Tata ruang Kota Medan yang ada saat ini keliru dan perencanaannya patut ditinjau kembali. Sebab, tata ruang Medan yang disahkan DPRD dalam bentuk Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2000-2026 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), itu ternyata terealisasi tidak sinkron di lapangan bahkan memunculkan banyak masalah baru.
Penegasan tersebut disampaikan pakar Tata Ruang Kota Prof Ir M Nawawiy Loebis, M.Phil, Ph.D (60), kepada Jurnalis MartabeSumut Budiman Pardede, di kediamannya Kompleks Setia Budi Medan, beberapa waktu lalu. Menurut Nawawiy, sebenarnya Medan memiliki 5 wilayah pengembangan yang diharapkan jadi arus memasuki inti kota. Namun kenyataannya tata ruang Medan sekarang justru keliru sehingga mengakibatkan jalanan macet dan banyak masalah baru.
Tenaga Akademis Universitas Sumatera Utara (USU) itu kemudian menguraikan penyebab kekeliruan. Diantaranya sikap pemerintah yang sering menerapkan kebijakan tertentu namun justru merusak tata ruang. “Contohnya memberi izin dan membiarkan bangunan berdiri bebas namun tidak jelas,” kata Sarjana Teknik Arsitektur Institut Teknologi Sepuluhnopember (ITS) Surabaya lulusan tahun 1980 ini. Saat ini, kata Nawawiy, akses jalan lingkar di pinggiran/luar kota seperti ring road bertujuan untuk menghindari penumpukan ruang tatkala ada arus masuk ke inti kota. Tapi faktanya ring road sekarang malah berdiri banyak ruko dan bangunan. Harusnya daerah seperti itu steril untuk akses jalan bagi orang luar/pinggiran menuju pusat kota Medan. “Itulah sebagian kasus kecil yang tampak dikarenakan konsekwensi kekeliruan dalam perencanaan tata ruang,” ingat jebolan Magister Perencanan Newcastle University tahun 1987 itu.
Pria yang saat ini menjabat Koordinator Kopertis Wilayah I Aceh, Sumut, Sumbar tersebut memastikan, sebelum tata ruang diusulkan untuk disahkan DPRD kedalam RPJP/RPJM, pihak Bappeda, Dinas Tata Kota dan pejabat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) diimbaunya membuat target awal pencapaian terhadap ruang yang harus direncanakan matang. Misalnya menyangkut apa saja yang mau dicapai dari ruang, apa kebutuhan ruang yang direncanakan dan apa prioritas (kebijakan) yang harus diambil tanpa merusak perencanaan umum. Artinya, imbuh Nawawiy, perencanaan tata ruang patut dioptimalkan Bappeda untuk selanjutnya direalisasikan SKPD. “Saya nilai SKPD dan Bappeda tidak mengerjakan tugas dengan baik. Banyak perubahan tak terduga yang kita tidak tahu apa prioritasnya,” kritik Doktor Arsitektur Universiti Sains Malaysia (USM) tahun 2002. Bekas Dekan Teknik USU tersebut meminta Bappeda/SKPD membuat perencanaan program yang memukau, realistis dan praktis sebelum disahkan DPRD. Peran DPRD sendiri diakuinya kecil sehingga pejabat SKPD dan Bappeda-lah yang berkewajiban menjabarkan secara teknis keinginan kepala daerah. Tanpa diikuti sikap serius dan simultan dari SKPD/Bappeda, arsitek perencana kota itu berkeyakinan bahwa siapapun kepala daerahnya bakal tidak bisa melahirkan kebijakan tata ruang yang baik.
Gejala Ketidakberesan
Nawawiy mencontohkan, kemacetan lalulintas jalan diberbagai pelosok Kota Medan saat ini adalah bagian tidak terpisahkan dari kebijakan keliru dan merupakan akibat ketidakberesan ekonomi, birokrasi serta pengaturan administrasi pemerintahan. Hal itu berkorelasi erat dengan masalah besar yang tampak di permukaan dan berujung pada pemandangan tata ruang yang berantakan. Logikanya, imbuh dia, tata ruang kota akan ditandai dengan keberadaan ring road yang sengaja didisain mengelilingi kota. Tujuannya semata-mata untuk memberikan akses publik yang datang dari manapun menuju inti kota dan tidak lagi harus menempuh jalan tertentu atau berkeliling. Sekarang tata ruang Medan dinilai Nawawiy banyak berganti fungsi sedangkan inti kota ditumpuk aktivitas beragam. “Jelas sekali kalau RPJP/RPJM yang ada tidak dirangsang tumbuh melainkan sarat kepentingan,” sesalnya.
Perbaiki RPJP/RPJM
Oleh sebab itu, sebagai Walikota Medan, Rahudman diingatkan Nawawiy agar memperbaiki RPJP/RPJM Medan dan tata ruang kota. Diapun kembali mengungkapkan masa kepemimpinan mantan Walikota Medan Syurkani yang pernah punya perencanaan penataan kota dan sudah diundangkan secara aturan. Sementara mantan walikota Baktiar Djafar disebut Nawawiy pernah memiliki insting kuat soal penataan kota tapi tidak didasari perencanaan. Berangkat dari fakta empiris kikinian, Nawawiy mengusulkan tata ruang menuju pintu masuk Medan harus diisi infrastruktur pendukung supaya tidak terjadi penumpukan arus orang yang datang. Peran Walikota Medan ditegaskannya menjadi sangat strategis dalam mewaspadai oknum-oknum pejabat berkepentingan yang suka menyelewengkan fungsi perencanaan baku.
Sedangkan kepada kalangan legislatif di DPRD Medan, Nawawiy pun meletakkan kepercayaan besar agar semakin giat mendalami rencana-rencana yang ditawarkan eksekutif dalam kerangka peningkatan tata ruang. Selain itu, dukungan dan peran stake holder diyakininya boleh-boleh saja diikutsertakan sepanjang tidak mengedepankan kepentingan sesaat. “Supaya lebih netral, ada baiknya perguruan tinggi dilibatkan secara institusi. Akan menjadi keniscayaan kematangan rencana bila memang diberdayakan semenjak dini. Saya melihat Walikota Rahudman Harahap memiliki semangat serta nyali besar menembus masalah. Hampir 3 tahun memimpin Medan, perbaikan itu mendesak karena dari sanalah keluar berbagai perencanaan program dan proyek pembangunan yang berguna bagi kesejahteraan publik,” tutup Nawawiy.