www.MartabeSumut.com, Medan
Sebelum Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU)
mengubah Alat Kelengkapan Dewan (AKD) tahun 2019 pada Selasa siang
(8/1/2019), Komisi A dan Komisi C DPRDSU masih sempat mengelar RDP
membahas pembayaran pajak Air Permukaan Umum (APU) PT Inalum, Senin
siang (7/1/2019) di gedung Dewan Jalan Imam Bonjol Medan.
Dalam pertemuan itu, Ketua Komisi C DPRDSU Khairul Anuwar mengeluarkan 5 kesimpulan rapat. Diantaranya: pertama,
PT Inalum harus mematuhi hasil putusan pengadilan sengketa banding
pajak di Jakarta yang sudah berlangsung 3 kali. Yaitu sejak 2 Oktober
2018 mewajibkan PT Inalum membayar sisa kurang bayar masa pajak April
2016 – April 2017 Rp. 553.064.752.928. Kemudian putusan ke-2 pada 30
Oktober 2018 mewajibkan PT Inalum membayar sisa kurang bayar berikut
denda administrasi masa pajak November 2013 – November 2015 Rp.
1.517.601.326.206 dan putusan sidang ke-3 pada 27 November 2018
mewajibkan PT Inalum membayar sisa kurang bayar berikut denda
administrasi masa pajak Desember 2015 – Maret 2016 Rp. 168.839.449.076. Kedua, DPRDSU,
Pemprovsu, PT Inalum dan pemerintah pusat perlu bertemu dan diskusi
mencari solusi karena kontroversi keberadaan Keputusan Menteri (Kepmen)
PUPR No 568 tentang Penetapan Harga Dasar Air Permukaan dari Rp 75 /Kwh
menjadi Rp 27/Kwh. Ketiga, bila ada regulasi baru, maka semua pihak terkait harus bertemu lagi. Keempat, kalau
PT Inalum tak mampu membayar hutang kepada Pemprovsu sekira Rp. 2,3
Triliun, maka DPRDSU menyarankan hutang itu dijadikan saham Pemprovsu di
PT Inalum. Kelima, DPRDSU akan berdiskusi lagi ke kementerian
terkait di Jakarta. “Duduk bersama dulu antar-Pemprovsu, DPRDSU, PT
Inalum dan pusat supaya ada regulasi baru yang tidak merugikan salah
satu pihak. Tidak mungkin DPRDSU menganulir 3 putusan pengadilan pajak.
Tahun 2013-2016 clear, kita ikut putusan pengadilan pajak,” ujar
Khairul, seraya memastikan, Kepmen PUPR No 568 tak memiliki unsur
keadilan.
DPRDSU Imbau Inalum Patuhi Hukum
Pantauan www.MartabeSumut.com,
RDP dihadiri Ketua Komisi A HM Nezar Djoeli, ST, Wakil Ketua Komisi C
Zeira Salim Ritonga, SE dan anggota Komisi A seperti Ir Doli S Siregar,
Sujian, Ikrimah Hamidy dan Irwan Amin. Tampak pula Kepala Badan
Pendapatan Pajak Retribusi Daerah (PPRD) Sumut Sarmadan Hasibuan,
manajemen PT Inalum Ismadi YS, Mahyuddin, Dedi Arianto, Ricky G, Julian
Faisal dan Achmad Deni. Ketua Komisi A DPRDSU HM Nezar Djoeli
mengatakan, apa yang sudah diputuskan pengadilan harus dijalankan PT
Inalum. Soal tafsir Kepmen PUPR No 568, Nezar menyarankan harus
diperdalam. “Kalo sesuai Kemen 568 itu, maka kita anggap sekira Rp. 600
juta/bulan atau Rp. 18 Miliar/tahun dibayar PT Inalum,” terang Nezar.
Sedangkan Zeira Salim menambahkan, putusan pengadilan sangat jelas
memenangkan Pemprovsu atas gugatan sengketa pajak. PT Inalum dimintanya
membayar kewajiban pajak saja. “Keberatan hutang pajak Rp. 2,3 Triliun
ya kita duduk bersama. Jangan ego sektoral lantaran status BUMN. Kepmen
PUPR juga perlu dipelajari lagi. Inalum tolonglah bijak memikirkan agar
ada rasa keadilan bagi rakyat Sumut,” ucap Zeira. Hal senada disampaikan
Ikrimah Hamidy. Bagi dia, Inalum tidak boleh melawan proses hukum yang
sudah incraht. Apalagi sifatnya negosiasi. “Atau, kita sarankan hutang
PT Inalum tersebut sebagai saham milik Pemprovsu,” usul Ikrimah.
Pemprovsu Terima 3 Putusan Pengadilan Pajak
Sementara
itu, Kaban PPRD Sumut Sarmadan Hasibuan menilai, hutang pajak APU PT
Inalum sebenarnya sudah direncanakan untuk dibahas bersama antara
Pemprovsu, DPRDSU dan pusat. Putusan pengadilan pajak disebutnya 3 kali
diterima Pemprovsu. “Hutang pajak PT Inalum Rp. 2,3 Triliun kepada Sumut
sesuai 3 putusan pengadilan pajak di Jakarta. Upaya Peninjauan Kembali
(PK) yang diajukan PT Inalum ke MA tidak berarti menunda pembayaran
hutang,” ingat Sarmadan, seraya mengungkapkan, tahun 2018 Sumut menerima
Rp. 504 M dari sektor Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Managemen PT
Inalum, Ismadi YS menjelaskan, PT Inalum (persero) didirikan sejak 6
Januari 1976 di Jakarta. Merupakan perusahaan patungan pemerintah
Indonesia dengan konsorsium perusahaan Jepang berstatus Perusahaan Modal
Asing (PMA). Terhitung 1 November 2013, beber Ismayadi, PT Inalum
berubah jadi BUMN dan merupakan wajib pajak APU di Sumut atas
pengambilan/pemanfaatan air permukaan untuk mendukung operasional PLTA.
“Sumber air dari Sungai Asahan di Kab Tobasa, Sungai Simanimbo di Kab
Tobasa, Sungai Tanjung di Kab Batubara dan Sungai Sipare-pare di Kab
Batubara. Sekarang kami berharap dan memohon kebijakan Pemprovsu agar
jumlah masa pajak yang kami banding bisa dipertimbangkan,” ujar Ismadi.
Informasi dihimpun M24 di gedung DPRDSU, tahun 2018 diusulkan pembayaran
pajak APU Rp. 577 Miliar tapi PT Inalum hanya merealisasi Rp. 43
Miliar. Walau hutang Rp. 2,3 Triliun, namun anehnya dalam APBD Sumut
2019 dicantumkan akan ada pembayaran PT Inalum Rp. 1,1 Triliun. “Uang
belum ada kok dicantumkan dalam APBD Sumut 2019 ? Kami harap PT Inalum
membayar dengan mencicil saja sambil cari solusi bersama pusat dalam
membuat regulasi. Makanya, Banggar DPRDSU mengingatkan Gubsu agar jangan
mengalokasikan dalam APBD Sumut 2019 fee DBH pajak PT Inalum untuk
kab/kota Sumut. Sebab uangnya memang belum jelas,” sindir seorang
anggota Dewan yang enggan disebut namanya. (MS/BUD)