Makna Natal, Kasih Tanpa Diskriminasi dan 9 Perilaku Universal

Bagikan Berita :

Saat ini ada sekira 7 Miliar populasi manusia di muka bumi. Dari jumlah tersebut tak satupun pernah merencanakan (apalagi) meminta supaya dilahirkan beragama Nasrani, Islam, Budha, Hindu, penampilan menarik, bersuku Jawa atau spesifikasi lain. Semua hakiki (achievement) dalam bingkai kemajemukan yang mustahil diperdebatkan. 

Garis Bawah ini dituangkan tidak sekadar ‘menggelitik’ umat Nasrani yang kebetulan merayakan Natal setiap tahunnya tanggal 25 Desember. Namun lebih dari itu, sengaja dituliskan dengan maksud ‘menggugat’ kiprah jati diri anak manusia secara universal di era kekinian berdasarkan konteks hakiki di atas. Timbul pertanyaan, apa yang harus dilakukan umat Nasrani dalam menyambut Natal atau lajim disebut peringatan kelahiran Yesus Kristus ? Sebelum menjawab itu, ada baiknya terlebih dulu dipahami makna harfiah kelahiran yang berarti kemunculan kehidupan baru secara fisik. Kelahiran atau kehidupan baru pastilah memunculkan tanda-tanda sifat manusiawi seperti rasa haru, bangga, senang, pelestarian keturunan, pewarisan nilai-nilai bahkan peletakan harapan-harapan. Tak heran, bila seorang manusia lahir ke dunia, semua orang akan bangga menyambut kedatangannya dan mempersiapkan pemberian nama, acara pesta besar hingga publikasi penyiaran sukacita ke-7 arah mata angin.

Itu kalau menyangkut kelahiran manusia biasa. Sedangkan Yesus Kristus, yang diyakini umat Nasrani sebagai manusia yang dilahirkan ke dunia sebagai Mesias atau Juru Selamat, lahir dari kandungan perempuan perawan bernama Maria di Kota Betlehem Yudea Palestina tanggal 24 bulan ke-9 (Kislev/kalender Yahudi). Sedangkan kalender Gregorian mempercayai kelahiran Yesus Kristus jatuh tanggal 25 Desember. Berangkat dari sekelumit fakta kelahiran Yesus Kristus, maka bagi umat Nasrani, kelahiran Juru Selamat Yesus Kristus sebenarnya tidaklah sekadar pergi ke gereja pada tanggal 24-25 Desember, berkumpul bersama ikatan keluarga, beramai-ramai dengan teman satu kampung membuat pesta parsahutaon semalam suntuk hingga seremonial formal sesama kolega kantor di gedung mewah. Kelahiran Yesus Kristus tidak pula diukur sebatas tampil cantik, baju baru, sepatu mahal, jalan-jalan ke tempat wisata, kangen-kangenan dengan sanak keluarga atau semangat membuat kue-kue/makanan, mendekorasi rumah maupun gereja. Semua itu ternyata hanya bagian kecil yang tidak tepat lagi ditonjol-tonjolkan karena Yesus Kristus bukanlah manusia biasa yang suka dimeriahkan melalui pesta-pesta menghambur-hamburkan uang tanpa arti.

Makna Natal, Kasih dan 9 Perilaku Universal

Makna kelahiran Yesus Kristus selaku Juru Selamat (Natal) terlalu sederhana bila umat Nasrani masih merayakan dengan perilaku fisik bersifat sesaat. Kesakralan kelahiran Yesus Kritsus ke dunia harus dipandang sebagai momentum strategis diri untuk mampu menebarkan kasih bagi dunia dalam wujud 9 perilaku universal yang tidak mengenal diskriminasi seperti dituangkan nats Alkitabiah Galatia 5:22. “Tetapi buah-buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan penguasaan diri”. Bila nats teologi ini direnungkan serius selama 1 menit saja oleh umat Nasrani atau 7 miliar manusia dunia, ternyata sangat fundamental dijadikan dasar/prinsip maupun pola fikir hidup. Kendati mudah diucapkan, namun sering kali sulit diterapkan. Walau tidak ada 1 hukum yang menentang sikap-sikap tersebut, tetap saja banyak manusia mengabaikannya. Ironisnya lagi, terlalu banyak orang di dunia ini yang cuma ‘pintar’ bicara klise panjang lebar di buku, koran dan majalah. Kemudian ada pula yang ‘jagoan’ membeberkan dalam tulisan-tulisan berisi pandangan positif, motivasi, otobiografi, kisah nyata sukses hingga rubrik tanya jawab televisi berbentuk reality show, entertain edukatif, konsultasi dan sebagainya. Belum lagi propaganda munafik tatkala tampil di radio saat acara dialog, seminar bahkan kegiatan kegiatan lapangan, lagu lagu, film hingga berbagai pemandangan audio visual media. Toh hampir semua upaya-upaya itu terindikasi kepentingan fisik komersial dan pencitraan semu. Tidak berkorelasi dengan perubahan kehidupan melainkan kian jauh dari cara hidup manusia yang dipenuhi kasih tanpa diskriminasi. Makna Natal bagi umat Nasrani yang sejati adalah peristiwa kelahiran Yesus Kristus di hati masing-masing dan meletakkan harapan besar kepadaNya untuk kehidupan baru yang akan dijalani kedepan. Nah, dari makna tersebut, hadirlah perbuatan-perbuatan berlandaskan kasih terhadap sesama manusia dengan ‘membonceng’ 9 perilaku universal tanpa diskriminasi tadi.

