Mayoritas anggota Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU) tidak puas mendengar penjelasan berbagai pihak atas perkembangan kasus ribuan Ton pupuk urea ‘bermasalah’ yang digerebek di Kawasan Industri Medan (KIM-1) Mabar Medan, Senin (3/9/2012) lalu. Sekira 4.000-an Ton pupuk urea yang awalnya diyakini Komisi B DPRDSU adalah pupuk bersubsidi namun telah ‘disulap’ jadi non subsidi untuk kepentingan komersial, itu berujung pada proses hukum sebatas pelanggaran UU No 5 tahun 1984 tentang Perindustrian.
Fakta ketidakpuasan anggota Dewan itu tertangkap MartabeSumut saat Komisi B DPRDSU menggelar Rapat Kerja (Raker) dengan Direskrimsus Poldasu Kombes Sadono Budi Nugroho, Kadis Pertanian Sumut/Komisi Pengawasan Pupuk (KPP) M Roem S, Area Manajer PT PUsri PPD Sumut Kasful Gummah dan GM Pemasaran PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) U Syafrizal, Kamis pagi (18/10) di Lt I gedung DPRDSU. Wakil Ketua KOmisi B DPRDSU T Dirkhansyah Abu Subhan Ali, SE, Ak, misalnya. Dalam forum Raker, pria yang akrab disapa Diky ini meminta polisi memperdalam penyelidikan bukan sekadar tindak pidana UU Perindustrian atau delik pertukaran karung pupuk tanpa izin dengan tersangka RB, Direktur PT AMN. Tapi dia Namun Diky meletakkan harapan besar pada polisi agar lebih serius lagi meneliti ulang indikasi kejahatan transNasional penimbunan pupuk bersubsidi dengan modus peracikan menjadi non subsidi demi kepentingan komersial sindikat. “Mohon polisi memperdalam kasus ini. Karena kami berkeyakinan kuat, kalau ribuan ton pupuk yang kami temukan itu adalah benar pupuk bersubsidi. Kasus ini jelas merugikan keuangan negara dan petani yang butuh pupuk bersubsidi karena sindikat tertentu kami duga sengaja mengambil keuntungan penjualan dari disparitas harga setelah ‘menyulap’ jadi pupuk non subsidi,” tegas politisi Demokrat ini.
Minta Kepastian
Senada dengan Diky, Japorman Saragih kembali meminta kepastian polisi atas temuan ribuan ton pupu bermasalah. Wakil rakyat dari FPDIP itu mengatakan, polisi seharusnya sudah bisa menyimpulkan peyelidikan apakah pupuk yang ditemukan bersubsidi atau tidak. “Kami mau minta kepastian, yang kami temukan itu pupuk bersubsidi atau non subsidi,” tanya Japorman. Anggota lainnya seperti H Ali Jabbar Napitupulu justru berbicara dengan nada ‘putus asa’ namun bernuansa menyindir. “Sudahlah, sepertinya kita tidak perlu lagi membahas apakah pupuk yang kita temukan itu bersubsidi atau tidak. Sebab polisi sendiri telah menjelaskan bahwa belum ditemukan hasil penyidikan yang baku untuk menjawabnya,” kata anggota FPPP itu.
Sebelumnya, Direskrimsus Poldasu Kombes Sadono Budi Nugroho telah pula membeberkan 2 kesimpulan. Pertama, berdasarkan hasil penyidikan, maka 4.000-an Ton pupuk berujung pada kasus pertukaran karung pupuk warna putih ke karung pupuk warna cokelat tanpa izin sehingga melanggar UU Perindustrian No 5 tahun 1984. “Sdr RB selaku Direktur PT AMN telah jadi tersangka dan kita tahan sedangkan berkasnya melalui surat No K/2007 a/ X/2012 Ditreskrimsus sudah dikirim ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) tertanggal 17 Oktober 2012. Itulah posisi akhirnya,” terang Kombes Sadono, seraya menambahkan pihaknya menunggu perkembangan kasus P21 dari JPU. Kesimpulan kedua, lanjutnya, dari hasil penyelidikan, belum ditemukan penyalahgunaan pupuk bersubsidi yang diganti karung ke karung non subsidi. “Saya sendiri mencoba mencari-cari pabrik di Sumut ini yang melakukan perubahan warna pupuk tapi tidak ada. Entahlah kalau di luar daerah Sumut. Yang pasti, kami masih terus melakukan penyelidikan apakah 4.000-an Ton yang disingkap DPRDSU itu benar-benar pupuk bersubsidi atau tidak,” katanya.
