2014, Tak Ada yang Tak Bisa Kecuali Tak Mau..!

Bagikan Berita :

Bagi saya, Tumpal Sihite, SH, adalah sosok guru yang banyak mengajarkan bermacam-macam ilmu, pengetahuan dan teknik mengelola organisasi. Khususnya sekira tahun 1990 saat saya memulai derap aktivitas ekstra kampus di Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Pekanbaru. Selain guru, Tumpal juga termasuk teman yang baik dan sahabat yang tidak menjengkelkan.

Tumpal Sihite itu orang pintar yang tidak kenal mengingkari kata-kata sendiri bak kebanyakan politikus picisan. Dia mengajarkan saya untuk menghormati setiap 1 huruf yang pernah keluar dari bibir sendiri. Selain itu, Tumpal tidak pelit mengeluarkan tenaga untuk `mendorong` manakala melihat seseorang lambat bergerak. Atau, dia pasti segera berinisiatif `merem` bila langkah kita terlalu cepat. Ketika tahun 1993-1995 saya dipercaya menjadi fungsionaris Badan Pengurus Cabang (BPC) GMKI Pekanbaru, Tumpal merupakan perpanjangan tangan Pengurus Pusat (PP) GMKI di Jakarta berkapasitas `panglima daerah` alias Koordinator Wilayah (Korwil) I Pengurus Pusat (PP) GMKI, yang secara organisatoris bertanggungjawab atas geliat GMKI di wilayah Aceh, Sumut, Sumbar dan Riau. Banyak sekali kegiatan vertikal GMKI Pekanbaru, kala itu, yang mengharuskan Tumpal datang ke Pekanbaru untuk memberikan supervisi, konseling atau pengarahan.

Dari sekian banyak kegiatan bersama Tumpal Sihite, saya mencoba mengingat-ingat dan membuka satu benang biru bersama Tumpal Sihite. Diantaranya tahun 1995 tatkala menyukseskan momentum strategis GMKI Pekanbaru dalam ajang Konperensi Cabang (Konpercab). Secara kebetulan, saya dipercaya memimpin kepanitiaan Konpercab yang tugas intinya melaksanakan pesta demokrasi 3 tahunan. Dalam keseharian sebagai mahasiswa, otomatis waktu saya banyak tersita kuliah sambil tetap mempersiapkan beberapa teknis persiapan kegiatan. Berbagai persoalan dan pergumulan pun tidak sedikit muncul diluar perkiraan. Wajar, mengingat GMKI adalah organisasi kader yang mayoritas anggotanya terbiasa bebas berimprovisasi, bebas berkreasi, bebas berinovasi, memiliki idealisme moral force dan intelektual force serta bangga bersifat amatir (terbatas dana/fasilitas namun tetap militan bertanggungjawab). Nadi organisasi yang cenderung mengajak, membina, mempersatukan, membentuk, mengarahkan perilaku orang per orang, mengelola waktu pribadi, menggerakkan administrasi, menggali sumber-sumber dana, mengelola konflik, memimpin rapat, melakukan audiensi kepada aparat/pejabat/senior/tokoh masyarakat, mencari narasumber, merumuskan rancangan program hingga mencetak stempel atau kop surat, menjadi sesuatu yang jamak dilakukan, diperankan bahkan diperdebatkan sebelum dikerjakan.

Hal-hal seperti itu bukanlah aktivitas aneh bagi kader-kader GMKI di penjuru Tanah Air bahkan yang tersebar di belahan dunia ini. Karena geliat tersebut sudah menjadi `makanan` sehari-hari dan memang merupakan kurikulum pendidikan kader formal semenjak dini diterima sebagai anggota. Pun demikian, kendati begitu kuatnya pengkaderan GMKI yang pernah saya pelajari bertahun-tahun, toh 3 hari menjelang hari “H” Konpercab, sebagai Ketua saya tidak luput dari hantaman perasaan down (putus asa). Pasalnya, dana yang dikumpulkan panitia selama 1 bulan ternyata sangat minim sementara biaya besar untuk tempat dan konsumsi menuntut pembayaran 50 persen di depan. Saat-saat down seperti itu, Tumpal, yang telah beberapa hari bertandang ke Pekanbaru dan saya harapkan berinisiatif mencari solusi, awalnya justru tidak ambil pusing. Dia memang sengaja menunggu saya panik sambil hilir mudik bercerita tak tentu arah seraya “ngopi” seenaknya di sekretariat panitia Jalan Thamrin 17 B Gobah Pekanbaru. Saya benar-benar melihat Tumpal tidak terbeban sehingga memunculkan kekesalan memuncak dan akhirnya melepaskan pernyataan pengunduran pelaksanaan kegiatan karena panitia tak bisa mengumpulkan dana secara maksimal.

