Kepala Kepolisian Ressort Kota (Kapolresta) Medan Kombes Tagam Sinaga ternyata menyimpan kepribadian menarik. Selain familiar bertugas di lapangan, dia juga tak sungkan membeberkan kesenangan makan nasi, teri sambal plus daun ubi tumbuk. Apalagi bila diwarnai jenis hidangan lain seperti tahu, tempe, peyek dan kerupuk. Alhasil; ‘Tombus ma di hilala na’ (lengkaplah perasaannya).
Kegemaran Tagam menikmati kuliner ‘tradisi Batak’ yang tergolong sederhana itu memang terungkap secara tidak sengaja. Awalnya, tatkala Tagam terlihat mondar-mandir mengawasi kinerja anggotanya atas rencana demo massa di gedung DPRDSU, beberapa waktu lalu, Jurnalis MartabeSumut Budiman Pardede berkesempatan menjumpainya di Lt I DPRDSU. Tagam pun tak bisa mengelak dan blak-blakan membeberkan menu favorit tersebut. “Makanan yang paling saya senangi itu tempe, tahu, ikan teri sambal dan sayur daun ubi tumbuk. Terus kacang panjang, tapi jangan dimasak. Cukup dibersihkan saja supaya digigit-gigit untuk dimakan dengan peyek atau kerupuk. Saya senang sekali itu,” aku Tagam tersenyum.
Menurut pemilik pangkat 3 bunga melati (Kombes) yang sudah dipikul kurun waktu 2 tahun 6 bulan, berbagai menu makanan sederhana itu sudah akrab dikonsumsi jauh-jauh hari. Saking cocoknya, yakin Tagam, terkadang jenis makanan apapun bisa terlupakan begitu saja. “Bukannya saya gak mau menu lain, tapi senang aja dengan teri sambal, daun ubi tumbuk, tempe, tahu serta kerupuk,” timpal pria kelahiran Pematang Siantar 6 Maret 1965 ini memastikan.
Pendidikan Formal
Lahir dari buah pernikahan P Sinaga (Alm) dan R br Ambarita (Alm), Tagam menuntaskan 3 jenjang pendidikan formal di daerah kelahirannya. Pendidikan dasar diselesaikan dari SD HKBP Pematang Siantar tahun 1976. Kemudian melanjut ke SMP Yayasan Budi Pematang Siantar hingga rampung tahun 1980. Sementara untuk strata menengah atas, Tagam menamatkannya dari SMA Negeri 3 Pematang Siantar tahun 1983.
Karir
Berbicara mengenai karir kepolisian, Tagam mengakuinya bermula setelah berada di Kalimantan Barat. Saat menempuh studi perkuliahan di sana, Tagam menghadapi tekanan atas keinginan mandiri dan mencari kerja. Kondisi itu akhirnya menuntun dia mendaftar ke AKABRI pada tahun 1984. “Mumpung ada sekolah gratis, ya saya coba masuk dan lulus di Kepolisian tahun 1988,” kenangnya. Setelah meraih pangkat Letda, Tagam dipercaya mengawali karir sebagai Kepala Pembinaan Reserse Polres Nias di Gunung Sitoli tahun 1990. Dari sana dia kembali melanjutkan pendidikan formal ke sekolah guru di Ujung Pandang untuk mengambil ijazah Akta 3 mengajar. Hasilnya pun tidak isapan jempol belaka. Tagam lulus tahun 1992 dan mengajar calon polisi di Sekolah Kepolisian Negara Sampali Medan selama 2 tahun.
Ditarik ke Poldasu
Suami dari Dra R Evi Nainggolan, S.Apt ini semakin bersinar menapaki karir. Sebab mulai tahun 1994 Tagam ditarik dari Sampali ke Poldasu. Kemudian di tahun yang sama posisi Wakapolsek Belawan juga dipercayakan padanya. Satu tahun menjabat Wakapolsek, Tagam mendapat tanggungjawab baru sebagai Kasat Samapta Polres Tapsel pada tahun 1995. Selanjutnya dipindahkan ke Medan dengan jabatan Kapolsek Sunggal sedari tahun 1997-1998. Ibarat padi berisi yang semakin hari semakin merunduk, begitulah kira-kira hasrat Tagam menapaki hidup dan menjalani dinas di kepolisian. Tagam termasuk orang yang suka ‘diam’diam bermimpi’ melakukan hal-hal baik dengan target mengisi pengetahuan. Tak heran, pendidikan ilmu kepolisian yang dirasa belum cukup akhirnya menuntun bapak 5 anak tersebut belajar ke Sekolah Lanjutan Perwira (Selapa) di Jakarta. Tagam lulus dengan baik dan bertugas ditempat baru sebagai Kanit Kejahatan dan Kekerasan Polda Metro Jaya pada tahun 2000.
