Paskah: Belajar Bangkit Melayani, Mengasihi dan Berkorban untuk Sesama

Bagikan Berita :

Pada hari Kamis malam 5 April 2012 seorang teman yang beragama Muslim mengirimkan 1 pesan singkat (SMS) ke ponsel saya. Isinya kira-kira begini; “Yesus Kristus datang ke dunia untuk melayani dan mati disalibkan demi menebus dosa manusia. Selamat Paskah”. 

Pesan itu tentu saja membuat saya tersentak. Pertama disebabkan pengirim pesan datang dari seorang Muslim yang tidak sekadar mengucapkan selamat, tapi menarik satu benang biru tentang kepribadian Yesus Kristus yang datang ke dunia untuk melayani, mengasihi dan rela berkorban menebus dosa manusia. Dan kedua menyangkut ucapan selamat Paskah yang belum tepat waktunya disampaikan namun sangat bisa saya maklumi. Selang beberapa menit saya pun membalas pesan tersebut dengan maksud meluruskannya; “Terimakasih, tapi hari Kamis adalah detik-detik Yesus Kristus disalibkan. Lalu pada Jumat Yesus wafat dan hari ke-3 (Minggu) bangkit dari kematian. Hari Minggu itulah baru disebut Paskah”. Sang teman yang menerima SMS saya langsung membalas lagi. “Ohhh, aku kira Paskah itu besok, hari Jumat”.

Paskah

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan, malam Paskah dimaknai sebagai hari Kamis sebelum jatuhnya Paskah. Dimana malam itu merupakan peringatan perjamuan malam terakhir yang dipimpin oleh Yesus Kristus bersama 12 muridnya. Kata Paskah juga berasal dari bahasa Yunani (Pascha). Bermakna perayaan terpenting dalam tahun liturgi gerejawi. Bagi umat Kristen Paskah identik dengan sosok Yesus Kristus yang oleh Rasul Paulus disebut sebagai “anak domba Paskah”. Jemaat Kristen di dunia hingga saat ini percaya bahwa selama 33 tahun Yesus hidup sebagai manusia, pernah memberitakan kabar sukacita, melakukan mujizat-mujizat, mengajarkan perumpamaan-perumpamaan, disalibkan, mati, dikuburkan dan pada hari ke-3 bangkit dari kematian (antara orang mati). Sehingga Paskah itu akhirnya diyakini sebagai bentuk perayaan hari kebangkitan karena merupakan peristiwa paling agung dalam kehidupan Yesus Kristus. “Dia tidak ada di sini, sebab Dia sudah bangkit” (Matius 28: 6a). 

Bagi orang Yahudi dan bahasa Ibrani, pengertian Paskah berasal dari kata Pesakh. Berdasarkan literatur, ada cara yang ditempuh sebagian pakar/peneliti untuk menentukan hari Yesus Kristus disalibkan. Yaitu dengan mengkaji kalender Yahudi dengan asumsi bahwa Yesus Kristus disalib antara tahun 26 hingga 34 Masehi. Kemudian dihubungkan dengan hari Paskah yang jatuh pada tahun-tahun tersebut. Ada dua kalender tahunan yang disarankan, yaitu tahun 30 dan 33 Masehi. Sementara Rasul Yohanes menuliskan: hari itu ialah hari persiapan Paskah, kira-kira jam dua belas. Kata Pontius Pilatus kepada orang-orang Yahudi itu: “Inilah rajamu” (Injil Yohannes  19:14). Yohannes menulis bahwa Yesus Kristus disalib pada hari persiapan Paskah. Berarti sehari sebelum Pesakh (Paskah Yahudi) yang jatuh pada tanggal 14 bulan Nisan (kalender Yahudi).

Sementara dalam bahasa Inggris Paskah disebut Easter. Merupakan kata bahasa Inggris yang berasal dari akar bahasa proto-Germanic yang memiliki arti “to rise” (bangkit). Dalam bahasa Jerman kontemporer kata “oest” dan dalam bahasa Inggris kata “east”. Keduanya memiliki arti Timur (petunjuk arah saat matahari terbit/to rise — bangkit dari kegelapan malam) di pagi hari. Inilah yang menjadi akar kata untuk “Easter”. Fakta ini tidak hanya menunjuk pada kebangkitan Yesus dari kematian namun juga kenaikan-Nya (to rise) ke Surga saat manusia terangkat (to rise) ke surga bersama-sama dengan Yesus Kristus, dan saat Dia datang kembali untuk menghakimi dunia. Sebagian orang tidak percaya dan menganggap tidak benar bahwa kata “Easter” berasal dari “dewi Oestar” (Germanic) ataupun “dewi Ishtar”(Babilon). Kedua dewi ini merupakan simbol kesuburan yang menunjukkan datangnya musim semi, kehidupan baru serta pembaruan. Penyimpangan kata “Ishtar” dapat dijumpai dalam Alkitab. Sosok pahlawan wanita Yahudi yang bernama “Esther” disebutkan memiliki kerelaan mengabaikan keselamatan nyawa sendiri demi kepentingan bangsanya.

