Dua Anggota DPRDSU Layari Sinukaban dan Guntur Manurung Bentrok

Bagikan Berita :

MartabeSumut, Medan

Gara-gara salah satu warga Dusun 5 Desa Telaga Sari Kec Tanjung Morawa Kab Deliserdang “ngotot” bicara dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) sedangkan Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU) berniat menutup RDP, anggota DPRDSU Layari Sinukaban dan Guntur Manurung bentrok pendapat, Selasa siang (18/2/2014) di gedung Dewan Jalan Imam Bonjol Medan. Layari selaku Ketua Komisi A “kekeh” menutup RDP sedangkan Guntur berpihak kepada warga yang akan berbicara.

Pengamatan MartabeSumut di lokasi RDP ruang Komisi A, awal bentrok terjadi tatkala RDP Gabungan Komisi A dan D itu akan berakhir. Saat itu, Wakil Ketua Komisi A DPRDSU Raudin Purba bersiap-siap menutup rapat dengan membacakan 2 sikap DPRDSU terkait tuntutan 55 kepala keluarga (KK) Dusun 5 Desa Telaga Sari Kec Tanjung Morawa Kab Deliserdang, yang sampai sekarang mempersoalkan sekira 800 M2 lahan pembangunan jalan arteri menuju Bandara Kuala Namu. “Rekomendasi Komisi A ada 2. Yaitu, masalah tanah yang membuat jalan jadi berbelok-belok menuju Bandara Kuala Namu segera dibereskan cepat supaya Bandara Kuala Namu bisa diresmikan. Oleh sebab itu, Komisi A dan Komisi D DPRDSU meminta Gubsu proaktif menyelesaaikan masalah yang menggantung. Kedua, kita minta dianggarkan dana pada P-APBD Sumut 2014 menyangkut dana tali asih yang pantas/wajar kepada warga sehingga mereka rela melepas lahan di sana,” kata Raudin.

Warga Ngotot Bicara Soal PBB

Sesaat kemudian, politisi PKS itu berniat menutup RDP. Namun salah warga yang ikut RDP langsung bicara soal pembayaran Pajak Bumi Bangunan (PBB) yang dilakukan bertahun-tahun selama tinggal di lahan yang dikuasai. “Tak ada hubungan PBB dengan kepemilikan lahan. Perlu diketahui, SK Kades, SK Kadus atau resi pembayaran PBB bukanlah bukti kepemilikan tanah. Bukti kepemilikan tanah itu ada 3. Yaitu sertivikat, hak milik dan hak guna bangunan (HGB). Rekomendasi kita sudah jelas dan dibacakan tadi tentang masalah ini. Sesuai jadwal, saatnya rapat ditutup,” cetus Layari. Tapi sang warga tetap saja mencoba bicara soal pembayaran PBB. “Bagaimana dengan PBB yang kami bayarkan selama ini atas lahan yang kami diami,” katanya. Layari pun kembali mematahkan kalimat tersebut. Tiba-tiba anggota Komisi D Guntur Manurung “nimbrung” bicara dengan kalimat berbeda dari mayoritas anggota Komisi A lain yang sepakat RDP ditutup. Guntur menyampaikan kalimat berpihak kepada warga. “Salah kita juga selama ini di DPRDSU. Kita wakil rakyat, kenapa kita tidak mendengarkan mereka dulu. Jangan kita dikte rakyat. Kita bukan mau beradu mulut di sini,” ujar politisi Demokrat ini, seraya memandang Layari Sinukaban. Sekejap berikutnya Layari Sinukaban tak tinggal diam. “Kita bukan beradu mulut tapi diskusi, rapat sudah usai dan akan ditutup,” tepis Layari sengit, sambil memandang Guntur dengan sorot tajam. Dua menit bentrok “aneh” ke-2 politisi Demokrat itu berlangsung, pimpinan RDP Raudi Purba akhirnya berhasil meredakan. “Sudahlah ya pak, rapat kita tutup dengan hasil 2 rekomendasi DPRDSU. Yang penting bagaimana mencari solusi terbaik kedepan,” tutup Raudin.  Sebelumnya, RDP sudah mendengarkan penjelasan dari pihak PTPN II, BPN Sumut, BPN Deliserdang, mewakili Pemkab Deliserdang, Panitia Pembebasan Pengadaan Tanah (P2T), Camat setempat, perwakilan warga yang memguasai lahan dan beberapa unsur terkait lainnya.

Jalan ke Bandara Kuala Namu Jadi Berbelok-belok

Untuk diketahui, hingga saat ini jalan menuju Bandara Kuala Namu tidak bisa dibangun lurus tapi berbelok-belok. Hal itu disebabkan masalah tersisa pembebasan lahan sejak 2008 yang terjadi di Desa Telaga Sari Dusun 5 Kec Tanjung Morawa. Sebanyak 55 KK di desa itu getol mempertahankan sekira 800 M2 lahan yang dikuasai sejak lama. Areal yang dikuasai masyarakat tersebut adalah bagian dari tanah seluas 1,3 Ha yang diklaim PTPN II sebagai HGU yang diperpanjang sedari 2003-2028. Rakyat yang mengaku memiliki alas hak di lokasi itu mulai mempertahankan sejak tahun 2008, tatkala Bandara Kuala Namu mulai dibangun. Akibatnya, pelebaran jalan arteri non tol di bagian kiri dan kanan di Desa Telaga Sari mengalami kendala sampai sekarang. “Tanah kami belom selesai ganti ruginya. Yang baru diganti cuma bangunan dan tanaman,” kata Ponirin kepada MartabeSumut, salah satu warga Dusun 5 Desa Telaga Sari. Menurut Ponirin, dia hanya mendapat dana ganti rugi bangunan/tanaman senilai Rp. 39 juta. “Luas tanah saya 10×30 M2, alas hak SKT Camat tahun 1999. Sejak tahun 1961 orangtua saya telah menguasai dan mengusahai lahan. Kami masyarakat juga mau cepat ini selesai. Sekarang jalan kami di sana berdebu semua, belum lagi rawan kecelakaan,” sesalnya.

Ponirin membeberkan, di Desa Telaga Sari ada 5 dusun yang terkait langsung dengan pembangunan jalan arteri non tol di bagian kiri dan kanan menuju Bandara Kuala Namu. Tapi warga Dusun 1 – 4 yang disebutnya tidak pantas mendapat ganti rugi, justru dibayarkan secara tuntas. Sedangkan warga Dusun 5 masih dibiarkan terkatung-katung penyelesaiannya kurun 6 tahun terakhir. “Alasan PTPN II tanah kami itu adalah HGU. Bila memang HGU mereka, kenapa pulak lahan kami ada sertifikat ? Kami menduga, PTPN II, P2T dan BPN bermain. Kalo ganti rugi tanah tak dibereskan, kami akan tetap bertahan di sana. Kenapa P2T membayar ganti rugi sebagian warga melalui PTPN II ? Saya rasa masalah ini aneh dan menjadi “taman bermain” PTPN II,” sindir Ponirin, yang dibenarkan Jhon Junaidi, SH, kuasa pendamping warga. (MS/BUD)

Bagikan Berita :

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here