www.MartabeSumut.com, Medan
Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU) membahas konflik antara manajemen RS Sari Mutiara Medan versus
pekerjanya, Selasa (12/2/2019) pukul 14.45 WIB di gedung Dewan Jalan
Imam Bonjol Medan. DPRDSU pun mengeluarkan rekomendasi agar hak-hak
normatif pekerja tidak dirampas, pesangon pekerja yang dipecat dibayar
sesuai aturan, membayar tagihan BPJS Ketenagakerjaan Rp.590 juta serta
penuntasan tuntutan 15 pekerja lain.
Ketua Komisi E DPRDSU Robert Lumbantobing, saat dikonfirmasi www.MartabeSumut.com
melalui ponselnya, Selasa sore (12/2/2019), menjelaskan, masalah
karyawan yang dipecat akan diselesaikan kedua pihak dengan mediasi
Disnaker. Kemudian meminta RS Sari Mutiara membayar tunggakan iuran BPJS
Ketenagakerjaan sekira Rp. 590 juta. “BPJS Medan membuka diri memediasi
tunggakan,” tegasnya. Menyangkut hak-hak normatif terkait upah dibawah
UMK Medan 2019 Rp. 2.969.000, Robert menilai Disnaker Provinsi telah
mengeluarkan surat atau nota pemeriksaan yang tenggat waktunya sampai 14
hari kedepan sejak dikeluarkan 7 Februari 2019. Robert menyebut, upah
murah dibawah UMK patut dipenuhi oleh manajemen RS Sari Mutiara karena
merupakan perintah UU. “Mereka janji selesaikan. Janganlah merampas
hak-hak normatif pekerja/karyawan. Ini akan difasilitasi Disnaker Medan.
Kalo tak direspon, bisa berujung pro-Yustisia dan berkaitan hukum ke
pengadilan sesuai UU No 13/2003 tentang Tenaga Kerja,” ingat politisi
Partai Gerindra itu, seraya menambahkan, tunjangan Jaminan Hari Tua
(JHT) pekerja disalurkan merujuk pembayaran terakhir pihak RS Sari
Mutiara dan sisanya tetap diselesaikan tatkala tagihan iuran BPJS
dibayar manajemen.
Konflik Hak Normatif Berujung Pengadilan
Pengamatan www.MartabeSumut.com sebelumnya, RDP dipimpin
Ketua Komisi E DPRDSU
Robert Lumbantobing, Wakil Ketua Syamsul Qodri Marpaung, Sekretaris
Siti Aminah Perangin-angin dan dihadiri anggota Komisi E Dra Delmeria.
Tampak Direktur RS Sari Mutiara Medan, Solin, Bagian Adm Yayasan RS Sari
Mutiara Hilman Situmeang, Makmur Tambunan Kasi Disnaker Sumut, Kepala
BPJS Ketenagakerjaan Medan Bambang Utama, perwakilan BPJS
Ketenagakerjaan Sumbagut, Fahmi, perwakilan karyawan RS Sari Mutiara
yaitu Darmaito Sitompul, Emi serta Noveri Hutasoit. Makmur Tambunan
selaku Kasi Disnaker Sumut, menegaskan, pihaknya sudah menugaskan tim ke
RS Sari Mutiara Medan terkait beberapa persoalan. Diantaranya masalah
pesangon pekerja yang dipecat dan telah dimediasi Disnaker Medan. Makmur
mengatakan, ada masalah yang bisa dimediasi dan ada yang tidak. Sebab
ending mediasi hanya bersifat anjuran. Bagi para pihak yang tak setuju,
dia mempersilahkan mengajukan banding ke Pengadilan Hubungan Industrial
(PHI). Selain masalah pesangon, imbuh Makmur lagi, ada pula hak-hak
normatif pekerja RS Sari Mutiara yang dilanggar. Masalah itu
dipastikannya tak bisa dimediasi karena Pasal 10 UU No 13/2003
mengarahkan konflik hak normatif sampai di Pengadilan Negeri. “Makanya
kami harap masalah apapun diselesaikan secara kekeluargaan dulu.
Perusahaan apapun tidak boleh merampas hak normatif pekerja semisal
upah,” ingat Makmur. Dia melanjutkan, pada 2-4 Januari 2019 Tim Disnaker
Sumut turun ke RS Sari Mutiara. Hasilnya memang terbukti ditemukan
kekurangan bayar upah pekerja sesuai UMK. Lalu pada 7 Februari 2019
Disnaker Sumut mengeluarkan nota pemeriksaan ke-1. Diberi ruang hingga
14 hari menyelesaikan secara internal. “Kami sifatnya menunggu. Baru
nanti keluar nota pemeriksaan ke-2. Begitulah SOP kami. Fungsi kami
tidak memutuskan. Nanti kami serahkan ke penyidik PPNS atau pengawas
Disnaker Sumut. Kami harap nota ke-1 diselesaikan,” ucapnya. Makmur
mengimbau, pekerja jangan pernah mengundurkan diri dari perusahaan.
