Kendati mengaku kecewa terhadap kiprah sebagian besar anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU), toh H Alamsyah Hamdani, SH, tetap memiliki tekad besar memperjuangkan kebutuhan masyarakat. Bagi dia, masih ada anggota DPRDSU yang komit diajak untuk tidak terpenjara oleh sistem kaku, gaya hidup hedonis (bersuka ria secara material) hingga kebiasaan nyaman menikmati uang rakyat namun tak menampakkan perbuatan apa-apa.
Selaku pembaca, apakah Anda menilai otokritik Alamsyah
Hamdani itu tergolong ‘meludah ke atas’ atau memang menyampaikan fakta kekinian dari lembaga yang
digeluti? Terlepas dari apapun tanggapan orang, namun pancaran jiwa
dan ungkapan perasaan hati yang paling dalam dari seorang Alamsyah
Hamdani spontan menyatakan tidak
risau bila sorotan tentang kinerja lembaga/anggota DPRDSU akan dianggap
berseberangan dengan banyak kalangan di DPRDSU.
Pantas
diketahui, awalnya anggota Komisi A DPRDSU dari Fraksi PDIP ini enggan
diwawancarai terkait profil hidup. Alasannya juga sederhana
yaitu kebiasaan diri mengerjakan sesuatu diam-diam tanpa perlu publikasi
atau tebar pesona. Namun saat didesak menyangkut topik memudarnya
kiprah anggota DPRDSU menjalankan fungsi kontrol, legislasi dan budget, politisi yang duduk di DPRDSU masa bakti
2009-2014 itu langsung terbuka dan blak-blakan. “Saya kecewa pada institusi DPRDSU dan sebagian besar anggota
Dewan. Lembaga ini terhormat tapi tidak bisa berbuat apa-apa,” ucap
Alamsyah Hamdani secara khusus kepada Jurnalis MartabeSumut Budiman Pardede, pekan lalu, sekira pukul 12.00 WIB di ruang kerjanya Fraksi PDIP.
Pada
detik berikut Alamsyah Hamdani sudah terlihat memperbaiki cara duduk.
Menyunggingkan senyum sembari mempertontonkan gaya khasnya yang
cenderung low profile. Siapa sangka, ketenangan penampilan
dirinya selama ini ternyata sirna berganti uneg-uneg yang dilepaskan
tanpa ‘tedeng aling-aling’. Apa tidak khawatir kalimat Ada itu bakal mengganggu anggota Dewan lain? Lagi-lagi Alamsyah Hamdani justru tersenyum kecil. Menurut dia, apa
yang diungkapkan adalah suatu kebenaran dan realita berdasar kinerja
lembaga.
Tatkala ditelisik lebih jauh, pria kelahiran Medan 26 Maret 1957 ini semakin menampakkan aura kecewa berbalut keinginan luhur melakukan perubahan. Menurutnya, sekarang ini tidak sedikit anggota DPRDSU rela dipenjara oleh sistem status quo yang dikondisikan nyaman, aman, tentram dan tidak perlu repot-repot memikirkan persoalan masyarakat. Celakanya lagi, imbuh Alamsyah Hamdani, sangat banyak pula anggota DPRDSU yang terlelap dan membiarkan kondisi tersebut berjalan apa adanya. Sementara fasilitas/kemudahan-kemudahan yang sudah diperoleh ditegaskannya bersumber dari kantong rakyat yang patut diikuti peningkatan kinerja. “Lembaga dan anggota DPRDSU wajib konsisten terhadap kepercayaan konstituen maupun masyarakat Sumut. Janganlah kita biarkan sistem dibengkokkan padahal kita tahu itu salah,” sesal anggota Dewan membidangi hukum dan pemerintahan.
Alamsyah Hamdani mencontohkan, banyaknya keluhan masyarakat yang datang ke DPRDSU akhir-akhir ini terkesan sering dibiarkan berlarut-larut. Belum lagi draft berbagai perangkat peraturan daerah yang orientasi penyusunannya kurang berpihak kepada kepentingan umum. Alamsyah Hamdani pun menyatakan sadar betul bahwa realita yang tengah disampaikan akan menimbulkan pro kontra orang-orang di DPRDSU. “Kita berharap muncul kesadaran melalui koreksi. Sebab saya sangat percaya lembaga DPRDSU ini bisa berbuat banyak untuk daerah dan masyarakat luas, bukan malah terpenjara sistem status quo,” tegasnya.