Bukannya Tumpal terlihat berempati dengan keluhan saya, dia malah enteng tersenyum kecil sambil optimis mengatakan; “Bud, dalam perguruan Shao Lin, tak ada yang tak bisa kecuali tak mau”. Saya pun makin `gemes` mendapati jawaban Tumpal. Singkat cerita, Tumpal akhirnya menerjemahkan definisi ‘tak ada yang tak bisa kecuali tak mau’. Dia mulai sigap memposisikan diri sebagai teman yang baik dan sahabat yang tidak menjengkelkan. Kemudian meminta saya menginventarisir keperluan mendesak panitia tanpa memusingkan dana yang tersedia di kas bendahara. Saya kembali bingung dibuatnya. Namun Tumpal kembali menyederhanakan; “bila kita mau, niscaya semua bisa dilakukan”. Sikap `pede` Tumpal tersebut tiba-tiba memotivasi adrenalin saya. Masalah proposal belum terjawab, atau dana minim, sementara waktu pelaksanaan sudah ‘mepet’, bagi Tumpal sepele dan bisa dicarikan jalan keluarnya melalui upaya pengajuan bantuan berbentuk ‘natura’. Artinya, Tumpal membawa saya pada tataran pemikiran permintaan bantuan ‘barang’ yang bermakna ditanggung oleh orang-orang tertentu. Saran Tumpal langsung saya aminkan. Dalam tempo 1 hari saya sudah bisa mencari ‘orang-orang tertentu’ berkompeten yang jauh-jauh hari memang saya yakini memiliki hubungan emosional/komunikasi baik. Apa yang dikatakanTumpal ternyata tidak isapan jempol belaka. Membuahkan hasil karena`orang-orang tertentu’ yang saya konfirmasi berkenan menanggung biaya konsumsi makan, snack, hingga sewa tempat kegiatan. Konpercab akhirnya sukses terselenggara dengan menghasilkan kepengurusan baru. Menariknya, sampai garis bawah ini Anda baca dan sengaja saya dedikasikan kembali untuk mengenang Tumpal Sihite, lubuk hati yang paling dalam kesulitan menyembunyikan kekaguman terhadap wejangan ‘tak ada yang tak bisa kecuali tak mau’. Tumpal telah mendorong saya melahirkan sikap mandiri dan inspirasi luar biasa yang menuntun pada sikap improvisasi taktis menanggapi situasi sulit bersifat insidentil. Tumpal mengajarkan saya bagaimana menilai orang (anggota Panitia) yang cuma pandai berkata-kata, berjanji kosong atau sekadar basa-basi belaka. Tumpal melatih saya agar tidak terjebak dengan sikap-sikap pihak manapun yang bermaksud menjatuhkan dan tidak mendukung kreativitas diri yang positif. Bahkan Tumpal juga mengingatkan saya agar selalu bisa dipercaya orang lain melalui sikap maupun perkataan. 


Selamat Tinggal 2013

Kita tinggalkan sejenak cerita pribadi bersama Tumpal Sihite. Tanpa terasa tahun 2013 sudah terlewati. Seperti sekilas rasanya atau baru saja menolehkan leher melihat ke belakang. Padahal, cukup panjang pergumulan hidup mengiringi perjalanan waktu selama 365 hari yang menorehkan suka, duka, derita, ceria,masalah, bahkan kerisauan. Kini tahun 2014 ada di hadapan. Kalau tahun 2013 mempunyai masalahnya sendiri, sudah barang tentu tahun 2014 juga menyimpan situasi lain yang sulit diprediksi. Namun bila menelisik  pengalaman pribadi di atas bersama Tumpal Sihite, sang guru, senior dan sekaligus sahabat, yang pada tahun 1999 telah pergi selama-lamanya menghadap Sang Pencipta karena sakit mendadak, adalah nyata dan tidak mungkin lekang dari ingatan. Garis Bawah ini sudah saya tuliskan saat memasuki tahun 2012 lalu. Tapi sekarang memasuki tahun 2014 saya pertontonkan kembali kepada publik dikarenakan Tumpal meninggalkan banyak kenangan bajik yang pantas dicontoh publik dunia. Melalui tulisan ini saya mau menggarisbawahi, Tumpal Sihite telah berhasil mewariskan semangat/motivasi yang masih mengkristal kuat dan pantas dibeberkan terus sebagai bahan refleksi berlalunya 2013 dan bekal resolusi menapaki 2014.