Kasih Tanpa Diskriminasi

Saya menggarisbawahi, sudah saatnya umat Nasrani yang tiap tahun memperingati kelahiran Juru Selamat Yesus Kristus mulai bergandengan tangan mencontohkan perilaku kasih tanpa diskriminasi seperti yang dibawa Yesus Kristus ke dunia. Selanjutnya meletakkan harapan perjalanan hidup kepadaNya melalui perbuatan yang tidak lagi meniru atau serupa dengan cara-cara dunia ini. Setelah itu, 9 perilaku universal kasih tanpa diskriminasi dijadikan perisai Natal yang wajib diangkat tinggi-tinggi untuk diperlihatkan kepada 7 Miliar manusia di bumi. Sementara kepada masyarakat umum Indonesia dan penduduk dunia, mari sama-sama mengakui kemajemukan manusia sebagai bentuk hakiki yang mustahil diperdebatkan. Apapun tugas, fungsi dan tanggungjawab Anda saat ini, semangat mengasihi tanpa diskriminasi melalui 9 perilaku di atas menjadi urgen untuk dibuktikan. Sebab sangat tidak bijaksana rasanya bila kita masih saja tetap menjalani hidup fanatik munafik sementara fakta sikap yang terlihat justru berada pada titik nadir. “Kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan penguasaan diri” adalah 9 kata kerja yang sering terdengar namun sangat jarang dipraktikkan. Kenapa ? Sebab sikap ego dan merendahkan keberadaan manusia lainnya selalu berhasil mematahkan semangat mengasihi itu. Pada era kekinian tidak sedikit lagi orang berlomba-lomba mempertontonkan tabiat bangga memusuhi/membenci manusia minoritas karena berbeda agama/suku (bukan damai sejahtera). Lalu beramai-ramai merencanakan niat pamrih atas tugas maupun tanggungjawab sehingga tak tahu malu lagi merampok/memeras/mencuri yang tidak haknya (bukan penguasaan diri dan bukan kemurahan hati), sewenang-wenang menindas yang lemah (bukan kebaikan) dan menjadi raja tega menyakiti sesama atau orang-orang disekitarnya (bukan sukacita).

Oleh sebab itu, semenjak dini, bila saja kita masih mau jujur mengamati sekeliling, maka makna Natal yang jatuh pada hari Selasa 25 Desember 2012 wajib diterjemahkan sakral oleh umat Nasrani Indonesia secara khusus dan masyarakat Indonesia/penduduk dunia secara umum (non Kristiani). Hal itu menjadi penting mengingat makna Natal berimplikasi pada kelahiran kemauan belajar dari diri sendiri untuk selanjutnya memancarkan positive side effect (rangsangan positif) terhadap kehidupan  lain. Setiap manusia yang masih bernafas saat ini sebenarnya akan benar-benar hidup bila mau belajar seperti cara-cara yang diajarkan Yesus Kristus. Kendati kita lahir/bangkit tidak dari kematian seperti yang dialami Yesus Kristus, tapi setidaknya kita mau mencoba (belajar) bangkit berdasar performance perilaku, kewajiban hidup dan tanggungjawab sehari-hari melalui 9 sikap kasih yang universal. Semua dapat dimaksimalkan dalam kebersamaan melawan persoalan dunia semisal kesombongan, ketidakadilan, penjajahan, kekerasan, kejahatan, kemunafikan, kemiskinan, perampasan hak, perusakan keutuhanciptaan, korupsi dan sejenisnya.

Akhirnya saya mau mengatakan, belajar mengasihi tidak perlu diartikan sempit karena tidak ada hukum positif, hukum agama, hukum adat atau hukum internasional yang menentang itu. Sangat mungkin diaktualisasikan oleh siapa saja dari lingkukan terkecil seperti di rumah sendiri. Kita bisa mulai belajar membawa bekas gelas minuman ke bak pencucian atau menutup pagar rumah tanpa selalu menunggu anak, istri atau memerintah pembantu yang telah lelah satu harian (kebaikan). Sederhana sekali kalau kita mau. Saya juga mau memastikan, belajar mengasihi bukan pula hal yang sulit. Berinisiatif memberi sedekah pengemis di pinggir jalan atau merencanakan pemberian derma terhadap anak yatim piatu pun kita sudah menaburkan kasih (kemurahan hati). Tidak masalah apakah banyak atau sedikit yang bisa kita bagikan. Terakhir saya juga mau mengingatkan, belajar mengasihi jangan pernah dibayangkan rumit. Dengan sikap tidak membeda-bedakan, mempersulit keadaan apalagi meminta duit masyarakat yang mengurus KTP/administrasi kependudukan, maka selaku aparat pemerintah Anda sudah menampilkan wujud kasih tanpa pamrih yang tidak diskriminatif (kesetiaan dan penguasaan diri). Sudah saatnya kita semua termasuk saya untuk belajar mengasihi sesama tanpa diskriminasi. Tak terkecuali apakah Anda seorang masyarakat, aparat, birokrat, pejabat, konglomerat atau penjahat sekalipun. Mari mengasihi kemajemukan umat manusia tanpa melihat latar belakang suku, agama, ras, warna kulit, golongan atau status apapun. Selamat Natal 25 Desember 2012, peace on earth and God Bless Indonesia..!

Bagikan Berita :

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here