Sederhana
Berbicara tentang sosok Alamsyah Hamdani memang bukan sesuatu yang terkategori wah. Orangnya sederhana, bersahaja dan tidak suka banyak bicara. Bagi elite, politikus atau insan Pers, figur Alamsyah Hamdani juga bukan asing lagi di telinga. Wajar, karena sejak 2005 Alamsyah Hamdani pernah dipercaya menjabat Sekretaris PDIP Sumut, ‘maskot’ partai besar berlogo banteng moncong putih yang eksistensinya dipertaruhkan berdasar kiprah maupun jabatan politis. Diakuinya, tanpa pernah mengecap latar belakang pendidikan politik, dirinya justru belajar politik praktis secara otodidak melalui rutinitas sang ayah yang pernah memimpin PNI di Kecamatan Medan Petisah. Pun demikian, teknik berpolitik yang dilakoni suami dari Renoyanti (40) itu jangan pula dianggap remeh. Konsep ‘diam itu emas dan bekerja tidak harus diberitahukan’ kepada publik, kerap dikombinasikan Alamsyah Hamdani kedalam program kerja ril melalui penguatan emosional hubungan terhadap konstituen serta masyarakat. Sedangkan kedudukan lembaga DPRDSU disebutnya harus selalu dimaksimalkan semua legislator untuk memperjuangkan kebutuhan maupun persoalan rakyat. “Diri kita pasti menarik/bermakna kalau menjalin hubungan baik dengan banyak kalangan, terutama memperjuangkan aspirasi pemilih kita,” tegas pemilik hobby sepakbola dan nanton film.
Ilmu Padi
Bungsu dari almarhum Hamdani ini memang pantas diacungi jempol.
Bukan apa-apa, selain mengedepankan gaya ilmu padi makin berisi makin
merunduk, tempaan sang ayah yang tentara (Corps Polisi Militer/CPM),
Penghulu Kampung Petisah Tengah hingga Ketua Partai Nasional Indonesia
(PNI), juga telah memberi bekal luar biasa semenjak dini. Alamsyah
Hamdani menyebut, pola sikap ayahnya sudah tertular jauh-jauh hari
melalui berbagai bimbingan hidup. “Ayah disiplin sebagai tentara, tegas
berpolitik dan menjunjung pelayanan sebagai abdi masyarakat. Itulah
pegangan hidup saya dari dulu hingga sekarang,” cetus Bapak dari Maya
Puspita (20), Raisa Dwi Alamsyah (18) dan Pretty Ashifa (10).
Masa Kecil & Pendidikan
Menghabiskan masa kecil dan pendidikan di Kota Medan, Alamsyah Hamdani gigih menempuh semua strata pendidikan formal. Bangku Sekolah Dasar (SD) diselesaikannya tahun 1966 dari Perguruan KHALSA. Kemudian dilanjutkan ke jenjang SMP KHALSA hingga tamat tahun 1972. Masih di sekolah yang sama, Alamsyah Hamdani kembali menyelesaikan studi tingkat SMA pada tahun 1975. Selesai menuntaskan pendidikan SMA, ternyata Alamsyah Hamdani tidak puas. Menurut dia, ilmu sebatas menengah atas belumlah cukup untuk dijadikan modal menuju kehidupan yang baik di kemudian hari. Alamsyah Hamdani pun memutuskan mengikuti program seleksi Skalu (jalur tes menuju perguruan tinggi negeri-Red). Keberuntungan mengiringi langkahnya. Dia lulus dan berhak belajar di Fakultas Hukum USU sedari tahun 1976. Menariknya, aku Alamsyah Hamdani, dirinya sempat bingung memutuskan program studi karena berbarengan lulus pada jurusan lain. Akhirnya memilih belajar di Fakultas Hukum Perdata hingga tamat tahun 1986. Bahkan karena lambat selesai karena aktivitas di berbagai organisasi kampus, luar kampus dan lembaga bantuan hukum, Rektor USU AP Parlindungan sempat ‘habis akal’ waktu itu. Berniat memberi gelar honoris causa (HC) Strata 1 kepada Alamsyah Hamdani dan beberapa temannya.
Organisasi dan Politik
Pria berpostur 171 Cm dengan berat 61 Kg ini menceritakan, waktu
mulai menimba ilmu di Fakultas Hukum USU tahun 1976, keinginan
berorganisasi memang sudah terpatri di hati. Niat itu disahutinya hingga memulai debut awal sebagai Wakil Sekretaris Gerakan
Mahasiswa Nasionalis Indonesia (GMNI). Dari GMNI dia dipercaya lagi oleh
warga Pemuda Panca Marga (PPM) Kec Medan Barat menjabat Ketua sedari
1978-1979. Disamping aktif berorganisasi, kata Alamsyah Hamdani,
kegiatan pada bidang hukum tetap menjadi bagian yang tidak terpisahkan.