Kapolsek Kemayoran
Berhasil di Polda Metro Jaya, tahun 2001 Tagam dipercaya menjadi Kapolsek Kemayoran. Diikuti dengan jabatan baru sebagai Kapolsek Sawah Besar pada tahun 2003. Selama 3 tahun memimpin 2 Polsek yang berada di bilangan Jakarta, tahun 2004 Tagam diberi posisi baru lagi sebagai Kabag Operasi Polres Jakarta Pusat. Lalu melanjut ke Sekolah Pimpinan Kepolisian (Sespim) di tahun 2005. “Akhir 2005 saya selesai Sespim dan ditugaskan jadi Kasat Tipikor Poldasu era Pak Bambang Hendarso Danuri,” singkap pria yang dianugerahi 3 anak perempuan dan 2 laki-laki.
Satu tahun menjabat Kasat Tipikor Poldasu, Tagam diangkat sebagai Kapolres Labuhan Batu sejak 2006-2008. Tahun 2009 dia ditarik ke luar wilayah Sumatera Utara. Mendapat amanah sebagai Wakapolwil Purwakarta Provinsi Jawa Barat. Kurang lebih 1 tahun berdinas di Jawa Barat, Tagam pindah lagi ke Jakarta akhir 2009. Bareskrim Mabes Polri memberinya kepercayaan menjadi penyidik utama selama 4 bulan dan sebagai Kanit I kurun waktu 6 bulan. “Setelah dari Mabes Polri saya pindah ke Sumatera Utara. Memegang jabatan Kaporesta Medan sejak bulan Agustus 2010. Saya diangkat Kapolresta pascaperistiwa perampokan Bank CIMB Niaga Medan,” beber pria bertinggi 165 Cm dengan berat 72 Kg.
Kejahatan Terbesar di Medan
Menjawab persoalan diseputar hukum, kriminal, keamanan dan kondusifitas daerah Medan, perwira polisi yang memiliki sisa pengabdian 12 tahun itu meyimpulkannya sebagai kajian penting dan membutuhkan partisipasi serius masyarakat. Artinya, lanjut Tagam, berdasarkan standard Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), maka jumlah penduduk Medan sekira 3 juta jiwa sebenarnya tidak seimbang dengan keberadaan petugas polisi yang tersedia. “Polisi sangat terbatas karena perbandingannya sekarang baru 1 : 1.250 orang. Idealnya harus 1 : 300 orang bila mengacu jumlah penduduk Medan,” ungkap pemakai sepatu nomor 40.
Menurut Tagam, saat ini ada 4 jenis kejahatan terbesar yang masuk peringkat tertinggi. Merujuk statistik kriminal polsek-polsek di wilayah operasi Kota Medan, katanya, pencurian kendaraan bermotor (curanmor) mendapat tempat paling atas. Disusul penganiayaan berat, penyalahgunaan Narkoba dan perjudian. Pada sisi lain, kejahatan semisal jambret dan penodongan di tempat publik merupakan pemicu terjadinya 4 kejahatan tersebut. “Kita serius mengamankan Medan karena tiada waktu tanpa operasi. Setiap hari 2 polsek wajib melakukan operasi di tempat umum,” ujarnya.
