www.MartabeSumut.com, Medan
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU) Zeira Salim Ritonga, SE, tak habis fikir. Pasalnya, Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 10 tahun 2014 yang membatalkan Pergub Nomor 38 tahun 2014 tentang penjabaran APBD Sumut mengatur mekanisme pembayaran hutang APBD Sumut 2014 kepada pihak ketiga sekira Rp. 256 Miliar, terkesan cacat hukum bahkan bakal memunculkan masalah kelak.
Menurut Zeira, persoalan dan tanda tanya DPRDSU terhadap Pergub Nomor 10 tahun 2014 adalah seputar urgensitas Gubernur bersikap terburu-terburu menerbitkannya. Padahal, Pergub Nomor 38 tahun 2014 disebutnya sudah jelas mengatur mekanisme pembayaran hutang. “Pergub harusnya dikeluarkan saat kondisi darurat atau urgen. Pengaturan teknis pembayaran hutang sepatutnya dibawa ke DPRDSU untuk dibahas bukan sekadar menerbitkan atau membatalkan Pergub,” cetus wakil rakyat Komisi D membidangi pembangunan itu kepada www.MartabeSumut.com, Rabu siang (7/10/2015) di ruang kerja gedung Dewan Jalan Imam Bonjol Medan. Legislator asal daerah pemilihan (Dapil) Sumut VI Kab Labuhan Batu, Kab Labuhan Batu Utara (Labura) dan Kab Labuhan Batu Selatan (Labusel) ini mensinyalir, Pergub Nomor 10 tahun 2014 bersifat cacat hukum karena penerbitannya tidak urgen soal pembayaran hutang kepada pihak ketiga. Dia memastikan, pihak eksekutif dan legislatif telah setuju membayar hutang APBD murni melalui Pergub Nomor 38 tahun 2014. “Belanja APBD Sumut tahun 2014 kita terhutang Rp. 256 Miliar. Sekarang masih tersisa hutang Rp. 29 Miliar,” singkapnya.
Langgar Permendagri 37/2014
Selain menyangsikan maksud penerbitan Pergub Nomor 10 tahun 2014, Zeira menduga Pergub Nomor 10 tahun 2014 melanggar aturan Permendagri Nomor 37 tahun 2014 tentang pedoman penyusunan APBD tahun 2015 yang menegaskan limit pengesahan P-APBD 2015 dan R-APBD 2016. Kalau pada akhirnya Pergub Nomor 10 tahun 2014 dipakai sebagai petunjuk teknis dalam P-APBD Sumut 2015, maka Zeira menilainya aneh lantaran mayoritas anggota DPRDSU tidak tahu pasti apa isi Pergub tersebut. “Setahu kita tujuannya membayar hutang. Lalu kenapa Gubernur tergesa-gesa mengeluarkan Pergub Nomor 10 tahun 2014 dan membatalkan Pergub 28 tahun 2014 yang sudah ada? Kita takut mekanismenya salah sehingga memunuclkan masalah kedepan. Jadi apapun maksudnya, tetap memerlukan pembahasan di DPRDSU karena menyangkut anggaran. Eksekutif tidak boleh memutuskan sendiri dengan mengeluarkan seenaknya atau membatalkan Pergub semaunya,” ingat Zeira.
Oleh sebab itu, lanjut Zeira lagi, Plt Gubsu HT Erry Nuradi sebaiknya mengevaluasi Pergub Nomor 10 tahun 2014 supaya jangan jadi dokumentasi daerah yang cacat hukum, menimbulkan efek negatif roda pembangunan Sumut kedepan apalagi bom waktu bagi pihak legislatif. Pergub Nomor 10 tahun 2014 itu pun dianggap Zeira latah sebab terindikasi menyiratkan kepentingan tersembunyi. “Kita punya hutang lebih besar dari pos Bagi Hasil Pajak (BHP) senilai Rp. 2,2 T dan sudah berlangsung bertahun-tahun. Kenapa justru yang Rp. 256 Miliar dibuatkan Pergub Nomor 10 untuk mekanisme pembayaran ? Kita meragukan niat baik Pergub 10 tersebut,” sindir politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu diakhir perbincangan. (MS/BUD)