www.MartabeSumut.com, Medan
Kakanwil Agraria Tata Ruang (ATR/BPN) Sumut Bambang Priono (foto) mengatakan, dari 5.873, 06 Ha lahan eks HGU PTPN II, saat ini seluas 2.216 Ha sudah memiliki peruntukan yang akan dibagikan kepada berbagai kelompok masyarakat. Menurut Bambang, realisasi pembagian tanah tersebut ditanganinya sendiri agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Supaya mafia tanah dan pihak tertentu tidak “bermain”, terang Bambang, maka data-data nominatif penerima benar-benar diteliti. Siapa yang berhak, dimana lokasi tanah dan berapa luas lagan yang diberikan. “Internal kami di BPN, saya pastikan bersih dan tidak ada yang macam-macam. Masalah 5.873 Ha ini saya tangani sendiri,” ucap Bambang kepada www.MartabeSumut.com di Medan, baru-baru ini. Dia memastikan, pembagian tanah seluas 2.216 Ha secepatnya direalisasikan sesuai keputusan Meneg BUMN yang telah meng-hapus-bukukan. Bambang mengungkapkan, hampir 17 tahun status tanah eks HGU PTPN II seluas 5.873, 06 terkatung-katung pasca-tidak diperpanjang Meneg BUMN. Sementara masyarakat yang berhak mendapat tanah kerap menuntut kejelasan dan sindikat mafia tanah “bermain” dengan cara-cara penguasaan/pengusahaan. “Pertanyaannya sekarang, kenapa tanah eks HGU PTPN II seluas 5.873,06 itu tidak diperpanjang ? Karena memang di lahan tersebut ada garapan warga, muncul tuntutan warga, rencana RTRW kab/kota dan provinsi, pembangunan fasilitas pendidikan atau tuntutan lain,” ujarnya.
Bambang menjelaskan, luasan lahan 2.216 Ha yang akan didistribusikan sudah jelas data-data penerimanya. Dia mencontohkan, dari 2.216 Ha, warga Melayu Raya mendapat 250 Ha, Kejatisu memperoleh 10 Ha untuk pembangunan gudang barang rampasan, USU 300 Ha, UMSU dan Muhammadiyah 21 Ha. “Penggarap juga banyak mendapat. Masyarakat umum yang lama menggarap ikut diberikan. Intinya, lahan warga yang eksisting dan yang pernah digarap saja kita berikan,” tegasnya. Artinya, ungkap Bambang lagi, bila dulu ada tanah warga telah dumasukkan Tim B plus namun sekarang tak ikut masuk daftar nominatif, berarti masyarakat tersebut tergolong penggarap yang tidak beretikat baik. “Kenapa dia tinggalkan garapannya ? Orang lain masuk menggarap, ya mau gimana lagi ? Masak kita harus cari penggarap baru untuk dimasukkan,” sindir Bambang. (MS/BUD)