Sumut Juara ke-5 Rawan Pelanggaran Pemilu

Bagikan Berita :

www.MartabeSumut.com, Medan

Provinsi Sumatera Utara (Sumut) menduduki posisi ke-5 paling rawan potensi pelanggaran Pemilihan Umum (Pemilu). Pemetaan yang dilakukan oleh Bawaslu RI ini menjadi fokus pencegahan pelanggaran pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak pada 9 Desember 2015.

“Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) menjadi fokus pencegahan terjadinya pelanggaran,” kata Anggota Bawaslu Sumut Aulia Andri kepada wartawan di Medan, Jumat (4/9/2015). IKP yang dipublikasikan Bawaslu RI pada 1 September 2015, Sumut masuk 10 daerah yang paling rawan. Sumut berada di posisi kelima setelah NTT, Kalimantan Utara, Maluku dan Papua. Sumut dengan 23 daerah yang akan melaksanakan Pilkada memiliki IKP 2,66 atau dikategorikan cukup rawan. Aspek profesionalitas penyelenggara, Sumut mendapat indeks 2,81 (cukup rawan). Aspek politik uang dengan indeks 2,30 (cukup rawan), Aspek akses pengawasan dengan indeks 1,9 (aman), aspek partisipasi masyarakat dengan indeks 3,4 (rawan), dan aspek keamanan daerah dengan indeks 2,41 (cukup rawan).

Kepulauan Nias Paling Rawan

Dari 23 daerah yang akan melaksanakan Pilkada kawasan kepulauan Nias menjadi perhatian karena IPK yang dirilis Bawaslu RI menunjukkan angka tinggi. Nias Barat 3,74 (rawan), Nias Utara 3,57 (rawan), Nias Selatan 3,4 (rawan).Koordinator Divisi Pencegahan dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu Sumut ini mengatakan IKP ini bukan sebuah sebuah cela yang memberi penilaian sebuah daerah mendapat stigma jelek. “Ini seperti early warning system (peringatan dini, red) yang dibangun oleh Bawaslu untuk mengingatkan semua pihak terhadap potensi-potensi kerawanan Pemilu,” katanya. IKP ini menjadi bahan bagi Panwas kabupaten/kota untuk membuat perencanaan, kalender pengawasan dan menentukan fokus pengawasan, sebagai pencegahan terjadinya pelanggaran. Dalam hal pencegahan, Bawaslu Sumut sejak awal meminta Panwas kabupaten/kota melakukan pemetaan. “Usai dilantik, kami memberikan pembekalan kepada Panwas. Salah satu materinya adalah pemetaan wilayah masing masing,” katanya.

Fokus Pencegahan

Pemetaan itu dilaklukan agar Panwas kab/kota bisa fokus melakukan pencegahan di titik-titik yang rawan. “Setiap daerah berbeda-beda potensinya. Jadi yang paling memahami daerah itu, Panwas masing masing,” katanya.Penilaian tingkat kerawanan itu dilihat dari lima aspek, profesional penyelenggra, politik uang, akses pengawasan, partisipasi masyarakat dan keamanan daerah. Independensi penyelenggara menjadi salah satu kunci keberhasilan Pemilu. Untuk memastikan potensi kerawanan dari sisi netralitas penyelenggara Pemilu, IKP memotret beberapa indikator pendukung, diantaranya, ketersediaan anggaran Pilkada, netralitas penyelenggara, kualitas daftar pemilih tetap (DPT), serta kemudahan akses informasi. Keempat hal ini dianggap penting untuk membuktikan apakah profesionalitas penyelenggara benar-benar ada dan memetakan kerawanan di Pilkada yang akan datang.

Politik Uang Marak

Politik uang diperkirakan marak dan menjadi salah satu kerawanaan dalam Pilkada. Diantara indikator yang akan dicek di aspek ini adalah angka kemiskinan suatu daerah, anggaran bansos dalam APBD, dan juga anggaran iklan pencitraan. Dari aspek akses pengawasan bisa terjadi di luar teknis penyelenggara. Misalkan mengenai kondisi geografis, fasilitas listrik, fasilitas alat komunikasi dan juga akses jalan. Dengan pemetaan potensi daerah yang secara geografis “berat” kondisinya dalam Pilkada diharapkan dapat menyelesaikan persoalan distribusi logistik dan juga memudahkan pelaporan pelanggaran bagi pengawas. Partisipasi masyarakat adalah salah satu kunci atas kredibilitas pelaksanaan penyelenggaraan pemilu. Masyarakat pemilih adalah subyek dalam proses pemilu dan bukan merupakan obyek semata. Partisipasi pemilih di suatu daerah menjadi salah satu indikator untuk menilai kualitas partisipasi masyarakat.

Dalam Pileg 2014 lalu, Bawaslu merekrut relawan pengawas yang tergabung dalam Gerakan Sejuta Relawan Pengawas Pemilu (GSRPP). Banyaknya relawan menjadi salah satu ukuran untuk menilai bahwa Pilkada di daerah tersebut akan rawan atau tidak dari sisi keterlibatan masyarakat dalam pengawasan. Keberadaan pemantau pemilu di suatu daerah juga menjadi indikator untuk menilai partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan Pilkada. Pemetaan keamanan melihat beberapa catatan sejarah pemilihan umum. Beberapa daerah, tidak terjadi kekerasan pda saat Pileg dan Pilpres. Tapi ada catatan terjadinya kekerasan pada pilkada sebelumnya. Memetakan daerah yang mempunyai sejarah kekerasan dalam Pilkada menjadi penting sebagai salah satu cara mengantisipasi hal itu terjadi lagi. (MS/SOESILO).

Bagikan Berita :

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here