www.MartabeSumut.com, Jakarta
Bencana banjir dan longsor yang terjadi di Jawa
Tengah dan Kabupaten Kepulauan Sangihe telah menyisakan korban jiwa dan
kerugian harta benda. Sejak terjadi banjir dan longsor
pada beberapa kabupaten/kota di Jawa Tengah (18/6/2016), diikuti
Kabupaten
Kepulauan Sangihe (20-21/6/2016), kerugian/kerusakan ekonomi akibat
bencana banjir
dan longsor di 8 kabupaten Jawa Tengah yaitu Purworejo,
Banjarnegara, Kebumen, Banyumas, Sukoharjo, Kendal, dan Pekalongan
berkisar Rp 61,24 Miliar. Sedangkan kerugian dan kerusakan akibat
bencana
di Kebupaten Kepulauan Sangihe mencapai Rp 214,13 Miliar. Jadi total
kerugian dan kerusakan akibat bencana sebesar Rp 302,37 Miliar.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho, melalui keterangan Pers kepada www.MartabeSumut.com, Rabu malam (29/6/2016), mengatakan, nilai kerugian dan kerusakan akibat bencana adalah perhitungan berdasarkan nilai ekonomi. Dampak korban jiwa dan psikososial belum dihitung karena sulit mengkuantifikasi dari dampak non ekonomi. “Total korban jiwa dari bencana banjir dan longsor di Jawa Tengah dan Kepulauan Sangihe sebanyak 64 orang tewas, 3 orang hilang, 26 orang luka-luka dan 2.687 orang mengungsi. Sebanyak 3.192 unit rumah rusak,” ungkap Sutopo.
Kerugian
dan kerusakan itu dinilainya cukup besar dibanding sumbangan ekonomi
akibat pemanfaatan ruang dan lahan di daerah-daerah rawan bencana.
Apalagi kawasan yang terpetakan rawan bencana saat ini sudah
berkembang menjadi permukiman sehingga sangat rentan terjadi bencana
ketika turun hujan berintensitas tinggi. “Besarnya kerugian dan
kerusakan ekonomi akibat minimnya
upaya-upaya pengurangan risiko bencana yang dapat meminimumkan dampak
besar. Pengurangan risiko bencana seperti mitigasi, kesiapsiagaan,
peringatan dini, sosialisasi, budaya sadar bencana, geladi dan lainnya
sangat minim. Belum jadi faktor utama dalam proses pembangunan
sehingga setiap terjadi bencana menimbulkan korban jiwa dan kerugian
ekonomi besar,” terangnya. Oleh karena itu, lanjut Sutopo, pengurangan
risiko bencana harus jadi investasi
dalam pembangunan. Artinya, proses pembangunan di sektor apa pun wajib
mengaitkan pengurangan risiko sebagai bagian dari tujuan pembangunan
tersebut, khususnya untuk melindungi masyarakat. “Jika tidak, maka
bencana
akan selalu menimbulkan korban jiwa dan kerugian besar ekonomi,” ingat
Sutopo. (MS/DEKS)