Tiap kali melihat puluhan orang hilir mudik berjalan dengan mata tertutup saputangan, Edo (5) langsung berlari mengikuti orang-orang yang berseliweran dengan langkah lambat. Dalam sekejap, dia sudah berada di depan seorang pria yang tampak kebingungan berdiri diam.
Di hadapan pria berusia sekira 40 tahun, Edo pun menari-nari kecil mempermainkan jemari lentiknya. Mengamati dari jarak dekat, sesekali menggerakkan tangan ke wajah sang pria dan seolah-olah mengejek sikap patung lelaki tersebut. Pada saat berikut, Edo sudah berkelit menghindar. Tiba-tiba orang yang diamatinya mulai berjalan pelan meraba-raba angin di depannya dengan posisi kedua tangan terangkat setinggi pinggang. Puas melampiaskan aksi nakalnya, sesaat kemudian Edo sudah berlari menuju sang ibu yang sedari tadi mengamati dari jarak sekira 20 Meter. Selanjutnya duduk manis di pangkuan ibunya sambil tetap jelalatan memandangi aksi puluhan orang menjelajahi areal tanah datar di lapangan Masangin beringin kembar Alun-alun Selatan Kota Yogyakarta, Sabtu sore 27 Oktober 2012.
Putra bungsu Sumiati (47), warga asli Kota Yogyakarta, itu agaknya terlihat riang. Gembira menemani sang ibu yang berdagang di sekitar lapangan bundar berukuran sekira 30×40 Meter dengan pemandangan utama 2 pohon beringin besar. Bersama ibunya, Edo memang baru pertama kali mendapat pengalaman unik di kawasan wisata magis Masangin. Sehingga tak jarang, bocah ingusan itu tidak segan-segan melepaskan pertanyaan-pertanyaan sederhana terhadap ibunya, yang sebenarnya bakalan sulit dijawab siapapun mengingat usia Edo yang relatif belia. Menyadari beberapa pertanyaannya tidak dijawab, Edo pun bersandar gelisah di punggung Sumiati. Dia tak peduli kendati ibunya sibuk melayani pembeli rokok maupun minuman kemasan. Keriangan Edo berganti kegelisahan. Semakin menjadi-jadi tatkala dia tak berhasil mengalihkan pandangan dari puluhan orang yang berjalan dengan mata tertutup kain. Meski pada akhirnya Edo mendengar jawaban singkat Sumiati, toh beberapa detik kemudian Sumiati sudah direpotkan pertanyaan serupa. “Kok banyak sekali orang berjalan kaki dengan mata tertutup kain bu? Kok mereka berhenti setelah jalan beberapa langkah? Apa yang mereka lakukan di sana,” tanya Edo bertubi-tubi.
Sumiati, janda beranak 2 dan bepenampilan sederhana itu justru diam saja. Matanya berkaca-kaca melihat kecerian dan kegundahan Edo. Sambil menarik Edo ke dalam pelukannya, Sumiati membelai pelan kepala anaknya. Mengipas-ngipas tubuh Edo dengan kain yang mulai lunglai akibat keletihan. Sumiati sama sekali tak menduga kalau momen pertama membawa Edo ke lapangan Masangin Yogyakarta telah menorehkan haru teramat dalam. Edo, yang ditinggal bapaknya 2 tahun lalu karena sakit, mau tak mau harus diurus seorang diri. Sumiati terpaksa putar haluan mencari nafkah sejak sang suami meninggal dunia. Dia memutuskan menyambung kebutuhan hidup keluarga sebagai pedagang di kawasan wisata lapangan Masangin. “Saya jual rokok, roti-roti, minuman dan lain sebagainya. Banyak lho turis-turis ke sini Mas. Apalagi kalau hari Sabtu dan Minggu. Mereka sengaja datang hanya untuk mencoba ritual magis beringin kembar Masangin,” cetus Sumiati mengawali percakapan, saat diajak berbicara. Biasanya, lanjut dia, Edo dijagai oleh kakaknya di rumah dan tidak pernah diajak menemani berdagang. Namun pada hari itu Sumiati mengaku terpaksa membawa Edo disebabkan kakaknya harus ikut les tambahan belajar di sekolah.
Dalam kondisi seperti itu, tatapan Sumiati terkesiap ke arah lapangan Masangin yang semakin lama semakin ramai dipenuhi ratusan turis lokal, nasional hingga internasional. Selintas kemudian raut wajah Sumiati sudah memperlihatkan rona sumringah. Satu sisi senang melihat keingintahuan anaknya Edo terhadap aktivitas magis beringin kembar Masangin, sementara sisi lain menyiratkan kebanggaan bercerita kepada pengunjung tentang daya tarik 2 pohon beringin yang ditanam sekira tahun 1776 di Alun-alun Selatan Kraton dan telah ada sejak Kraton Jogja berdiri. “Jadi pohon itu dikabarkan sudah tumbuh sejak ratusan tahun silam. Jarak antara pohon beringin 1 dan ke- 2 kira-kira 15 Meter. Nah, jarak tengah seluas 15 Meter inilah yang harus ditembus masuk dari arah depan dengan berjalan kaki dan kedua mata tertutup kain,” singkap Sumiati.
