32 Ha Lahan Penggarap Kebun Helvetia Dieksekusi: HPPLKN Ngadu ke DPRDSU, Sesalkan Putusan MA Ceroboh

Bagikan Berita :

www.MartabeSumut.com, Medan

Puluhan warga berbendera Himpunan Penggarap Pengusahaan Lahan Kosong Negara (HPPLKN) Desa Helvetia Kec Labuhan Deli Kab Deli Serdang mendatangi gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU) di Jalan Imam Bonjol Medan, Jumat (23/8/2019) pukul 11.30 WIB. Mereka mengadukan eksekusi lahan yang sudah dikuaasi warga selama 20 tahun seluas 32 Ha. Pembacaan eksekusi dilakuan Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri (Kejari) Deli Serdang Afriz Chair berdasarkan putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) Nomor 1331/K/Pidsus/2019 terkait kasus tindak pidana korupsi yang telah memvonis pengusaha Tamin Sukardi 5 tahun penjara.

Ketua Kelompok Tani HPPLKN Syaifal Bahry, saat dikonfirmasi www.MartabeSumut.com di gedung DPRDSU, menjelaskan, putusan Kasasi MA Nomor 1331/K/Pidsus/2019 sangat ceroboh, lalai janggal dan terindikasi disusupi permainan mafia peradilan. Pasalnya, ujar Syaifal, terlalu banyak keanehan putusan. Diantaranya pengusaha Tamin Sukardi dihukum 5 tahun penjara lantaran kasus tindak pidana korupsi jual beli lahan negara. “Coba logika sehat kita aja berpikir, Bang. Masak MA memerintahkan mengembalikan 74 Ha lahan dari total 126 Ha di Desa Helvetia Kec Labuhan Deli Kab Deli Serdang kepada Dewan Pengurus Al Wasliyah ? Kasasi MA juga menyatakan tanah 74 Ha merupakan bagian dari lahan yang awalnya dikuasai PT Erni Putera Terari seluas 126 Ha. Bahkan tanah dinyatakan MA tetap berada dalam penguasaan hak PT Agung Cemara Reality (ACR) diwakili oleh Mujianto selaku Direktur. Kasus Tamin Sukardi adalah Tipikor tapi putusan Kasasi MA justru mengembalikan tanah bukan kepada negara melainkan untuk para penadah yang membeli,” heran Syaifal tak habis pikir. Dari 126 Ha tanah yang seharusnya kembali kepada negara, singkap Syaifal lebih jauh, terdapat lahan seluas 32 Ha yang didiami 700 KK atau diusahai kelompok tani HPPLKN. Namun Kasasi MA justru memutuskan dirampas negara. “Tadi eksekusi sedang dibacakan pihak Kejari Deli Serdang. Lahan 32 Ha yang digarap 700 KK akan segera dipagari. Eksekusi dilakukan dengan pengawalan TNI dan Polri. Bagaimana nasib 700 KK penggarap di sana ? Kenapa tanah para penadah dikembalikan sedangkan rakyat dikorbankan ? Makanya kami ngadu ke DPRDSU supaya tanah yang digarap warga jangan dipagari,” tegasnya.

Kecerobohan Kasasi MA

Didampingi Sekretaris HPPLKN, B Simanjuntak, Syaifal membeberkan, kecerobohan, kelalaian dan indikasi mafia bermain dalam peradilan MA cukup beralasan. Menurut dia, bila dirunut ke belakang saat Tamin Sukardi berperkara dengan Dewan Pengurus Al Wasliyah, ada jejak putusan Kasasi MA yang tumpang tindih bahkan ngawur. Tahun 2008, katanya, keluar putusan Kasasi MA Nomor 2461 K/Prdt/2007 yang memenangkan Tamin Sukardi melawan Dewan Pengurus Al Wasliyah menyangkut konflik lahan negara 106 Ha. Pihak Al Wasliyah pun menggugat kekalahan melalui Peninjauan Kembali (PK) tapi kembali kalah melalui putusan No 701 PK/Pdt/2009 tanggal 31 Maret 2010. “Lahan akhirnya dinyatakan milik Tamin Sukardi,” terang Syaifal. Nah, celakanya lagi, timpal Syaifal, sekarang justru keluar putusan Kasasi MA Nomor 1331/K/Pidsus/2019 terkait kasus korupsi sehingga Tamin Sukardi divonis 5 tahun penjara. Namun Syaifal bingung putusan tersebut malah mengembalikan lahan ke Dewan Pengurus Al Wasliyah. “Kan aneh ? Kan itu kasus Tipikor ? Kenapa MA mengembalikan tanah ke penadah yang jelas-jelas pernah kalah dalam Kasasi dan PK ? Putusan Kasasi MA ini sangat ceroboh, lalai dan patut diduga berbau suap. Atau, jangan-jangan mafia telah masuk peradilan MA,” sindir Syaifal, sembari menginformasikan sudah membuat pengaduan resmi ke KPK. Dia memastikan, seharusnya putusan Kasasi MA merujuk SK BPN Pusat Nomor 42 tahun 2002 yang menerangkan bahwa tanah kebun Helvetia menjadi eks HGU PTPN 2 seluas 193,94 Ha. Syaifal menyebut, di tanah itulah sengketa lahan 32 Ha dan 74 Ha. “Putusan Kasasi MA seyogianya mengembalikan tanah kepada negara bukan ke Al Wasliyah dan PT ACR. Kalau pun dikeluarkan negara seluas 32 Ha, bukan untuk Al Wasliyah dan ACR,” ingatnya. Pantauan www.MartabeSumut.com di gedung Dewan, awalnya massa HPPLKN diterima Humas DPRDSU Sopiyan. Selanjutnya pukul 12.15 WIB diterima Ketua DPRDSU dan berdialog beberapa menit. Setelah ada titik temu, Ketua DPRDSU mengeluarkan surat bernomor 2319/18/Sekr tertanggal 23 Agustus 2019 perihal Rekomendasi dan bersifat penting. Surat yang berisi tentang imbauanĀ penghentian pemagaran areal lahan penggarap itu ditujukan kepada Gubsu dengan tembusan Kapoldasu, BPN/ATR Sumut, Pangdam I BB, Ketua Pengadilan Tinggi Sumut, Kajatisu serta HPPLKN Kebun Helvetia. (MS/BUD)

Bagikan Berita :

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here