Masih Adakah Semangat Melayani, Mengasihi dan Berkorban?

Teman Muslim yang mengirim SMS kepada saya mungkin jadi belum memahami kapan waktu dan bagaimana pula prosesi/tahapan tragis yang dialami Yesus pada hari Kamis, Jumat, Sabtu dan Minggu. Begitu juga dengan saya dan beberapa pakar teologi yang sampai saat ini masih terus mencari data-data pendukung valid atas peristiwa besar tersebut. Namun itu tidak jadi masalah. Perbedaan kalender Yahudi (saat itu) dan kalender Masehi (saaat ini) tentu saja memungkinkan ada waktu yang terlewatkan dalam pencatatan oleh para penulis (Rasul). Namun intinya, tidak ada satupun yang mengingkari apalagi mempertentangkan kebenaran isi Alkitab yang memuat fakta kehidupan Yesus Kristus, pengajaranNya, perumpamaan-perumpamaanNya, muzizat-muzizatNya, penyaliban hingga kebangkitanNya. Bagi saya, seorang teman yang berbicara tentang pelayanan Yesus semasa hidup, menjadi sangat strategis untuk direnungkan bila dihubungkan dengan makna hakiki Paskah. Paling tidak, 1 pertanyaan sederhana perlu dikaji secara serius mengingat bentuk kehidupan manusia  di era kekinian: Masih adakah semangat melayani, mengasihi dan berkorban antar sesama sekarang ini ? Untuk menjawab itu lebih baik kita lihat dulu situasi diri sendiri, keluarga dan sekeliling. Sebab saya berkeyakinan, saat saya menuliskan garis bawah ini, saya sendiri belum mampu menerapkan hakekat kehidupan Yesus Kristus yang hidup sebagai manusia dan telah banyak mengajarkan makna figur seorang pelayan sesungguhnya, kesempurnaan kasih dan kerelaan berkorban. 

Melayani, Mengasihi dan Berkorban 

Apa yang dilakukan umat Nasrani dunia dalam menyambut datangnya Paskah? Biasanya pada hari Jumat gereja akan menggelar ibadah perjamuan kudus untuk mengenang detik-detik Yesus disalibkan (jemaat minum anggur dan makan roti). Sedangkan pada hari itu juga umat Nasrani memiliki tradisi pergi ke kuburan sanak keluarga untuk beribadah/berdoa. Pertanda ikut merasakan duka yang dialami Yesus Kristus sebelum mati di kayu salib hingga setelah dikuburkan. Lalu pada hari ke-3 (Minggu) umat Nasrani beribadah ke gereja sebagai lambang sukacita atas kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati. Tulisan ini tidak bermaksud mengkaji tanggal, jam dan kapan persisnya Yesus disalibkan hingga bangkit kembali. Sebab dari berbagai wahyu yang dituliskan oleh para rasul, semuanya membenarkan peristiwa penyaliban dan kebangkitan Yesus Kristus. Di awal saya mengatakan tersentak membaca isi SMS seorang teman semata-mata bukan karena dia ‘terlalu cepat’ mengucapkan selamat Paskah melainkan kebanggan terhadap teman Muslim yang memahami konsep pelayanan Yesus Kristus sebagai manusia yang hidup. Bila mencermati sekilas detik-detik Yesus disalibkan, pada hari Kamis malam/dinihari, Yesus masih sempat melakukan jamuan pelayanan terakhir dengan mencuci sendiri ke-12 kaki murid-muridnya. Satu semangat melayani yang terpancar jelas dari sosok yang dipanggil guru dan diikuti sikap mengasihi tatkala Yesus mengetahui muridnya Simon Petrus akan menyangkal diriNya sebanyak 3 kali sebelum ayam berkokok. Sementara Judas Iskariot mengkhianatiNya karena 30 uang keping perak yang disodorkan imam besar yang membenciNya. Toh Yesus tetap mengasihi keduanya kendati sudah mengetahui apa yang akan terjadi dalam waktu beberapa jam kedepan. 

