www.MartabeSumut.com, Medan
Sepanjang tahun 2018 Pengadilan Agama Medan Kelas I-A menangani ribuan perkara perceraian. Dari mulai cerai talak (diajukan pihak suami/laki-laki) hingga Cerai Gugat (diajukan pihak istri/perempuan). Ironisnya, angka perceraian terus meningkat akibat dampak media sosial (Medsos) dan penyalahgunaan Narkoba.
Permasalahan yang terbesar di Pengadilan Agama ini ialah Cerai Gugat, dimana jumlah perkara yang diterima selama tahun 2018 sebanyak 2.620. Tapi dipertengahan jalan perkara ada yang dicabut dari pihak pemohon, ada yang ditolak karena berkas atau persyaratan kurang, ada yang tidak diterima, ada yang digugurkan dan dicoret dari register. Dicabut dari pemohon misalnya, ada sebab sehingga pemohon atau yang mengajukan gugatan cerai berkeinginan kembali kepada termohon (suami atau istri) dengan berbagai sebab. Dari jumlah 2.620, perkara yang ditangani oleh Pengadilan Agama berkisar 2.238. Sedangkan untuk perkara Cerai Talak sejumlah 755 dan yang ditangani sebanyak 623 perkara.
Dua ribuan perkara yang masuk dan ditangani Pengadilan Agama Medan Kelas I-A ini kebanyakan ditenggarai tidak adanya kecocokan kedua belah pihak (Suami-Istri), permasalahan ini mencapai 2.011 perkara. Lalu diteruskan dengan tidak ada tanggung jawab dari pihak suami 245, permasalahan ekonomi 128, menyakiti jasmani (suka memukul/ringan tangan) terhadap istri atau anak 36, krisis moral dari suami atau istri sebanyak 36, poligami tidak resmi, cacat biologis, dihukum, adanya gangguan pihak ketiga dan lain-lain. Tingkat perkara yang masuk dan ditangani oleh Pengadilan Agama Medan Kelas I-A ini, jauh lebih besar dari tahun sebelumnya (2017). Dimana tingkat perkara yang ditangani untuk Cerai Gugat sebanyak 1.951 dari 2.292 perkara yang masuk. Sedangkan perkara Cerai Talak itu ditangani 516 dari 604 perkara.
Perceraian Akibat Pihak Ketiga 34 Perkara
Dari berbagai perkara yang ditangani Pengadilan Agama Medan Kelas I-A ini memang ditenggarai dengan permasalahan tidak adanya kecocokan. Fakta terungkap bahwa ditahun 2018, angka perceraian karena gangguan pihak ketiga (selingkuhan, mertua dan sebagainya) mengalami penurunan drastis. Dimana tahun 2018 perceraian karena gangguan pihak ketiga nol perkara, tetapi pada tahun 2017 perkara ini sebanyak 34 perkara. Selain itu, perkara krisis moral ditahun 2018 juga menurun dari tahun 2017. Pada tahun 2018 sebanyak 36 perkara ditahun 2017 mencapai 64 perkara.
Narkoba dan Media Sosial Picu Perceraian
Tidak adanya keharmonisan dalam keluarga menjadi pemicu tingginya angka perceraian sepanjang tahun 2018 di Pengadilan Agama Medan Kelas I-A. Permasalahan itu timbul karena beberapa faktor lainnya. Akhir-akhir ini lagi mencuat yaitu perkara Narkoba dan dampak Medsos. Misalnya, seorang suami atau istri melakukan komunikasi atau bahkan jadi selingkuh melalui Facebook, Whatsapp dan sebagainya. Lalu, karena seorang suami menjadi pemakai (pecandu) narkoba. Sehingga keluarga jadi tidak harmonis. Faktor narkoba dan Medsos masuk kedalam golongan krisis moral yang mencapai 64 perkara ditahun 2018 dan 36 perkara ditahun 2017. Kepala Pengadilan Agama Medan Kelas I-A melalui Panitera Pengadilan Agama Medan, Drs Muslih MH didampingi dengan Panitera Muda Hukun Husna Ulfa SH dan Penitera Muda Permohonan H Sabri SH mengakui bahwa angka perceraian meningkat sepanjang tahun 2018. Menurut Muslih, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perceraian dan paling banyak disebabkan karena tidak adanya keharmonisan dalam keluarga.
Diantaranya poligami tidak sehat, krisis moral, cemburu, kawin paksa, ekonomi, tidak ada tanggung jawab, kawin dibawah umur, menyakiti jasmani, dihukum, cacat biologis, gangguan pihak ketiga, tidak ada keharmonisan dan lainnya. Poligami tidak sehat yaitu pihak suami atau istri menikah lagi secara diam dan sembunyi (tanpa diketahui), krisis moral yaitu suami suka bermain judi mabuk minuman keras dan sebagainya, cemburu yaitu kedua belah pihak memiliki hubungan dengan pihak lain secara sembunyi, kawin paksa yaitu tanpa persetujuan/keinginan dari suami atau istri, ekonomi karena penghasilan dari suami sedikit atau bahkan tidak memiliki pendapat, tidak ada tanggung jawab yaitu suami yang meninggalkan istri dan anaknya, menyakiti jasmani yaitu berkelakuan kasar atau suka memukul istri atau anak, dihukum berarti dalam masa proses hukum dikepolisian atau pengadilan dan cacat biologis yaitu hubungan seks suami istri tidak harmonis.
“Jadi kita (di Pengadilan Agama) ini selalu melakukan mediator agar pemohon atau penggugat dan tergugat untuk rujuk kembali atau agar tidak bercerai,” ujar Drs Muslih, MH, kepada wartawan pada Kamis kemarin, sekira pukul 10:30 WIB. Menurut Muslih, mediator selalu dilakukan berulang-ulang agar perceraian tidak terjadi. Tetapi jika mediator tidak berhasil, maka akan dilaporkan ke hakim lalu dilakukan atau dijadwalkan sidang. “Dalam sidang majelis hakim juga selalu melakukan mediator agar tidak bercerai, sampai terjadilah putusan sidang,” ungkapnya. Semasa persidangan berjalan, apabila pemohon dan termohon ingin rujuk dengan berbagai hal. Maka pengadilan tetap akan memenuhi keinginan pemohon dan termohon.
Peran Orangtua dan Pemuka Agama
Panitera Pengadilan Agama Medan Kelas I-A, Drs Muslih MH menuturkan kepada wartawan bahwa peran orang tua dan pemuka agara atau tokoh agama bisa menjadi faktor penentu dan berkurangnya angka perceraian di Kota Medan. Menurut Muslih, bahwa Pengadilan Agama memiliki tufoksi melakukan memediasi perkara yang masuk dan memutuskan perkara yang tidak bisa dimediasi lagi. “Jadi pertama orang tua dari kedua belah pihak (pemohon dan termohon) selalu kita ambil keterangannya sebagai saksi. Setiap permasalahan pasangan suami dan istri pastinya orang tua mengetahui, jadi orang tua bisa mencegah agar tidak terjadi perceraian. Sedangkan pemuka agama melalui ceramah bisa memberikan pemahaman terkait dampak dari perceraian,” ujar Drs Muslih MH menjelaskan. (MS/REZA)