarang aja terjadi sikap saling
mencurigai sesama rakyat termasuk rakyat dengan penerintah. Berlangsung
sejak 4 tahun silam. Siapa memicu ini ? Tentulah elite politik
berkepentingan. Tapi cara elite tersebut salah. Merusak semangat
keutuhan bangsa yang majemuk,” geramnya kepada www.MartabeSumut.com,
Senin sore (8/4/2019). Pardede pun mencontohkan kasus beberapa negara
di Timur Tengah yang sampai sekarang masih perang saudara bahkan bubar
akibat memaksakan sistem atau politik identitas. “Hentikanlah, rentan
memicu perang saudara sesama anak bangsa,” cetus Pardede dengan nada
tinggi.
Perkuat Hukum
Oleh sebab itu,
Pardede menyarankan pemerintah memperkuat hukum bersifat antisipasi dini
seperti revisi UU teroris dan UU ITE yang menangkal hoax maupun hatespeech.
Dia mengungkapkan, dulunya teroris tidak dapat ditangkap bila belum
terbukti melakukan teror. Namun sekarang aparat boleh mencegah ketika
niat teroris sudah tercium. Nah, untuk menjamah gerakan politik
identitas yang membahayakan NKRI, Pardede meminta pemerintah dan DPR RI
merumuskan regulasi baru. “Saya rasa wacana ini perlu dibicarakan. Lihat
saja, gerakan politik identitas mulai dilakukan sedari 2014, 2019 dan
bukan mustahil 2024 kelak. UU mutlak diperkuat. Gak bisa diimbau-imbau
lagi karena mereka punya tujuan tersembunyi. Politik identitas harus
kita lawan dengan perkuatan UU,” yakin Pardede. Bagi politisi yang juga
menjabat Ketua Horas Halak Hita (H3) tersebut, permainan elite
menghalalkan segala cara dengan membenturkan SARA (politik identitas)
patut dilawan bersama. Hingga kini partai koalisi Jokowi dinilainya
mampu menangkal dengan berbagai program sosialisasi penguatan Pancasila.
“Kita butuh regulasi baru dalam mempidana orang yang bawa-bawa SARA
untuk kepentingan politik,” terangnya.
Mengukur Kekuatan
Pada
sisi lain Pardede mensinyalir, masifnya strategi politik identitas
tidak terlepas dari maksud-maksud pihak tertentu yang sedang mengukur
kekuatan kelompoknya. Bila dulu ada partai “G” yang “jualannya”
nasionalis, ternyata sekarang terjebak dengan praktik politik identitas.
Idiologi Parpol seperti itu dianggap Pardede banci alias “berkelamin
ganda”. Dalam artian, simpul Pardede lebih jauh, Parpol yang
bermain-main dengan politik identitas akan terkubur dan ditinggalkan
rakyat. Oleh sebab itu, Pardede mengajak pemerintah memperkuat UU untuk
melawan strategi politik identitas sekaligus menjamin kokohnya
NKRI/Pancasila. Selain itu, masyarakat perlu dididik secara
berkesinambungan agar melek ancaman politik identitas. Kepada masyarakat
luas, Pardede mengimbau selalu jeli dan waspada menyikapi kelompok
apapun yang menghembuskan isu SARA (politik identitas). “Hanya Pancasila
“ajimat” sakti perekat NKRI. Strategi politik identitas meraih suara
rakyat saat Pemilu berpotensi memecah belah rakyat. Saya pilih Jokowi
karena komitmen beliau nyata menjaga Pancasila, NKRI serta kesejahteraan
umum. Pak Jokowi sangat serius membangun Indonesia. Kalo masih ada yang
kurang, wajar saja dan sangat manusiawi. Makanya perlu dilanjutkan
2019-2024 demi menuntaskan program tersisa,” tutup Pardede diplomatis. (MS/BUD)