Judi & Narkoba
Khusus untuk perkara judi dan Narkoba, Tagam menyatakan telah ada akses melapor di Polresta Medan. Oknum polisi yang terindikasi terlibat dimintanya untuk segera dilaporkan sehingga dapat diproses sesuai hukum berlaku. Sementara para pelaku maupun korban Narkoba di lingkungan masyarakat luas, Tagam meminta keluarga/orangtua tidak segan memberikan penjelasan resmi kepada polisi. Dia juga menyebut, masalah lain seperti lalu lintas kota sudah pada taraf memprihatinkan. Pemakai jasa jalan diharapkan Tagam sadar hukum dan mau menghilangkan sikap egois, mau menang sendiri, tak mau sabaran ataupun cenderung melupakan hak-hak orang lain. Dicontohkannya, saat ini kondisi jalan yang rusak dari Tanah Karo-Medan kerap menimbulkan kemacetan. Bila pelayanan lalu lintas pada warga tidak dioptimalkan, Tagam berkeyakinan bakal muncul persoalan baru di jalan raya setiap hari. “Makanya setiap Sabtu-Minggu atau hari libur turun tim dari Polres dan Poldasu. Di Kota Medan sendiri kita sudah memetakan areal kemacetan. Ada 4 pos tetap dan 288 pos sementara memantau kelancaran jalan,” sebut Tagam.
Massa ‘Pariwisata’
Menyinggung aksi massa yang gencar terjadi beberapa hari belakangan di penjuru Medan, Tagam mengistilahkannya biasa karena merupakan kegiatan ‘berpariwisata’. Jika ada perbedaan pendapat, prinsip atau keyakinan, dia mengingatkan semua pihak mau mengakui sebagai hal wajar. Selanjutnya harus diselesaikan secara santun dan terhormat melalui berbagai media maupun pendekatan. Bukan malah melakukan penyerangan, aksi anarkis atau kekerasan yang justru melanggar hukum. Dijelaskan Tagam, UU mengatur perilaku semua warga negara dan memberi ruang/hak untuk menyampaikan aspirasi. Selama dilakukan sesuai aturan, kualitas warga yang ‘berwisata’ dimintanya terus ditingkatkan demi mewujudkan perbaikan kehidupan masyarakat. Tapi bila anarkis, Tagam menegaskannya sebagai tindak kriminal dan akan berhadapan dengan penegak hukum. Oleh sebab itu, semenjak dini, Tagam mengimbau masyarakat Medan berpartisipasi aktif menjaga kondusifitas daerah. “Saya kasih contoh kecil saja, bila warga membentuk Siskamling dan menertibkan perilaku masing-masing di tempat publik, dia sudah menjadi polisi bagi diri sendiri. Medan bukan punya Tagam Sinaga atau milik polisi, jadi kewajiban menjaga keamanan merupakan tanggungjawab bersama,” imbaunya.
Obsesi
Apa obsesi Anda kedepan? Tagam justru terlihat tersenyum kecil. Sambil menjawab 1 panggilan telepon masuk, Tagam mengakuinya tak ada yang muluk-muluk selain bersyukur atas berkat yang telah diberikan Tuhan selama ini. Bagi dia, hidup harus terus berjalan dan dipenuhi mimpi-mimpi yang baik. Dengan bermimpi, Tagam percaya akan lahir semangat atau ide-ide yang dapat diwujudkan. “Cita-cita saya jadi Kapolresta Medan sudah tercapai. Semoga diteruskan oleh polisi-polisi lain melalui dedikasi tugas,” harap pria yang hobby olahraga badminton 3 kali seminggu.
Waktu dengan Keluarga
Lalu, bagaimana Anda membagi waktu dengan keluarga? Lagi-lagi Tagam tak berhasil menyembunyikan rasa ‘bingungnya’. Menurut Tagam, kapasitas sebagai Kapolresta memang lebih banyak menyita rutinitas sehari-hari. Sehingga tidak ada waktu khusus untuk keluarga apalagi saat pekerjaan masih banyak menanti. “Gimana ya, paling-paling hari Minggu setelah pulang dari gereja. Biasanya saya membawa keluarga ke tempat kesukaan mereka. Tapi tolong dicatat, kalo ada cuti atau izin libur, saya juga sangat senang menuju alam lepas menikmati pemandangan. Saya cinta suasana keindahan alam dan sering mengajak keluarga melihat pemandangan,” tutup Tagam diakhir wawancara berdurasi hampir 1 jam, sembari menyatakan berdomisili di Jalan Hasanuddin Medan namun dominan tinggal di Sampali. Selamat bertugas Pak Kapolresta..! (Budiman Pardede/Foto: MartabeSumut/IKLAN PROFILE PARIWARA)