Sementara Area Manajer PT PUsri PPD Sumut Kasful Gummah menyatakan, selaku penyalur resmi pupuk non subsidi, hingga kini PT Pusri tidak memproduksi lagi karung-karung berwarna putih. Sebab akhir Desember 2012, pihaknya akan mengeluarkan kebijakan penggantian karung karung putih menjadi karung cokelat. Menyinggung kepastian status ‘4.000-an Ton pupuk urea bermasalah’ yang diyakini DPRDSU adalah pupuk bersubsidi, Gummah justru kurang tegas memberikan jawaban. “Ribuan ton pupuk yang ditemukan itu belum disalurkan jadi kita tidak bisa pastikan apakah bersubsidi atau tidak. Sepanjang belum sampai disalurkan kepada petani, maka harga produsen yang berlaku dan bukan pupuk bersubsidi,” cetusnya, sembari mnambahkan bahwa PT AMN adalah penyalur pupuk non subsidi. Kadis Pertanian sekaligus mewakili Komisi Pengawasan Pupuk Sumut, M Roem S, berpendapat, dulu pihaknya mendengar ide terkait upaya membedakan warna karung pupuk bersubsidi dan non subsidi. “Tapi kepada Gubsu kami sampaikan ide bahwa sebaiknya warna pupuk bersubsidi dan warna pupuk non subsidi yang harus dibedakan,” ujar Roem.
DPRDSU Tidak Puas
Usai Raker sekira pukul 12.30 WIB, MartabeSumut mengkonfirmasi Wakil Ketua Komisi B DPRDSU T Dirkhansyah Abu Subhan Ali, SE, Ak. Diky secara terus terang menyatakan tidak puas atas penjelasan Poldasu dan PT Pusri. Menurutnya, pupuk yang dilihat di kawasan KIM pada 3 September 2012 lalu, itu memiliki warna putih bercampur kemerahan/pink. Disebut Diky, pupuk yang seharusnya keluar berwarna putih ternyata didapati berwarna kemerahan bercampur oranye. “Saya tidak puas mendengar penjelasan dan penyelidikan Poldasu tadi. Karena mata kepala saya melihat sendiri kok serpihan pupuk berwarna kemerahan. Kuat dugaan, pupuk yang berwarna kemerahan oranye awalnya adalah pupuk bersubsidi namun ada sindikat bertaraf trans-Nasional yang mencari kepentingan komersial dengan menciptakan teknologi nakal untuk mengubah warna asli (merah) pupuk bersubsidi, ” cetusnya. Menurut Diky lagi, sindikat memakai modus operandi menimbun pupuk bersubsidi, mengubah warna merah jadi putih, mengemas dalam karung berlabel pupuk Pusri non subsidi dan selanjutnya memasok secara berkala dari Pulau Jawa ke Medan-Sumut atau provinsi lain.
Selang beberapa menit kemudian, MartabeSumut mengkonfirmasi rasa tidak puas Komisi B atas hasil penyelidikan Poldasu itu. Namun Direskrimsus Poldasu Kombes Sadono Budi Nugroho justru balik bertanya. “Ahhh masa sih, Komisi B yang tidak puas atau mas sendiri,” tepis Sadono bertanya. Tatkala diperdengarkan rekaman suara Diky kepada Sadono, dia akhirnya tak mampu mengelak. “Kalaupun terjadi vermentasi atau pemisahan warna pupuk bersubsidi (merah) jadi putih, saya rasa tidak terjadi di Sumut karena hasil lidik menunjukkan pabriknya tidak ada. Logikanya, lebih mudah warna putih diganti ke warna lain daripada merah/oranye/pink jadi warna putih. Polisi belum bisa memutuskan kasus ini,” aku Sadono.
Seperti diketahui, Komisi B DPRDSU menggerebek langsung 3 tempat penimbunan pupuk urea bermasalah, Senin (3/9/2012). Diantaranya di areal Badan Inti Abadi (BIA) gudang No 59 A KIM-1 Mabar, Gudang BIA Nomor 40 dan gudang Berkat KIM-1 Mabar Medan. Ribuan ton pupuk bersubsidi yang disebut-sebut berasal dari Surabaya diduga telah ‘disulap’ jadi non subsidi sebelum dikirim ke Medan. Sumber MartabeSumut di DPRDSU menginformasikan, modus sindikat sudah terjadi sejak tahun 2009 dan pada September 2012 lalu telah datang dari Jawa untuk didrop ke gudang Mabar sebanyak 115 kontainer pupuk bersubsidi yang telah ‘disulap’ jadi non subsidi. Dia juga membenarkan kalau pimpinan dan anggota Komisi B DPRDSU saat ini terlihat semakin kurang harmonis akibat ‘isu suap’ yang beredar deras menyangkut kasus ribuan ton pupuk ‘bermasalah’. “Sepertinya ada yang bilang sebagian anggota Komisi B bertekad menuntaskan kasus, sementara sebagian lagi dikabarkan sudah diam karena ‘disumpal angpaw’. Saya rasa pemerintah pusat atau pihak terkait di Sumut harus mengungkap jaringan pencurian pupuk bersubsidi yang menyengsarakan petani dan merugikan keuangan negara. Kalau perlu warna pupuk bersubsidi diubah lagi agar tidak bisa diselewengkan,” katanya