MartabeSumut, Medan
Staf Advokasi BAKUMSU Tongam Panggabean mengirimkan Press Release kepada MartabeSumut, Rabu (14/11). Menurut Tongam, Sekretariat Bersama (Sekber) Gerakan Rakyat sepakat mengeluarkan Petisi Penutupan PT. Toba Pulp Lestari Tbk.(TPL), Selasa, 13 November 2012. Berikut petikan release yang diterima Redaksi.
Kami adalah elemen rakyat yang terdiri atas utusan masyarakat korban PT TPL dari Kabupaten Humbahas, Taput, Tobasa, Simalungun, Dairi, Tapsel, Pakpak Barat, organisasi mahasiswa, organisasi rakyat, akademisi, tokoh agama dan Ornop/NGO. Setelah mengadakan konsolidasi di Gedung Bapelkes pada Selasa, 13 November 2012, Sekretariat Bersama Gerakan Rakyat Tutup Total PT.TPL menilai bahwa rangkaian tindakan PT. TPL yang merusak lingkungan dan merampas hak-hak masyarakat adat (masyarakat lokal) selama ini membuktikan dengan jelas bahwa paradigma baru yang selama ini didengungkan pihak TPL hanya slogan semata.
Adapun mentalitas dan sifat lamanya tetap tidak berubah. Hingga saat ini tercatat berbagai tindak perusakan hutan dan lingkungan bahkan semakin marak terjadi. Demikian halnya dengan perampasan tanah-tanah adat yang selalu dibacking aparat keamanan dan berujung pada kriminalisasi terhadap masyarakat yang mempertahankan hak-haknya di 8 kabupaten di provinsi Sumatera Utara. PT TPL dengan berlindung di balik konsesi yang diterimanya dari kementerian kehutanan telah membawa dampak-dampak yang negatif. Diantaranya bencana dan kerusakan lingkungan akibat penebangan dengan sistem tebang habis, terganggunya DAS yang mengakibatkan banjir dan longsor, punahnya tanaman endemik berupa kemenyan yang merupakan mata pencaharian utama masyarakat secara turun-temurun, punahnya hewan/species langka yang harus dilindungi, timbulnya penyakit ispa dan gatal-gatal ketika menggunakan air sungai, polusi udara lewat bau busuk yang sangat tajam dan menimbulkan gangguan kesehatan, hasil produksi pertanian yang menurun akibat munculnya hama dan penyakit tanaman (padi dan kopi). Selain itu keberadaan PT TPL juga kerap menimbulkan konflik horizontal di antara masyarakat akibat upaya-upaya pecah belah yang dilakukannya.
Kami juga menilai bahwa pemerintah justru turut menjadi sumber permasalahan. Selain kebijakan yang dikeluarkannya menguntungkan dan semakin memberikewenangan kepada PT TPL untuk merampas hak masyarakat, pemerintah juga hingga saat ini belum berani memutuskan solusi yang konkrit dan adil bagi masyarakat adat yang selama ini dirampas tanah dan hak-hak adatnya. Pemerintah telah mengabaikan hak-hak masyarakat korban, sebaliknya justru berpihak kepada PT TPL. Kementerian Kehutanan tidak pernah memberikan sanksi yang tegas dan terbuka terhadap izin konsesi Kepada PT TPL berdasarkan peraturan yang sudah ada. Diantaranya terhadap Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan No: 493/Kpts-II/1992 tentang Pemberian Hak Pengusahaan HTI kepada PT Inti Indorayon Utama seluas 269.060 Hektare. Faktanya bahwa menteri Kehutanan tidak pernah berani mencabut izin konsesi PT TPL meskipun telah terbukti mengusahai hutan alam di luar izin/konsesi yang diberikan sebagaimana sanksi pencabutan yang diatur dalam PP No 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan. Paling parahnya, PT TPL sesungguhnya telah mengingkari kewajiban untuk menata batas areal konsesinya 36 bulan sejak diterbitkan izin HPH-TI pada tahun 1992 sebagaimana diatur dalam SK Menhut No. 493/Kpts-II/1992 tentang izin Indorayon. Selain itu, PT TPL juga telah melanggar Permenhut No. P.47/Menhut-II/2010 tentang Panitia tata Batas, Permenhut No. P.50/Menhut-UU/2011 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan, SK Gubsu No. 188.44/813/Kpts/2011 tentang Pembentukan Panitia Tata Batas Kawasan Hutan Se-Sumut dan terakhir Instruksi Menhut No. SE-1/Menhut-II/2012 tentang Penataan Batas Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hutan. Kenyataannya, sampai kini 20 tahun beroperasi, tidak ada tindakan tegas dari pemerintah berupa sanksi penutupan PT TPL atas berbagai permasalahan yang diakibatkannya sebagaimana dijelaskan di atas.
Maka, berdasarkan kondisi ini, kami menyatakan sikap sebagai berikut:
1.Tutup Total PT. TPL.
2.Cabut ijin/konsesi HPH/TI PT. TPL Tbk di Sumatera Utara.
3.Kembalikan tanah adat milik rakyat yang di klaim sebagai konsesi TPL.
4.Pemerintah harus mengakui dan melindungi tanah adat di Sumatera Utara.
5.Hentikan tindakan represif dan kriminalisasi terhadap masyarakat adat yang mempertahankan tanah adatnya.
6.Tarik segera aparat Brimob yang melindungi operasional TPL di Sumut.
Dalam releasenya, Tongam juga menyebut, Sekber Gerakan Rakyat Tutup PT. TPL merupakan gabungan organisasi masyarakat diantaranya; Kelompok Tani Kemenyan Pandumaan-Sipituhuta, Masyarakat Naga Hulambu, Masyarakat Tapsel, Masyarakat Adat Parlombuan, Aliansi Masyarakat Adat (AMAN) Tano Batak, Aman Tano Pakpak, Aman Serdang, Aaman Sumut, KSPPM, BAKUMSU, IKOHI, JPIC/Kapusin, YAPIDI, LENTERA Rakyat, PDPK, SRMI, TEPLOK, KOTIB, PBHI, SBPI, PUSAKA INDONESIA, WALHI, GEMAPALA FIB USU, MAPAPULMED, CC MEDAN, Earth Society, Komentar UNIKA, FORMADAS MEDAN, ALARAM-TAPSEL, GEMMA, KONTRAS SUMUT, FMN, KLIKA, KPHSU, KDAS, KPS, FRB, KAMG, GSBI, STKS, BPRPI, FORMIKOM, LSM PIJAR KEADILAN, TELAPAK, PETRA, KTMJ, Penatua adat HATOBANGON, SINTESA, HMI Komisariat FISIP, JAP, BARSDEM, KTM, Perempuan Mahardika dan Akademisi.(MS/Rel/GOM).