
www.MartabeSumut.com, Medan
Konflik perebutan pengelolaan kawasan hutan lindung seluas 261 Ha di Desa Naga Kisar Kec Pantai Cermin Kab Sergai antara Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Naga Jaya dengan 4 perusahaan (PT Lubuk Naga, PT Lubuk Saban, PT Lubukkisar Ronamas dan Yayasan APINDO) tampaknya berbuntut panjang. Bukan apa-apa, kendati gugatan Kasasi PT. Lubuk Naga kalah di tingkat MA, setelah sebelumnya 2 kali pula kalah di PTUN Jakarta dan dimenangkan KLHK RI, toh anggota Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU) H Fahrizal Efendi Nasution, SH, melihat ke-4 kelompok yang “mengeroyok” Gapoktan Naga Jaya akan kembali melakukan upaya hukum baru. Fahrizal pun mengimbau ke-4 kelompok hengkang dari kawasan hutan lindung seluas 261 Ha di Desa Naga Kisar serta tidak berlindung dibalik asas Nebis in Idem.
BACA LAGI: Ada Rebutan Kawasan Hutan Lindung 261 Ha di Desa Naga Kisar Sergai, DPRDSU Desak Kehutanan Eksekusi
BACA LAGI: Bahas Perambahan Hutan di Kab Langkat, Komisi B DPRDSU Sesalkan Kadishut & 24 Perusahaan tak Datang
Kepada www.MartabeSumut.com, Sabtu malam (24/10/2020), Fahrizal mengungkapkan, pada 12-13 Oktober 2020 dirinya hadir bersama Komisi B DPRDSU mengunjungi kawasan konflik hutan lindung. Politisi Partai Hanura ini menilai, pihak perusahaan memang tidak menghargai kehadiran Komisi B DPRDSU yang memberi pemahaman bahwa Gapoktan Naga Jaya memiliki izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan di Desa Naga Kisar Kec Pantai Cermin Kab Sergai seluas 261 Ha dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor SK. 5435/MENHK-PSKL/PKPP/PSL.0/8/2018. Namun saat Komisi B DPRDSU ke sana, singkap Fahrizal, pengacara perusahaan enteng menyatakan lahan yang digugat bukan berada pada lokasi Gapoktan Naga Jaya. “Jadi begini, pengacara perusahaan menyampaikan mereka sedang mempersiapkan gugatan ke pengadilan. Pengacara perusahaan meminta semua pihak menghormati hukum. Ya seolah olah mereka akan melakukan gugatan lagi. Pengacara bilang menggugat di objek lain karena areal perusahaan tidak masuk wilayah Gapoktan Naga Jaya. Makanya kita desak perusahaan hengkang dari areal wilayah Gapoktan Naga Jaya. Sebab putusan MA sudah inkracht (berkekuatan hukum tetap),” ingat Fahrizal, melalui saluran telepon.
BACA LAGI: Kadishut “Bermain” dengan Perambah Hutan, DPRDSU Ingatkan Ancaman Pasal 421 KUHPidana & UU 31/1999
Berlindung Dibalik Nebis in Idem
Nah, ketika pihak perusahaan berbicara melakukan gugatan atau upaya hukum lain, wakil rakyat asal Dapil Sumut 7 Kab Madina, Kab Paluta, Kab Palas, Kab Tapsel dan Kota Padang Sidimpuan itu terdengar tertawa kecil. Bagi Fahrizal, pengusaha hanya berkilah dan ingin berlindung dibalik asas Nebis in Idem. “Saat pertemuan dengan Komisi B DPRDSU, pengacara perusahaan menegaskan telah menyiapkan gugatan baru,” sindir Fahrizal. Selaku orang yang berlatar belakang pendidikan hukum, anggota DPRDSU periode 2014-2019 dan 2019-2024 tersebut langsung menerangkan definisi Nebis In Idem serta alasan yang melatarbelakangi sehingga tidak tepat bila pihak perusahaan berbicara gugatan baru. Fahrizal menguraikan, asas Nebis In Idem adalah prinsip hukum yang berlaku dalam hukum perdata maupun pidana. Dalam hukum perdata, prinsip ini disebutnya mengandung pengertian suatu perkara memiliki: objek sama, para pihak sama, materi pokok perkara sama, diputus pengadilan berkekuatan hukum tetap (mengabulkan atau menolak) serta tidak dapat diperiksa kembali untuk kedua kalinya.
BACA LAGI: Pekerja PT PP Lonsum Tuntut 7 Hak Normatif, DPRDSU Sarankan Dialog
BACA LAGI: Bahas Masalah Plasma di Kab Labuhan Batu, Komisi B DPRDSU Terkejut PT HPP Tanpa Izin HGU
Kriteria Kasus Pernah Diperkarakan
Fahrizal melanjutkan, kriteria perkara yang dapat dianggap Nebis In Idem mencakup: apa yang digugat sudah pernah diperkarakan, telah ada putusan berkekuatan hukum tetap dan bersifat positif (menolak/menerima gugatan), objek/subjek hukum sama serta mempunyai materi pokok yang sama. “Perkara yang dapat dikategorikan sebagai Nebis in Idem misalnya putusan bebas (Vrijspraak), putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum (Onstlag van alle rechtsvolging) dan putusan pemidanaan (Veroordeling),” terangnya. Fahrizal menyimpulkan, apapun dalih perusahaan, semenjak dini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI sudah mengukur batas-batas areal pengelolaan hutan lindung Gapoktan Naga Jaya berdasarkan titik kordinat. Artinya, jika kembali merujuk izin Gapoktan Naga Jaya seluas 261 Ha, maka Fahrizal memastikan ada patokan lokasi dari mana mengukur lahan sesuai titik kordinat. “Mereka berkilah, gugatan lanjutan perusahan bukan di lokasi Gapoktan Naga Jaya. Saya rasa gugatan lain perusahaan sangat tidak tepat karena berlindung dibalik asas Nebis in Idem,” tutup Fahrizal Efendi Nasution diplomatis. (MS/BUD)