Bernuansa Magis
Tiba-tiba Sumiati berhenti bercerita. Lalu menampakkan kegesitan mengetatkan ikatan kain yang melilitkan Edo di pundaknya. Pertanda Sumiati takut Edo terjatuh manakala sewaktu-waktu harus melayani pembeli. Setelah merasa yakin Edo terikat erat di punggungnya, Sumiati membeberkan, kawasan wisata Masangin ramai dikunjungi karena bernuansa magis dan diyakini masyarakat setempat bisa mengetahui kebersihan hati atau baik buruknya pribadi seseorang. Salah satu legendanya disebut Sumiati mengisahkan cerita tentang puluhan raja-raja Jogja yang meninggal dunia dan selalu diberi penghormatan arak-arakan mengelilingi lapangan Alun-alun Selatan. “Makanya sampai sekarang ada wibawa lapangan Masangin dan ke-2 pohon beringin besar itu,” ucapnya. Perempuan yang sudah berdagang di kawasan Masangin Alun-alun Selatan sedari tahun 2010, berkeyakinan, 2 pohon beringin besar yang tumbuh di tengah lapangan akan menjadi acuan untuk menguji kebersihan hati dan lurus tidaknya kepribadian seseorang. Dalam artian, setiap pengunjung yang datang dan mau mencoba diwajibkan menutup mata terlebih dahulu. Lalu ibarat orang buta, berjalan lurus ke depan sekira 20 Meter dengan tujuan akhir pohon beringin besar yang berdampingan. Seandainya berhasil masuk ke tengah-tengah 2 pohon beringin, Sumiati pun memastikan orang tersebut memiliki hati bersih dan langsung diperbolehkan abdi dalem (penjaga Masangin) memasuki ruangan khusus dekat pohon untuk menyampaikan doa/harapan-harapan pribadi kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Potensi Wisata Budaya Jogja
Bagi Sumiati, saat ini Masangin telah menjadi salah satu potensi wisata budaya magis yang banyak menarik perhatian pengunjung ke Jogjakarta. Karena setiap orang yang mencoba umumnya ingin mengetahui sejauh mana kebersihan hati/pribadi masing-masing. Fakta yang terlihat bertahun-tahun menunjukkan bahwa tidak sedikit pengunjung yang mencoba justru nyasar hingga ke luar lapangan Masangin. Gelak tawa pun tak jarang terdengar dari lapangan saat arah seseorang melenceng jauh bahkan menabrak segala sesuatu yang dilalui. “Memang tampak sepele Mas, tapi tak gampang. Lihat saja mereka itu, banyak menjajal, namun banyak pula yang gagal. Selalu berbelok arah entah ke mana-mana. Lalu mereka mencoba terus berulang-ulang. Inilah yang menjadikan Masangin kental dengan kebenaran mistisnya,” simpul Sumiati. Pada sisi lain, Sumiati kembali bersemangat menceritakan kebiasaan era pemerintahan Sri Sultan HB VII, yang rutin menggelar lomba panahan setiap hari Senin dan Kamis pukul 10.00 WIB – 13.00 WIB dengan target bidik di Utara ‘ringin kurung’ (alun-alun). “Legenda berikutnya mengabarkan, Masangin pernah pula dijadikan lokasi aduan harimau melawan kerbau. Mungkin orang melihat kawasan Alun-alun Selatan Masangin ini hanya bangunan atau lapangan biasa. Tapi kalau dilihat dari kacamata batin, ada kehidupan dunia lain. Wajar jika tempat tersebut sering memunculkan keanehan-keanehan pada waktu tertentu,” ungkapnya.
Sembari tetap melayani pembeli yang silih berganti ke warung tenda terbuka miliknya, Sumiati melanjutkan, setiap hari beringin kembar Masangin disinggahi sedikitnya 50 orang. Sementara waktu uji coba yang disukai pengunjung adalah siang, sore dan malam hari sejak pukul 13.00 – 23.00 WIB. “Saya bangga dengan wisata budaya magis Masangin Jogjakarta. Kota ini semakin ramai dikunjungi turis. Bila lapangan Masangin ramai didatangi wisatawan, tentulah dagangan saya juga laris Mas. Saya bisa membawa untung ke rumah Rp. 50 ribu – Rp. 100 ribu setiap hari,” tutup Sumiati tersenyum, seraya mengipas-ngipas kepala Edo yang tertidur pulas. “Bu, kok banyak sekali orang jalan kaki di sana tapi menutup mata dengan kain, apa yang mereka lakukan,” tiba-tiba Edo nyeletuk, seakan-akan protes melihat keakraban sang ibu dengan sosok asing yang tidak dikenalnya dan seolah-olah menuntut jawaban atas apa-apa yang dilihat aneh di lapangan Masangin. Nah, Anda tertarik mengetahui ‘bersih tidaknya’ kepribadian hati? Silahkan datang ke Masangin Jogjakarta dan ikuti ritual magisnya ! (Oleh Budiman Pardede/Jurnalis Media Online MartabeSumut.Com. Tulisan Features ini Diikutsertakan Dalam Lomba Jelajah Dji Sam Soe Mahakarya Indonesia Tahun 2012).