Tak ada yang tak bisa kecuali tak mau. Satu kalimat memiliki 8 suku kata yang menyisakan legacy (warisan) bukan bersifat pribadi lagi namun bermakna luar biasa bila dihubungkandengan kondisi kekinian masyarakat Indonesia. Wejangan yang ditinggalkan Tumpal Sihite kepada saya memang cerita tentang hubungan pribadi. Tapi lebih dari itu teramat sakral dijadikan landasan menembus tantangan/rintangan hidup tahun 2014, yang kemungkinan lebih kompleks dibanding2013. Bukan apa-apa, sadar atau tak sadar, berbagai hal positif sederhana yang belum bisa atau tidak mau dilakukan pada tahun 2013, seyogianya menuntun kelahiran kesadaran di tahun 2014 andaikan kita meminjam kalimat bijak TumpalSihite : tak ada yang tak bisa kecuali tak mau. Sebut saja, mulai bisa belajar tersenyum manis di sekitar orang lain walau kondisi sulit, bisa berlatih sabar agar bijak menanggapi masalah, mau berbagi/menebarkan kasih sehingga bisa mengerti arti kehidupan di sekitar dan berperilaku jujur menghormati kata-kata sendiri supaya bisa merajut kebahagiaan diri mau pun orang-orang di sekeliling kita. Itu masih sebagian contoh kecil saja. Mungkin jadi masih banyak kata-kata `bisa` lainnya yang belum terbilangkan tapi sangat sering kita ganti dengan kata `tak mau`. Saya mau mengatakan, kata bisa sebenarnya tepat sekali dipakai untuk menghapus kebebalan perilaku alias`ketidakmauan` yang membelenggu semasa tahun 2013.

Pada sisi lain, legacy ‘tak ada yang tak bisa kecuali tak mau’ boleh pula diarahkan untuk mencermati geliat teman, saudara, keluarga, masyarakat, aparat, pejabat dan birokrat pemerintah yang selalu ada di dekat kita. Sangat masuk akal ! Lihat saja maraknya keluhan rakyat di penjuru Tanah Air terkait jebloknya kinerja pemerintah yang korup dan manipulatif. Belum lagi ironi miris sosok sebagian besar wakil rakyat yang kerap mangkir, malas, bolos dan suka mengedepankan kepentingan sesaat. Logikanya, hingga kini rakyat menunggu kemauan serius pemerintah untuk bisa `meletakkan kaki di sepatu orang lain`. Tentu saja kaki `mereka` tidak bakal cocok disandingkan dengan sepatu milik rakyat jelata. Tapi harus dipahami, alangkah indahnya bila tahun 2014 ini`mereka` mau mencoba memasukkan kakinya di sepatu masyarakat dan merasakan sendiri ketidakcocokan. Selanjutnya menanyakan kepada dirinya apakah perlu berempati atas perasaan orang lain yang dizolimi saat berkuasa selama ini dengan mengandalkan kebijakan-kebijakan sesat, kolusi, korupsi, pembohongan hingga perampasan hak-haksipil. Sehingga kerinduan masyarakat terkait disiplin kerja, perbaikan pelayanan administrasi, penegakan hukum/HAM, pemberian rasa keadilan, perwujudan perdamaian tanpa diskriminasi, pengawalan keutuhan-ciptaan bahkan penghentian mental-mental korup bernuansa pembusukan budaya, bisa dan mau dituntaskan serentak pada tahun 2014.

