Waspadai KDh 2020 Menjelma Raja-raja Kecil, Rakyat Diingatkan Selektif Pelajari Track Record Kandidat

Bagikan Berita :

www.MartabeSumut.com, Medan

Selaku pemegang kedaulatan hak pilih, rakyat patut benar-benar selektif memilih dan memilah Paslon Kepala Daerah (KDh) berdasarkan rekam jejak kinerja (track record). Mulai dari perilaku bersih, jujur, berani, kompeten, mumpuni, kredibel, profesional, visioner, inovatif, kreatif, akuntabel, demokratis dan berintegritas. Track record serta penelusuran karakter masa lalu seorang kandidat sungguh amat sangat diperlukan. Rakyat harus selektif memilih calon KDh yang ketika terpilih tidak menjelma jadi raja-raja kecil.

Baca juga: Pemenang Pilkada 2020 Menjabat 4 Tahun, Jadilah Pelayan Rakyat & Bukan Penguasa..!

Peringatan tersebut dilontarkan Pengamat Sosial Politik asal Sumut Drs Thomson Hutasoit. Meminjam istilah analis politik luar negeri, Stephen P Robbins (2009), ungkap Thomson, prediktor terbaik perilaku seseorang di masa depan ialah perilakunya di masa lalu. “Makanya napi korupsi tidak layak dan tak pantas diusung/didukung sebagai kandidat KDh sekalipun UU tidak melarang,” tegas Thomson kepada www.MartabeSumut.com di Medan, Rabu siang (20/11/2019). Rakyat pemilih pun disarankan Thomson cermat dan seksama mengetahui karakter mental bahkan moral kandidat Paslon KDh. Apakah sejak awal memang terbukti mencalonkan diri sebagai calon pelayan/parhobas untuk rakyat, atau sekadar mengejar kekuasaan. Konstituen pemilih dimintanya tidak boleh lagi termakan “rayuan maut” kedermawanan sesaat, tergoda isi tas (bagi-bagi uang) atau kamuflase sikap kepedulian bermahar.

Baca juga: Maju Pilkada ASN & Legislator Wajib Berhenti, Dosen UMSU Sebut Indonesia Krisis Kepemimpinan

Waspadai Sikap Mendadak Dermawan

Bagi Thomson, sikap dermawan sesaat atau mendadak berperilaku baik (tompu burju/tobu), sesungguhnya cermin tabiat buruk politik rente yang wajib diwaspadai. Sebab sosok seperti itu sangat pintar mengkalkulasi keuntungan kekuasaan atas modal yang telah dikeluarkan. Thomson percaya, sikap calon KDh begitu bukanlah dermawan sejati dan tidak tulus peduli nasib penderitaan rakyat. Namun masuk kategori calon predator yang bakal “memakan bangkai rakyat atau pemakan aspal”. Sebagaimana dikatakan WS Rendra, katanya lagi, Pilkada langsung adalah peluang besar rakyat dalam memilih kepala daerah yang laik dan pantas diberi amanah kepercayaan sebagai Pamong Praja atau pelayan/parhobas pemerintahan daerah. KDh.

Baca juga: Ada Ribuan Tenaga Honor di Pemprovsu, Dosen UMSU Medan Sebut 5 Masalah Serius & Kegagalan Pemprovsu

Menjelma jadi Raja-raja Kecil

Pada sisi lain, bila diperhatikan secara cermat dan seksama, Thomson menilai saat ini banyak sekali KDh yang menjelma jadi raja-raja kecil, penguasa mutlak absolut bahkan penindas rakyatnya sendiri. Padahal, tujuan sejati desentralisasi adalah lebih dapat menggali potensi dan sumber kemampuan daerah yang kesemuanya diatur dalam perundang-undangan tentang tata cara pelaksanaan otonomi daerah. Tapi anehnya, sambung Thomson, maksud mulia tersebut justru disalahartikan sebagai kebebasan daerah otonom menafsirkan sendiri makna dan arti otonomi. “Itulah sumber masalah lahirnya Peraturan Daerah (Perda) sektarian-primordial yang sangat bertentangan dengan asas kebhinnekaan (plural) yang dianut Indonesia berdasarkan Pancasila, UUD RI 1945, Bhinneka Tunggal Ika, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” terangnya. Paling lucu, aneh dan sungguh disesalkan Thomson, muncul pula bias mono loyalitas pemerintahan presidensial. Sementara dalam sistem pemerintahan presidensial Indonesia, pihak eksekutif (pemerintah) satu garis vertikal pemerintah dengan pemerintah daerah (presiden, gubernur, bupati/walikota, camat, lurah dan kepala desa). “Tapi bila diperhatikan pasca-reformasi, telah terjadi bias loyalitas terhadap pemerintah diatasnya karena perbedaan partai politik pengusung/pendukung kandidat KDh,” ungkap Thomson tak habis pikir, seraya mencontohkan polemik APBD DKI Jakarta 2020 yang seolah-olah hak otonom pemerintahan daerah tanpa bisa diawasi pemerintah (Mendagri, Menkeu, BPKP, BPK).

Baca juga: Ada WNI Keturunan Spanyol Daftar Pilkada Samosir, 2 Politisi Sebut Fenomenal & Tantangan Bagi Anak Bangsa

Thomson menyimpulkan, gubernur termasuk KDh lain merupakan wakil pemerintah pusat di daerah sesuai peraturan perundang-undangan. Makanya, dia mendorong Kementerian Dalam Negari (Mendagri) menerbitkan peraturan tegas dan jelas mengatur kewenangan kepala daerah. Khususnya untuk meminimalisasi bias kewenangan dan tegak lurusnya mono loyalitas pemerintahan. “Jika perlu lakukan revisi UU terkait polemik itu. Tidak boleh ada negara dalam negara. KDh harus tahu posisinya dengan pemerintah pusat. Bukan merasa jadi raja-raja kecil,” tutup Thomson Hutasoit blak-blakan. (MS/DEKS)

Bagikan Berita :

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here