www.MartabeSumut.com, Medan
Sebelum mengakhiri masa jabatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU) periode 2014-2019 sekira 15 September 2019, wakil rakyat di DPRDSU akan meninggalkan legacy (warisan) dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) Ketenagakerjaan (Naker). Perda tersebut merupakan hak inisiatif DPRDSU yang dipersiapkan Panitia Khusus (Pansus) untuk memproteksi masalah-masalah buruh, tenaga kerja, pekerja rumahan (home industry) serta kesempatan/peluang bekerja warga sekitar di perusahaan perkebunan/pertambangan.
Penjelasan tersebut dilontarkan Ketua Pansus Ketenagakerjaan DPRDSU Saparuddin Siregar kepada www.MartabeSumut.com, Senin siang (15/7/2019) di gedung Dewan Jalan Imam Bonjol Medan. Saat ini, kata Saparuddin, Ranperda Ketenagakerjaan sedang dibahas Pansus dan ditargetkan sah menjadi Perda pada Agustus 2019. Menurut dia, Perda akan mengatur berbagai persoalan ketenagakerjaan di Provinsi Sumut yang belum diatur UU atau peraturan tenaga kerja. “Pertama, Pansus DPRDSU fokus pada pekerja rumahan. Tragedi kebakaran home industry mancis gas di Dusun 4 Desa Sambirejo Kec Binjai Kab Langkat Sumut pada Jumat (21/6/2019) merupakan contoh kasus yang memukul kita semua. Mereka pekerja rumahan yang tidak memiliki jaminan proteksi apapun. Kedua, Pansus juga menyeser perusahaan perkebunan/pertambangan yang tidak memberdayakan warga sekitar sebagai tenaga kerja,” terang Saparuddin.
Strategi Perusahaan Manfaatkan Home Industry
Politisi Partai Demokrat itu menegaskan, essensi yang wajjb dipahami publik seputar pekerja rumahan adalah “kecerdikan” perusahaan-perusahaan besar di Sumut yang memainkan strategi mendapat hasil produksi murah dan mengurangi cost (biaya). Caranya dengan memberi langsung order pekerjaan kepada beberapa pekerja rumahan tanpa ikatan perjanjian formal. Order juga diberi perusahaan terhadap agen yang didominasi Ormas atau OKP tertentu. Sasarannya untuk menghimpun, memantau serta menggerakkan pekerja rumahan. “Jadi perusahaan cuma terima bersih hasil produksi. Dia tidak disibukkan urusan apapun. Cost operasional perusahaan turun drastis. Mereka tentukan harga sendiri tanpa ukuran jelas. Tidak ada jaminan kesehatan pekerja, upah dipatok sesuai harga sendiri dan perusahaan tidak bertanggungjawab bila terjadi kecelakaan kerja. Inilah kerisauan DPRDSU. Sebab terdapat puluhan ribu pekerja rumahan di Sumut,” singkapnya. Lebih ironis lagi, timpal Saparuddin, Disnaker Sumut dan Disnaker kab/kota ternyata tidak memiliki regulasi perlindungan terhadap nasib pekerja rumahan. Dia pun mencontohkan pembuatan sandal swallow yang marak dibuat pekerja home industry. Namun lebih dari 5 tahun pekerja rumahan dieksploitasi, sampai sekarang pihak perusahaan yang menangguk keuntungan besar. “Ranperda yang disusun Pansus DPRDSU siap memproteksi pekerja rumahan secara formal. Baik dari sisi kesehatan, upah, mekanisme kerja, jaminan sosial kesehatan/tenaga kerja hingga kecelakaan kerja,” ujar Saparuddin.
Perusahaan Bawa Pekerja dari Luar Sumut
Legislator asal Dapil Sumut VII Kab Tapsel, Kab Madina, Kab Padang Lawas, Kab Paluta dan Kota Padang Sidimpuan ini melanjutkan, pada sektor perkebunan/pertambangan, terdapat puluhan perusahaan besar beroperasi di Sumut tapi tidak memberdayakan masyarakat sekitar. Saparuddin menilai, perusahaan yang mendapat HGU ribuan hektare cenderung membawa karyawan dari luar daerah. Sementara tenaga lokal hanya diberi porsi sebatas buruh, centeng dan Satpam. Bahkan tak jarang warga sekitar HGU tidak dilibatkan bekerja. Artinya, simpul Saparuddin lebih jauh, Perda yang digarap bertujuan memberdayakan penduduk yang berada di kawasan operasional perusahaan perkebunan/ pertambangan. “Misalnya bila ada insinyur atau sarjana hukum dari kearifan lokal. Perda mengatur dan mewajibkan perusahaan merekrut. Memberi penduduk setempat peluang bekerja termasuk ikut memajukan daerah. Sekarang kita dorong. Sejauh ini tak ada regulasi yang memproteksi masyarakat mendapat kesempatan kerja. Inilah legacy yang ingin kami perjuangkan,” yakin Saparuddin mantap. Bagi anggota Komisi E DPRDSU membidangi Kesra tersebut, biasanya yang tidak memberi ruang bekerja kepada warga tempatan adalah perusahaan perkebunan (sawit/karet) dan pertambangan berskala besar/menengah. Saparuddin menyebut, pada tanggal 17-20 Juli 2019 Pansus akan berangkat ke Provinsi Jawa Barat melakukan studi banding dengan sasaran instansi pemerintah dan kelompok buruh/pekerja. “Item besar kesempatan bekerja dan pekerja rumahan itulah yang jadi Ranperda inisiatif DPRDSU. Apalagi sudah lebih 5 tahun kasus-kasus pekerja rumahan diadvokasi oleh koalisi NGO yang dipimpin Yayasan Bitra Indonesia. Mohon doa restunya, supaya kelak legacy Perda Ketenagakerjaan DPRDSU bermanfaat bagi rakyat Sumut,” tutup Saparuddin diplomatis. (MS/BUD)