2014, Tak Ada yang Tak Bisa Kecuali Tak Mau

Legacy “tak ada yang tak bisa kecuali tak mau” dari seorangTumpal Sihite 23 tahun lalu itu teramat bijak pula bila dijadikan pedoman dalam menapaki tahun 2014 dengan segudang fakta empiris miris di Republik ini ; Ketika 2013 rakyat harus `keringat darah` semisal mengurus KTP, maka sudah saatnya `saya` mau dan bisa mempermudah urusan masyarakat di tahun 2014. Ketika selama ini `saya` bisa dengan mudah mengatur semua urusan mesti uang tunai, maka kedepannya `saya` harus mau pula membuat semua urusan mesti untuk tuntas. Ketika sejak lama `saya` bisa mempersulit pelayanan administrasi publik, maka mulai besok `saya` akan mau untuk tidak berbelit-belit. Ketika tahun 2013 `saya` bisa tidak punya rasa malu menggerogoti harta negara atau memeras hak-hak rakyat, maka tahun 2014 `saya` patut mau menghidupkan urat malu karena berakibat fatal menjustivikasi rezeki haram kepada darah daging anak/keturunan. Dan ketika `jauh-jauh hari saya` sangat bisa menuntut amplop dalam setiap pengurusan administrasi publik, maka dimasa akan datang `saya` harus mau dengan lantang mengatakan bahwa `apa yang saya kerjakan sudah menjadi tanggungjawab karena negara memang membayar saya untuk semua itu`. Tatkala sepanjang hidup `saya` cenderung bisa menebar kebencian, permusuhan, menghakimi dan menghujat orang-orang lantaran perbedaan suku, agama, ras dan antargolongan (SARA), maka kelak `saya` harus mau mengakui kebinekaan manusia sebagai karunia TYME dan tidak untuk diperdebatkan. Terakhir, ketika tahun 2013 `saya` cenderung bisa membohongi atau menyakiti perasaan teman, sahabat, keluarga bahkan orang-orang di sekitar tanpa rasa bersalah sedikitpun, maka tahun 2014 `saya` wajib mau melahirkan jiwa sportif untuk mengakui melalui perbuatan yang bisa membuat orang tersenyum bangga. Lagi-lagi itu masih sebagian kecil yang terlihat kasat mata dalam rutinitas kekinian dan contoh nyata dari bentuk perilaku yang ada di sekeliling kita. Karena saya sangat meyakini, siapapun Anda dan apapun posisi Anda sekarang, tidak satupun manusia di dunia ini yang tidak bisa menghentikan contoh nyata buruk yang pernah terjadi dimasa silam, selanjutnya bertekad mengubah dengan hal-hal baik.

Akhirnya, kita semua pasti sepakat untuk tetap sepakat menyatakan mau dan bukan berdalih tidak bisa padahal sebenarnya tidak mau. Oleh karenanya, saya menggarisbawahi pula beberapa kata-kata arif dari orang-orang pintar sebagai resep ampuh memasuki tahun 2014; ketika pekerjaan kita tidak dihargai, maka saat itu kita harus bisa belajar tentang ketulusan. Ketika usaha kita dinilai tidak penting, saat itu kita bisa belajar keikhlasan. Ketika hati kita terluka sangat dalam karena disakiti, maka saat itu kita bisa belajar memaafkan. Ketika kita lelah/kecewa, maka saat itu kita bisa belajar arti kesungguhan. Bahkan ketika kita merasa kesepian atau sendiri, sebenarnya saat itu kita bisa melatih ketangguhan. Dan ketika selama ini kita berfikir/berperilaku picik/munafik membenci sesama manusia dalam kepluralan yang ada, sebenarnya saat itu juga kita wajib belajar mengakui anugerah Yang Maha Kuasa. Pertanyaannya sekarang, apakah kita mau? Tetaplah semangat, tetaplah bersyukur, tetaplah bersabar, tetaplah tersenyum dan teruslah belajar. Songsong 2014 dengan aksi mengakui kesalahan, meminta maaf atas segala kekurangan dan belajar saling memaafkan kesalahan. Mari kita mulai mengatakan bisa sebab `tak ada yang tak bisa kecuali tak mau..!` SELAMAT TAHUN BARU 2014.

Share this SambungFacebookTwittergoogle_plusEmailWhatsAppTelegram

Garis Bawah Sebelumnya

Pak Prabowo Subianto Yth, Hentikan Menghina Jurnalis..! (Jawaban kemarahan & kesesatan berfikirnya)Sekali Lagi, Jokowi dari Hati Prabowo Semangat HatiTata PKL Nol, Kini Camat Medan Kota Syahrul Effendi Rambe Bahayakan Lalulintas Akibat SampahJabatan Syahrul Effendi Rambe Camat Medan Kota, Kelakuannya Rugikan NegaraKritik untuk Media & Berantas Narkoba Lebih Gilak Lagi, Mungkin Gak ya?INDEX GARIS BAWAH