Posisi sebagai Asisten Pengacara di organisasi Lembaga Bantuan Hukum
(LBH) Medan pun dipegang sedari tahun 1982.
Menurut anak ke-6 dari 6 bersaudara itu, pada tahun yang sama dia harus memutuskan masuk menjadi anggota
Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Keinginan aktif di politik
dikatakannya bertujuan untuk mempermudah pemberian bantuan hukum serta
bentuk natura lain terhadap masyarakat yang membutuhkan. “Tahun itulah
saya mulai terjun ke politik secara resmi. Padahal waktu SMA saya sudah
pernah menjadi saksi PNI saat Pemilu,” ungkapnya. Tujuh tahun
bekecimpung pada kegiatan hukum dan politik, tahun 1989 Alamsyah Hamdani
dipercaya sebagai Pejabat Direktur LBH Medan. Selanjutnya diangkat lagi
menjadi Direktur LBH Medan pada tahun 1990-1996.
Sepak terjang pemakai parfum Boucheron tersebut tidak berhenti sebatas organisasi, politik atau lembaga hukum
semata. Melainkan dikembangkan untuk urusan lain semisal lingkungan. Tak
heran, tahun 1990 Alamsyah Hamdani sudah dipercaya menjabat Presidium
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) untuk wilayah Sumut. Dia mendampingi
Ketua Walhi kala itu Mas Ahmad Santosa, mantan Ketua Satgas
Pemberantasan Mafia Hukum RI. “Posisi Ketua Forum LSM Sumut Wahana
Informasi Masyarakat (WIM) juga saya pegang sejak tahun 1995,” kenang pemakai sepatu bernomor 41.
Merasa belum cukup berkiprah di beberapa
organisasi hukum, lingkungan, politik dan LSM, ‘penggila’ makanan jenis
kepiting tauco ini kembali mendirikan Yayasan Kasih Sayang Abadi (YKSA)
tahun 2004. Pendirian itu disebutnya dilandasi rasa miris tatkala
menyaksikan bencana gempa dan tsunami yang melanda Aceh-Nias tahun 2004.
Dia menyatakan terinspirasi untuk tampil berbuat dengan landasan
membantu masyarakat pada sektor pendidikan maupun perumahan. Singkat
cerita, dengan bendera Yayasan Kasih Sayang Abadi (YKSA) yang
didirikan, Alamsyah Hamdani menyusun program pendirian rumah serta
fasilitas pendidikan di daerah tersebut. Selanjutnya menjalin kerjasama
dengan Yayasan Sheng Yen Education Foundation Taipei, Darma Drum
Mountain (DDM) Taipei dan Palang Merah Taiwan (Taiwan Red Cross
Organization).
Obsesi dan Caleg PDIP ke DPRDSU 2014-2019
Lalu, masih adakah obsesi lain yang ingin dicapai kedepan?
Anggota Dewan asal Dapil Kab Sergai dan Kota Tebingtinggi ini justru
tersenyum simpul. Baginya, kini tak ada lagi yang muluk-muluk kecuali
mensyukuri berbagai karunia yang telah diterima dari Tuhan. Posisi
sebagai wakil rakyat di DPRDSU dipastikannya akan terus dimaksimalkan
kendati banyak tantangan internal maupun eksternal. “Basic aktivitas
saya sekarang adalah hukum, politik dan lingungan. Jangan bengkokkan
sistem di DPRDSU ini karena hasilnya bisa bagus dan bisa membunuh. Saya
ingin bermanfaat bagi masyarakat luas dan daerah Sumut,” cetus Wakil
Ketua PDIP Sumut tersebut. Di akhir percakapan, Alamsyah menyempatkan
diri mengajak warga Sumatera Utara yang berdomisili di Kab Serdang
Bedagai (Sergai) dan Kota Tebing Tinggi
untuk mencoblos tanda gambar dirinya Nomor Urut 1 sebagai calon
legislatif (Caleg) DPRDSU periode 2014-2019 dari Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDIP/tanda gambar Nomor 4) Daerah Pemilihan Sumut
IV. “Saya mohon doa dan dukungan
masyarakat supaya bisa mengabdikan diri lagi ke lembaga DPRD Sumut
melalui Pemilu
Legislatif tanggal 9 April 2014,” tutupnya berpromosi, tatakala
dikonfirmasi ulang MartabeSumut, Senin (9/12/2013) di gedung DPRDSU. Selamat membuka pintu ‘penjara DPRDSU’ Bang Alamsyah! (Budiman Pardede/Foto-foto: MartabeSumut/IKLAN PROFILE PARIWARA)