Panggil PT Indako, Komisi E DPRDSU Deadline Penyelesaian Masalah Pekerja Akhir Februari

Bagikan Berita :

www.MartabeSumut.com, Medan

Setelah 3 kali tidak hadir RDP dengan Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU), manajemen PT Indako Trading Coy akhirnya datang ke gedung Dewan Jalan Imam Bonjol Medan, Kamis siang (7/2/2019). Sekretaris Komisi E DPRDSU Siti Aminah br Perangin-angin, SE, MSP, memberi deadline penyelesaian masalah 65 pekerja sampai akhir Februari 2019.

Pantauan www.MartabeSumut.com, hadir HRD Manager PT Indako Gunawan, Kabid Perlindungan Tenaga Kerja Disnaker Sumut Frans Bangun, pejabat Disnaker Medan, perwakilan pekerja Subagyo dan Reza serta unsur BPJS Ketenagakerjaan. Selaku pimpinan rapat, Siti Aminah menegaskan, tenaga kerja adalah asset perusahaan yang patut dijaga. Siti meminta masalah manajemen PT Indako dengan 65 pekerja diselesaikan melalui solusi terbaik. Apalagi saat ini DPRDSU telah membentuk Pansus Tenaga Kerja. “Kami minta konflik yang ada dijadikan potensi baik dalam menguatkan hubungan harmonis pekerja dan perusahaan. Kalo ada pegawai PT Indako bekerja sampai 24 tahun, pasti perusahaan itu baik selama ini. Saya lihat ada hikmah baik dari persoalan kalian,” yakin Siti. Politisi PDIP itu pun mengajak PT Indako dan pekerja menjadikan masalah sebagai pembelajaran berharga untuk perbaikan. Caranya sangat sederhana. Apa yang merupakan hak karyawan dipenuhi dan apa kewajiban pekerja ditunaikan kepada perusahaan. Siti percaya, perusahaan manapun tidak akan kurang untungnya bila peduli pada karyawan. Dia berharap konflik bisa selesai akhir Februari 2019. “Tolong ya PT Indako jangan kecewakan kami. Kasih kami waktu dalam bulan ini menyelesaikan. Ayo kita buat rakyat sejahtera dan perusahan makin maju. SK Pansus Tenaga Kerja sudah kami terima 2 hari lalu. Doakan kami dan dukung kami agar bisa membereskan masalah-masalah tenaga kerja di Sumut,” imbau Siti.

Hak 65 Pekerja tak Dipenuhi

Sebelumnya, masih pantauan www.MartabeSumut.com, perwakilan pekerja, Subagyo, membeberkan, sedikitnya ada 65 pekerja PT Indako yang hak-haknya tidak terpenuhi. Diantaranya bagian gudang 9 orang, ekspedisi 53 orang dan 3 driver picking out pengambilan unit sepeda motor untuk diantar ke dealer. “Ada masalah pekerja harian lepas yang sampai 24 tahun tidak diangkat jadi pegawai tetap sesuai peraturan. Saat kami minta penjelasan status, malah kami dimutasi perusahaan dengan alasan penyegaran,” cetusnya. Subagyo menilai, pihak perusahaan juga menghalangi-halangi pegawai berorganisasi. Yaitu dengan memutasi aktivis serikat pekerja, PHK sepihak serta tidak membayar gaji pekerja. “Inilah yang kami laporkan ke Dewan. Saya ingin bekerja lagi tapi perusahaan tak izinkan. Masak kerja bertahun-tahun namun status tak jelas lantaran tidak diangkat karyawan tetap. Saya memang tolak mutasi ke Padangsidimpuan. Alasan manajemen tidak masuk akal dengan menyebut penyegaran atau kekurangan pekerja di sana. Makanya saya tolak dan saya dianggap mengundurkan diri,” singkapnya, sembari memastikan masih mau bekerja tapi ditolak perusahaan. Pada sisi lain, Subagyo mempersoalkan pula upah sektoral sesuai SK Gubsu tahun 2018 yang tidak dijalankan PT Indako. Namun celakanya, tatkala pekerja menuntut kejelasan status dan upah sektoral, perusahaan justruĀ  menerapkan mutasi, PHK bahkan mengintimidasi. “Saya pengurus serikat pekerja yang tidak boleh diintimidasi sesuai UU. Jiwa dan hati kami diintimidasi perusahaan,” sesalnya. Rekannya Reza menambahkan, setiap hari dirinya bekerja sejak Senin-Sabtu. Datang pukul 08.30 WIB dan pulang pukul 16.30 WIB. Ketika meminta status diangkat jadi pegawai, Reza mengherankan dirinya dan 4 pekerja lain malah diberhentikan. “Saya tak diberi hak dan tak ada surat pemberhentian. Itikad baik perusahaan dmn,” geramnya.

Tidak Terapkan Upah Sektoral

Menanggapi hal tersebut, HRD Manager PT Indako, Gunawan, mengatakan, PT Indako tidak menerapkan upah sektoral karena belum diatur UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. “Kami pakai standard UMK. Upah tidak dibayar bila pegawai tidak bekerja. Itu sesuai UU No 13/2003,” ujarnya. Gunawan melanjutkan, UU tersebut membolehkan perusahaan memutasi pegawai. “Bila kita mutasi dan pegawai tak mau bekerja, gimana upahnya mau dibayar,” timpalnya. Sampai sekarang, imbuh Gunawan lagi, tak ada upah pegawai yang tidak dibayar. Soal 53 pekerja ekspedisi, dia menyatakan jumlahnya tidak pasti. Sebab pegawai ekspedisi hanya dibutuhkan kalau ada pekerjaan saja. “Makanya belum bisa diangkat karyawan tetap. Tak ada kewajiban mereka hadir setiap hari. Sedangkan 9 orang bagian gudang masih proses dan menunggu anjuran Disnaker Medan. Kami tetap punya itikad baik,” terang Gunawan, seraya menegaskan, UMK yang di Deli Sedang cuma berlaku untuk sektoral kendaraan roda 4. Dia menyebut, bisnis perusahaan adalah perdagangan sepeda motor roda 2 yang belum diatur dalam bidang sektoral. Pejabat Disnaker Sumut Frans Bangun menjelaskan, Pasal 28 UU No13/2003 mengatur keberadaan serikat pekerja/buruh yang tidak boleh dihalang-halangi oleh perusahaan. Kemudian perusahaan wajib mendaftarkan pekerja dalam kepesertaan BPJS Tenaga Kerja dan BPJS Kesehatan. Termasuk pembayaran upah sesuai UMK. “Misalnya di Kota Medan UMK pekerja Rp. 2,9 juta. Begitu pula soal pekerja sektoral. Sederhananya masalah ini, cuma apakah kita mau selesaikan dengan hati,” ingat Frans. Pejabat Disnaker Medan berpendapat, hak pekerja telah diatur dalam UU. Bila ada yang bekerja kurun 24 tahun, seyogianya tidak patut disebut harian lepas lagi. “Instansi Disnaker cuma anjuran. Hanya pengawas tenaga kerja yang berhak menegakkan hukum. Dan pengawas itu berada di provinsi semua,” ucapnya. (MS/BUD)

Bagikan Berita :

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here