Komentar

Bernard Lumbantoruan – bernardlbn@yahoo.co.id – Palembang

Tolong e-mailkan sy no hp atau no pin bb abg ya. Sy kagum dg pemikiran abg & ingin kenalan. Atau nanti sy email ke abg ya no hp & pin bb sy. Sukss s pd abg & martabesumut. Slm dr Palembang bang, horas, Gbu

Bobby Vincent – bobbyv.mtv@rocketmail.com – Medan

Jika kita membaca tulisan diatas secara teliti dan dicermati, tertanam didalamnya suatu pemikiran yang brillian, bagaimana seharusnya kita menyikapi hal apapun yang ada di dalam diri kita, lingkungan kita, kota kita, dan negara kita ini. Tetap berpikiran positip, melakukan suatu tindakan dengan logika yang matang, merupakan salah satu unsur penting dalam keberhasilan hidup. Saya sebagai seorang insuktur dibidng pengembangan potensi (perusahaan, pemerintahan, swasta, masyarakat, dll) sangat setuju dengan topik : “2014, Tak Ada yang Tak Bisa Kecuali Tak Mau..!” oleh Sdr. Budiman Pardede. Sukses selalu martabesumut.com. Bobby Vincent.

Santi Dewi Prianto – santidewip@gmail.com – Jakarta

Kbtlan aja browsing google dan kebaca artikel ini. Jujur aja, melihat judulnya saya jd tertarik membaca. Judunya “seksi” sdgkan isinya menginspirasi diri. What a smart journalist.Teruskan berkaya, salam dr Jkt. Thanks MartabeSumut, wassalam

Erwin S Sihombig – erwin_sshbg@yahoo.co.id – Tebing Tinggi

Pemikirannya membuat mentalku terpacu. Sbg mhs aku setuju dgn kalimat tak ada yg tak bisa kecuali tak mau. Sbb banyak yg sering apatis dan cpt pts asa dlm hidup pdhl blom melakukan apa2. Makasih bang atas pencerahan dan motivasinya. Slmt Tahun Baru 2014 buat abg dan MartabeSumut.com. Horasss

Elvy SS – jr9.elvi@gmail.com – Medan

Tulisan yg memberikan inspirasi bagi mereka yg membacanya. saya pribadi sangat mengagumi tulisan garis bawah ini. BRAVO

Kirim Komentar Anda
Nama:
Kota:
Email:
Komentar:

  
(Masukkan 6 kode di atas)

 
 

Berita Terbaru

Minggu, 28 Juli 2019 | 00:08 WIB

Jujitsu Tempa Mental & Pererat Persaudaraan Lewat Gashuku 2019

Minggu, 28 Juli 2019 | 00:06 WIB

Telusuri Transaksi Mencurigakan & Uang Hasil Kejahatan Korporasi, PPATK Tegaskan 3 Manfaat BO

Sabtu, 27 Juli 2019 | 00:06 WIB

Direktur Perdata Kemenkumham RI: Pencucian Uang, Korupsi & Aliran Dana Teroris Ancaman Dunia

Jumat, 26 Juli 2019 | 00:12 WIB

Ketua PPI Kota Medan Harapkan Purna Paskibraka Dapat Jadi Pemimpin

Jumat, 26 Juli 2019 | 00:09 WIB

Jalan Rusak dan PAD Turun, Kades Buluh Duri Pimpin Blokade Kendaraan PT CSJC

Jumat, 26 Juli 2019 | 00:06 WIB

Tangkal TPPU, Korupsi & Aliran Dana Teroris, Kemenkumham RI Sosialisasi Perpres 13/2018

Kamis, 25 Juli 2019 | 00:10 WIB

Tangani Kekerasan Anak & Perempuan, SLRT Dinsos Deli Serdang Buat Terobosan Inovatif

Kamis, 25 Juli 2019 | 00:06 WIB

Jabatan Kepling Batal, Uang Rp.5 Juta Lewong: Ada Jual Beli Jabatan Kepling di Kel Helvetia Medan ?

Rabu, 24 Juli 2019 | 00:05 WIB

Ganti Rugi Lahan Imbas Jalan Tol Kisaran-Tebing Tinggi, Warga Keberatan Disarankan Cari Celah Baru

Selasa, 23 Juli 2019 | 00:01 WIB

Komisi E DPRDSU Panggil BPJS & Dinkes: PBI Warga tak Keluar,

Bagikan Berita :

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here