Komisi E DPRDSU Minta Investigasi Vaksin Palsu, Kepala BPOM Bilang Belum Ditemukan di Sumut

Bagikan Berita :

www.MartabeSumut.com, Medan

Ketua Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU) H Syamsul Qodri Marpaung, Lc dan anggota Komisi E DPRDSU Janter Sirait, SE meminta Balai Pengawasan Obat Makanan (BPOM) Sumut melakukan investigasi khusus soal indikasi masuknya vaksin palsu di seluruh sarana kesehatan dan Puskesmas Sumut. Sedangkan Kepala BPOM Sumut Drs M Ali Bata Harahap, Apt, MKes, memastikan kasus vaksin palsu belum ditemukan di Sumut.

Dikonfirmasi www.MartabeSumut.com, Jumat siang (1/7/2016) di gedung Dewan Jalan Imam Bonjol Medan, Syamsul Qodri Marpaung dan Janter Sirait sepakat menuntut kepastian berapa jumlah anak-anak bayi/balita yang sudah divaksinasi sejak 2 tahun terakhir. Data tersebut dipandang perlu demi mengantisipasi kemungkinan vaksin palsu masuk sekaligus mengawasi sarana kesehatan apa yang memberi vaksinasi selama ini. “Apa sudah masuk Sumut atau tidak ? Sudah berapa lama dan sejak kapan saja,” cetus Syamsul Qodri Marpaung. Janter Sirait manambahkan, bila benar vaksin palsu telah beredar di  Sumut, maka perlu dikaji apa efeknya kepada bayi/balita yang menerimanya. “Ya segera netralisir dong. Lalu lakukan vaksinasi ulang. Kepada para pelaku yang jual obat-abat atau vaksin palsu sebaiknya diberi sanksi berat,” imbau Janter.


Vaksin Palsu Belum Ditemukan di Sumut


Sementara Kepala BPOM Sumut Drs M Ali Bata Harahap, Apt, MKes, menegaskan, kasus vaksin palsu belum ditemukan di Sumut. Menurut dia, tim gabungan telah dibentuk untuk mengantisipasi dan memantau kemungkinan masuknya vaksin palsu di Sumut. “BPOM Sumut punya full spectrum pengawasan menyeluruh sebelum produk beredar. Saat mau diproduksi, harus ada izin edar BPOM dengan nomor batch. Lalu setelah diproduksi, masih ada lagi uji post market setiap hari terhadap makanan, minuman, obat, kosmetik apalagi vaksin,” terang Ali Bata kepada www.MartabeSumut.com, Jumat siang (1/7/2016) di gedung DPRDSU. Menyinggung peredaran suatu vaksin, lanjut Ali Bata, prosedurnya wajib melalui sampling oleh pihak BPOM. Kalau disetujui BPOM baru boleh diedarkan. “Khusus peredaran vaksin sangat ketat. Selesai produksi saja belum boleh edar. Dicek dulu batch release dan lain sebagainya,” yakin Ali Bata.

Lalu, apakah BPOM bobol karena ada kasus vaksin palsu ditemukan di beberapa wilayah Indonesia yang diperkirakan terjadi sejak belasan tahun silam ? Ali Bata langsung membantahnya. “Tidak bisa dibilang bobol. Ini kriminal. Yang pasti di Sumut belum kita temukan vaksin palsu. Sebab tim gabungan telah memantau 25 rumah sakit swasta/pemerintah di Kab Langkat, Kota Binjai, Kota Medan, Kota Tanjung Balai hingga Kab Deliserdang,” tepis Ali Bata. Dia mengungkapkan, sebenarnya pemerintah mempunyai program bernama vaksinasi dasar. Disalurkan gratis kepada warga melalui Dinas kesehatan dan rumah sakit swasta/pemerintah. Jadi kalau ada yang bilang beli vaksin sampai jutaan, Ali Bata menyatakan aneh sekali. Masyarakat disarankannya melakukan vaksinansi ke fasilitas resmi kesehatan atau membeli dari Pedagang Besar Farmasi (PBF) resmi. “Warga kita imbau waspada dan wajib bersikap hati-hati. Vaksin palsu tidak membuat kekebalan terhadap penyakit. Efek negatifnya ya kita lihat bahan-bahan apa saja di vaksin palsu tersebut,” ujarnya.

Biasanya, imbuh Ali Bata lebih jauh, peredaran suatu vaksin dimulai dari PBF ke sarana kesehatan, rumah sakit dan puskesmas. Distributor atau PBF disebutnya merupakan jalur resmi peredaran vaksin-vaksin. “Sejauh ini belum ditemukan masuk ke Sumut. Korban vaksin palsu sedang ditelusuri tim. Termasuk anak-anak yang sudah divaksin. Saya juga heran dari mana mereka dapat vaksin palsu ? Misalnya rumah sakit swasta atau klinik. Bila mereka beli dari sana, ya gak masalah karena dari jalur resmi. Obat diatur. Beda dengan komoditi lain,” tutup Ali Bata. (MS/BUD)

Bagikan Berita :

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here