Sebab UU tidak menjamin akan mendapat hak apapun selain rugi sendiri.
Kalau selama ini ada perusahaan minta pekerjanya membuat pernyataan
resmi tertulis agar setuju menerima gaji rendah dibawah UMK, maka Makmur
menyatakan itu akan dianggap batal demi hukum lantaran tidak sesuai
aturan. “Asusmsi UU ya pekerja mau menandatangani karena dibawah
tekanan. Pengawas bisa menyelidiki kok. Intinya, jangan pernah
mengundurkan diri,” pesan Makmur.
Manajemen RS Sari Mutiara Hadapi Masalah
Sedangkan
Hilman Situmeang, Bagian Adm Yayasan RS Sari Mutiara mengakui, sejak 16
November 2017 manajemen mengalami masalah sehingga berhenti aktivitas.
Lalu beroperasional kembali pada April 2018. Saat itu, ungkap Hilman,
manajemen mengeluarkan kebijakan baru dengan memutasi karyawan dari RS
Sari Mutiara Medan ke RS Sari Mutiara Lubuk Pakam. “Sebagian mau,
sebagian lagi tak mau. Kita tetap cari jalan keluar. Sebagian hak-haknya
telah diselesaikan secara musyawarah,” ujarnya. Hilman merinci, ada
beberapa hak-hak normatif pekerja yang telah selesai. Meliputi: iuran
kepesertaan BPJS, JHT dan kecelakaan. Sebanyak 4 pegawai disebutnya
keberatan mutasi dan 4 bisa dielesaikan happy ending. “Kedepan
kami berniat baik menyelesaikan yang tersisa. Tunggakan BPJS kami diberi
kelonggaran 6 bulan kedepan. Ada beda jumlah tunggakan antara hitungan
kami dengan pihak BPJS,” ungkapnya. Bambang Utama, Kepala BPJS
Ketenagakerjaan Medan, menyampaikan, pihak RS Sari Mutiara memiliki
tunggakan iuran sekira Rp. 590 juta yang telah dialihkan kepada Kantor
Piutang Lelang Negara (KPLN). Menurut dia, pembayaran iuran terakhir
dilakukan RS Sari Mutiara pada Juni 2018. Sehingga JHT pekerja hanya
sampai saat itu saja. Kalau ada kecelakaan kerja, Bambang pun menyatakan
tak bisa membayar santunan sepanjang perusahaan belum bayar tunggakan.
Bambang mengingatkan, tak ada ceritanya di KPLN angsuran iuran
perusahaan boleh selama 6 kali. Ketika dana JHT pegawai dipotong dari
gaji tapi tak disetorkan perusahaan, Bambang mengatakan hal tersebut
merupakan pelanggaran pidana. “Segeralah RS Sari Mutiara menyelesaikan.
Komunikasi kan ke kami karena KPLN merujuk data kami,” pintanya. Pejabat
Disnaker Medan menjelaskan, konflik mutasi pegawai RS Sari Mutiara
telah dimediasi di Disnaker Medan. “Kita usahakan 3 kali pemanggilan.
Ada perusahaan yang diberi anjuran. Prosedurnya memang digugat ke PHI,”
cetusnya.
Pegawai Keluhkan Hak Normatif
Pegawai
RS Sari Mutiara, Darmaito Sitompul, mengungkapkan, mutasi dan upah yang
dijalankan manajemen RS Sari Mutiara tak sesuai prosedur UU. “Kami 4
orang selesai namun sekira 15 teman kami yang lain belum,” heran
Darmaito. Hal senada dilontarkan Noveri Hutasoit, salah seorang perawat.
Noveri menyesalkan kebijakan PHK sepihak RS Sari Mutiara lantaran
dirinya menolak mutasi. “Saya dianggap mundur secara sepihak. Telah saya
adukan ke Disnaker. Sudah ada anjuran Disnaker namum belum ditanggapi.
Kalo ada niat baik secara damai, ya gak apa-apa. Teman saya ada 12 lagi
yang belum selesai. Pihak RS Sari Mutiara tidak punya niat baik
berdamai. Masalah saya belum didaftar ke PHI,” ucapnya. Karyawan lain,
Emi, berpendapat, persoalan yang terjadi merupakan tindaklanjut RDP
Komisi E DPRDSU pada 17 Desember 2018 terkait gaji pegawai RS Sari
Mutiara dibawah UMK dan JHT tak dibayar. UMK pegawai disebutnya Rp.
2.553.000 padahal UMK Medan tahun 2019 Rp. 2.969.000. “Malah kami
diminta manajemen untuk meneken gaji di bawah UMK. Kami bingung. Kalo
kami mundur, maunya pesangon diberi sesuai UU. Dulu di sana ada pesangon
yang dibayar setengah atau cuma 1 bulan gaji. Padahal sudah kerja
bertahun-tahun. Iuran JHT kami dipotong dari gaji setiap bulan,”
ujarnya. (MS/BUD)