www.MartabeSumut.com, Medan
Kadishub Sumalungun Ramadhani Purba mengatakan, hingga kini Pemkab
Simalungun sangat serius mengawasi situasi tebing dan pergerakan tanah
pasca-longsor 18 kali di jembatan Kembar Sidua-Kec Girsang Sipanganbolon
Kab Simalungun. Menurut Purba, sejak longsor teejadi pada Desember 2018
– Januari 2019, memang terlihat keretakan dan kemiringan tebing pada
kawasan hutan yang ada di atas jembatan.
Penjelasan tersebut
disampaikan Purba tatkala menghadiri RDP Komisi D Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU), Selasa (29/1/2019) pukul 10.30
WIB di gedung Dewan Jalan Imam Bonjol Medan. Purba mengungkapkan,
sedikitnya ada 3 mata air yang berada di dekat titik longsor dengan
catchman area sekira 20 Ha. Setiap bencana longsor disebutnya paling
rentan dipicu curah hujan dan gempa bumi.
“Data BMKG melansir, pada
Desember 2018 curah hujan sangat tinggi di Kab Simalungun. Batuan di
atas Parapat rapuh dan miring. Pemkab Simalungun berencana membuka jalur
di atas karena merupakan urat nadi perekonomian,” tegasnya.
Penataan & Mitigasi Bencana
Dengan
musibah longsor mencapai18 kali di Jembatan Sidua-dua, Purba pun
memastikan Pemkab Simalungun akan melakukan penataan dan mitigasi
bencana. Baik penghijauan, penanaman kayu hingga pemantauan kemiringan
tebing dan pergerakan tanah. “Di atas itu ada jalan kabupaten persisnya
di Desa Bangun Dolok. Rute keluarnya menuju Desa Sualan. Kondisi jalan
di Bangun Dolok bagus tapi di Desa Sualan cuma 3,5 Meter lebarnya,”
terang Purba. Menjawab cecaran anggota Komisi D DPRDSU tentang
keberadaan usaha galian C yang ada di atas tebing, Purba justru terkesan
tidak tegas. “Galian C itu sudah 30 tahun silam dibuka. Mereka tidak
setiap hari beraktivitas. Warga setempat bilang tidak terlalu
berpengaruh atas musibah longsor yang terjadi,” tepis Purba. Sedangkan
ED Sipahutar, mewakili Dinas Kehutanan Sumut, membeberkan, titik
koordinat longsor berada pada 350 Meter dari jembatan atau 750 Meter
dari titik longsor. “Peruntukan kawasan hutan di sana adalah untuk
penelitian. Cukup jauh. Dari desa terdekat berjarak 500 Meter. Memang
perlu penghijauan tanaman keras semisal jengkol, alpukat atau
sejenisnya,” ucap Sipahutar.
Tiga Rekomendasi
Pantauan www.MartabeSumut.com,
Komisi D DPRDSU sempat mencecar, marah bahkan menggebrak meja. Sebab
pejabat pemerintah yang hadir RDP dianggap lalai mengemban tanggungjawab
keselamatan publik dan keutuhan habitat lingkungan. Usai RDP, Komisi D
DPRDSU akhirnya menyampaikan 3 rekomendasi. Diantaranya: mengembalikan
status lahan di atas lokasi longsor sebagai kawasan hutan termasuk
penghentian operasi Galian C. Kemudian meminta BWSS II Medan jadi
leading sector membenahi inti persoalan serta menjadwal ulang RDP
lanjutan dengan memanggil BWSS II Medan. RDP dipimpin Sekretaris Komisi D
Burhanuddin Siregar. Tampak anggota Komisi D seperti Aripay Tambunan,
Arfan Maksum Nasution dan Layari Sinukaban. Sedangkan pihak eksternal
hadir E Ritonga dan RM Sipayung dari Balai Besar Pelaksanaan Jalan
Nasional (BBPJN) II di Medan, Fauzi Ibsa selaku Ka UPT PKA Parapat Danau
Toba Dinas LH Sumut, Efendi Pane dan Djonner ED Sipahutar mewakili
Dinas Kehutanan Sumut, Kadishub Simalungun Ramadhani Purba serta Kabid
Tata Lingkungan Dinas LH Pemkab Simalungun M Sirait. Sedangkan pejabat
Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) II Medan tidak datang. (MS/BUD)