www.MartabeSumut.com, Medan
Wakil Ketua Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Sumatera Utara (BKD) H Syamsul Qodri Marpaung, LC, mengatakan, 5
masalah internal anggota DPRDSU yang masuk ke BKD selalu diproses sesuai
ketentuan. Dibahas melalui rapat, diurutkan peta masalahnya serta
dipilah mana yang dilanjutkan dan mana yang dipending. Sebab, semua
kasus yang masuk belum tentu layak dan tepat ditindaklanjuti bila memang
kurang memenuhi unsur-unsur pendukung.
Syamsul Qodri
Marpaung membeberkan, ke-5 kasus yang pernah masuk atau sempat
diributkan sebagian pihak ke BKD diantaranya persoalan status
keanggotaan Eveready (Komisi A/F-Gerindra) yang tersandung hukum
sehingga tidak aktif sampai sekarang. Kemudian pengaduan 1 perempuan
yang mengaku memiliki anak dari Sutrisno Pangaribuan, ST (Komisi
A/F-PDIP), pertengkaran hebat antara Mustofawiyah Sitompul (Komisi
D/FP-Demokrat) dengan Guntur Manurung (Komisi B/FP-Demokrat) usai Sidang
Paripurna bulan Juni 2015, kasus Ajie Karim (Komisi C/F-Gerindra) yang
tersandung hukum atas pengaduan isterinya ke polisi hingga persoalan
“rapat gelap” Komisi C dengan Sekda Provsu beberapa waktu lalu. Menurut
Syamsul Qodri Marpaung, dari 5 masalah yang pernah diributkan sebagian
pihak bahkan mengadu ke BKD, pihaknya menganalisa persoalan sesuai
kepatutan. Kalau memang memenuhi unsur-unsur yang diharapkan BKD, kata
Syamsul Qodri Marpaung, maka tidak ada yang bisa menghalangi proses
beracara BKD menyikapi dugaan pelanggaran etika. “Yang diproses kan
belum tentu jadi petaka. Tapi berorientasi menyelamatkan anggota Dewan
itu sendiri,” ucap Syamsul Qodri Marpaung kepada www.MartabeSumut.com, Jumat
siang (18/9/2015) di ruang Komisi E DPRDSU gedung Dewan Jalan Imam
Bonjol Medan.
BKD Tunggu Salinan Putusan PN Kasus Eveready
Politisi
PKS ini melanjutkan, untuk kasus Eveready, BKD sudah meminta pimpinan
Pimpinan Dewan dan Sekwan DPRDSU menyurati aparat hukum agar memberi
salinan putusan Pengadilan Negeri (PN). “Saya telah menyarankan jemput
bola dengan meminta salinan putusan PN. Eveready sudah berhalangan 3
bulan tanpa alasan. Sesuai tata tertib (Tatib) DPRDSU ya berhenti
otomatis,” cetusnya, seraya memastikan, permintaan salinan putusan
kepada Pimpinan Dewan/Sekwan dilakukan sejak 1 minggu lalu sehingga BKD
masih menunggu sampai sekarang. Sedangkan kasus Sutrisno Pangaribuan,
imbuh dia lebih jauh, BKD telah 2 kali melayangkan pemanggilan. “Di
rapat pimpinan kita minta juga pimpinan Fraksi menghadirkan yang
bersangkutan dan Fraksi menyatakan akan mengusahakan,” terangnya.
Terkait kasus Mustofawiyah Sitompul, Guntur Manurung dan Ajie Karim, BKD
dipastikan Syamsul Qodri Marpaung tidak akan menindaklanjuti. Sebab
belum ada yang mengadukan dan keberatan atas masalah tersebut. “Ajie
Karim masalah pribadi dan terjadi di rumahnya. Sudah masuk ranah hukum.
Kita biarkan saja sampek tuntas. Namun Kalo ada yang mengadu, ya tetap
kita tindaklanjuti. Sedangkan Mustofa dan Guntur, kemarin ada surat
berisi klarifikasi Saudara Mustofa tentang kronologis kejadian. Bila ada
juga yang keberatan dan mengadu ke BKD dengan masalah keduanya, ya kita
tindaklanjuti,” aku Syamsul Qodri Marpaung, sambil menambahkan, kasus
terakhir tentang “rapat gelap” juga tidak penah ada pengaduan dari
siapapun sehingga BKD belum bisa memproses apa-apa.
Delik Biasa
Dari
ke-5 kasus, bukankah ada kasus yang seharusnya memposisikan BKD aktf
karena sifatnya delik biasa dan bukan aduan ? Syamsul Qodri Marpaung
justru terlihat menarik nafas panjang. Sembari memperbaiki cara duduk,
dia menyatakan, BKD punya ukuran-ukuran khusus dalam beracara lantaran
membutuhkan bukti valid keterangan pengadu maupun alat bukti tertentu.
“Ya betul, saya juga di sana saat Pak Mustofa dan Pak Guntur cekcok usai
Paripurna. Tapi tetap saja kita memerlukan keterangan dari pihak
pengadu yang berkeberatan serta bukti-bukti rekaman keributan,” tepis
Syamsul Qodri Marpaung. Apa mungkin BKD terbawa arus ketakutan “jeruk
makan jeruk” atau intervensi Fraksi ? Kali ini Syamsul Qodri Marpaung
langsung membantahnya. Bagi dia, tidak ada intervensi apalagi istilah
“jeruk makan jeruk”. “Kita tidak diintervensi kok sampai sekarang,”
ujarnya.
Lalu, bagaimana pendapat Anda soal pernyataan anggota Mahkamah Kehormatan DPR RI (MKD) Junimart Girsang saat bertandang ke gedung DPRDSU pada Rabu siang (2/9/2015), yang menegaskan marwah/wibawa DPRD Kab/Kota dan Provinsi pasti lemah menyikapi kasus internal termasuk penggeledahan kantor oleh pihak eksternal bila Alat Kelengkapan Dewan (AKD) seperti BKD tidak solid, memakai istilah “jeruk makan jeruk” bahkan menerima intervensi Fraksi, Komisi maupun pimpinan DPRD saat memproses masalah etika/kode etik ? Sekarang Syamsul Qodri Marpaung malah tampak tersenyum lepas. Dia percaya, kalau ada yang mengatakan DPRDSU dilemahkan Tatib sendiri, ya tentu saja memungkinkan revisi Tatib. Sementara pemeriksaan anggota Dewan oleh penegak hukum hingga penggeledahan kantor dianggapnya wajar saja kalau memenuhi ketentuan per-UU. “Kita sudah minta Pimpinan Dewan merevisi Tatib dalam hal pemeriksaan-pemeriksaan anggota DPRDSU. Supaya jangan sembarangan karena ada etika. Pokja revisi Tatib sedang kita persiapkan. Penggeledahan kemarin kan kantor SKPD Sekretariat DPRDSU, bukan ruang kerja anggota Dewan. Jadi tak ada masalah KPK menjalankan tugasnya,” tutup Syamsul Qodri Marpaung diplomatis. (MS/BUD)