Saya menggarisbawahi, mengacu dasar Teologi Alkitabiah Nasrani, sebenarnya, Yesus Kristus bisa saja melakukan apapun untuk menghindari penyaliban diriNya. Tapi itu tidak dilakukan karena Dia percaya pengorbanan nyawaNya sudah dinubuatkan dan digenapi demi menebus dosa manusia. Yesus tidak menghindari apalagi melakukan perlawanan. Tapi menampakkan kesiapan berkorban setelah 33 tahun menyiapkan diriNya untuk dunia, kesediaan berkorban setelah 3 tahun menyampaikan berita sukacita dengan semangat melayani dan kasih, menempuh perjalanan sekira 3 Km untuk memikul salib, mau tergantung 3 jam di kayu salib, ditembus 3 paku pada kaki dan tangan dan lebih dari 3 Liter darahNya tercurah ke tanah. Setelah wafat, Dia juga harus berada dalam gua kuburan selama 3 hari, untuk selanjutnya bangkit dari antara orang mati.

Paskah, Momentum untuk Belajar Bangkit

Akhirnya, kebangkitan Yesus Kristus (Paskah) merupakan momentum belajar untuk bangkit dalam situasi apapun. Khusus untuk gereja-gereja, Paskah memang dijadikan ajang sukacita karena merasakan kemenangan iman. Menghiasi mimbar dan altar gereja dengan paduan warna putih dan emas. Putih melambangkan kesucian dan kebangkitan setelah kematian, sedangkan emas mengartikan kemenangan setelah mengalahkan maut. Beberapa gereja juga mengadakan jamuan pesta jemaat yang mengingatkan bahwa kematian Yesus Kristus dan kebangkitan-Nya adalah simbol kemenangan dari iblis, kutuk dan dosa. Kebanyakan gereja mengulangi pernyataan tentang kebangkitan Yesus yang diambil dari Injil dan telah dibakukan oleh gereja pada awal abad kedua. 

Sementara menyangkut sikap umat Nasrani dan masyarakat umum sekalipun, jawaban untuk pertanyaan di atas terkait semangat melayani, mengasihi dan berkorban, kini telah menjadi fakta miris yang harus diakui terbuka. Itu pun kalau tidak mau dikatakan berada pada titik nadir. Tiga bentuk kata kerja yang sering terdengar mudah namun mempraktikkannya terbilang susah. Memerlukan kemauan belajar sebab sikap ego dan mengabaikan kepentingan orang lain selalu berhasil mematahkan semangat melayani, mengasihi dan kerelaan berkorban. Sekarang hampir semua orang berlomba-lomba mempertontonkan kebanggaan menindas yang lemah (bukan melayani), menyakiti sesama (bukan mengasihi) dan pamrih atas tugas maupun tanggungjawab sendiri sehingga berani memeras bahkan mencuri yang tidak haknya (bukan berkorban).

Oleh sebab itu, semenjak dini, bila saja kita masih mau jujur mengamati sekeliling, maka Paskah yang jatuh pada hari Minggu 8 April 2012 wajib diterjemahkan sakral oleh umat Nasrani Indonesia secara khusus dan masyarakat dunia secara umum (non Kristiani). Hal itu menjadi penting mengingat makna Paskah seharusnya berimplikasi pada kelahiran kemauan belajar dari diri sendiri untuk selanjutnya memancarkan positive side effect (rangsangan) bagi orang lain. Setiap manusia yang masih bernafas saat ini sebenarnya akan benar-benar hidup bila mau belajar seperti cara-cara yang diajarkan Yesus Kristus. Kendati kita bangkit tidak dari kematian, tapi setidaknya mau mencoba (belajar) bangkit berdasar performace perilaku, kewajiban hidup dan tanggungjawab sehari-hari. Semua dapat dimaksimalkan dalam kebersamaan melawan persoalan dunia semisal kesombongan, ketidakadilan, penjajahan, kekerasan, kejahatan, kemunafikan, kemiskinan, perampasan hak, perusakan keutuhanciptaan, korupsi dan sejenisnya. Belajar melayani tidak perlu diartikan sempit. Sangat mungkin diaktualisasikan oleh siapa saja dari lingkukan terkecil seperti dapur rumah sendiri. Kita bisa mulai belajar membawa bekas gelas minuman ke bak pencucian atau menutup pagar rumah tanpa selalu menunggu anak, istri atau memerintah pembantu yang telah lelah satu harian. Sederhana kalau kita mau. Belajar mengasihi bukan juga hal yang sulit. Berinisiatif memberi sedekah pengemis di pinggir jalan pun kita sudah menaburkan kasih. Sedangkan belajar berkorban jangan pernah dibayangkan rumit. Dengan sikap tidak mempersulit apalagi meminta duit masyarakat yang mengurus KTP/administrasi kependudukan, maka selaku aparat pemerintah Anda sudah menampilkan kerelaan tanpa pamrih. Saatnya belajar untuk bangkit. Tak terkecuali apakah Anda seorang masyarakat, aparat, birokrat, pejabat, konglomerat atau penjahat. Selamat Paskah !

Bagikan Berita :

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here