www.MartabeSumut.com, Medan
Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU) mengundang perusahaan jasa dan konstruksi yang ada di Provinsi Sumut, Senin (13/5/2019) pukul 11.00 WIB di gedung Dewan Jalan Imam Bonjol Medan. Dalam pertemuan tersebut, beberapa pengusaha angkat suara terkait carut-marut proses tender suatu proyek, kualifikasi perusahaan yang tidak kompeten mengerjakan pekerjaan hingga hasil kerja yang kerap bermasalah.
Pantauan www.MartabeSumut.com, RDP dipimpin Wakil Ketua Komisi D DPRDSU Jubel Tambunan, SE. Tampak hadir belasan perusahaan dari berbagai bendera organisasi seperti Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Provinsi (LPJKP) Sumut, Inkindo, Ikatan Arsitek dan Asosiasi Kontraktor Nasional. Ketua Ikatan Arsitektur Indonesia Sumut, Boy B, mengatakan, hingga kini proses tender setiap proyek di Sumut cenderung lama dan berbelit-belit. Sehingga kerap berdampak pada aktivitas perusahaan yang mengikuti lelang. “Supaya kedepan DPRDSU menyampaikan kepada Pemprovsu atau Dinas. Janganlah terlalu lama saat proses tender,” pinta Boy. Selaku organisasi dan perusahaan yang membidangi arsitektur bangunan, terang Boy lagi, sering pula estimasi proyek bangunan tidak jelas. Sebab bangunan yang belum dibuat justru langsung ada anggarannya. Harusnya, tegas Boy, disiapkan dulu pra-design anggaran suatu bangunan dan gedung. Pada sisi lain, Boy mengungkapkan UU tentang pengadaan barang dan jasa yang memungkinkan hadirnya konsultan perorangan. Pasalnya, selama ini hanya konsultan atas nama lembaga saja yang dapat bagian. “Kami minta dibukakan konsultan perorangan. Perlu ada lisensi arsitek lokal. Dalam banyak kesempatan, arsitek Sumut sering tidak diberi kesempatan. Contohnya, arsitek Jakarta bisa kerja di Sumut karena punya surat izin lisensi. Sedangkan arsitek Sumut tak bisa kerja di Jakarta,” ungkapnya.
Koordinasi Pemprovsu & Kab/Kota Lemah
Hal senada dilontarkan Rikson Sibuea, mewakili Asosiasi Kontraktor Nasional. Bagi dia, kondisi di lapangan memberikan gambaran bahwa koordinasi Pemprovsu dengan kab/kota di Sumut sangat lemah dalam mendukung proyek-proyek pemerintah. “Saat kami kerja, pihak kab/kota gak mau tau. Contoh di Kab Samosir. Kami kerjakan proyek air bersih, tapi tukang kami pun diusir warga. Padahal itu proyek pemerintah untuk pengadaan air masyarakat. Banyak masalah non teknis mempengaruhi kami. Termasuk proyek kementerian dan APBD provinsi,” terangnya. Merujuk UU pengadaan barang dan jasa, imbuhnya lagi, ada pula masalah yang cenderung ganjil lantaran kualifikasi suatu perusahaan tidak sesuai dengan proyek yang dikerjakan. “Masak perusahaannya UD Tailor namun mengerjakan irigasi dan konstruksi ? Bisa gak dia kerja ? Bisa gak dipertanggungjawabkan ? Kalo karena “sorongnya” yang bagus, kita juga bisa sorong kok. Yang saya sampaikan merupakan realita lapangan. Komitmen apa itu,” sindirnya. Pengusaha lain Tones Gultom menambahkan, sering sekali pekerjaan kontraktor daerah diambil alih oleh kontraktor pusat akibat tidak adanya tanggungjawab terhadap kontrak kerja. “Kami harap setiap asosiasi kontraktor mau bertanggungjawab pada pekerjaannya. SKPD dan OPD diundang saja. LPJKP Sumut harus berani dong. Kita heran, proyek banyak tapi gak tau kita siapa yang mengerjakan,” cetusnya kebingungan, diikuti gelak tawa peserta rapat di ruangan. Sementara Ketua LPJKP Sumut Tonggo P Siahaan menegaskan, sedikitnya ada 3.000-an perusahaan jasa dan konstruksi di Sumut. Perwakilan Inkindo Sumut juga meminta DPRDSU mendorong pemerintah mempercepat proses pelelangan tender proyek di Sumut.
Perlu Komitmen Bersama
Menanggapi aspirasi para pengusaha, Wakil Ketua Komisi D DPRDSU mengatakan, harus ada komitmen membangun antara pemerintah dan pelaksana pekerjaan. “Kita mau semua pihak di Sumut berkomitmen. Dinas dan biro pembangunan sebagai pemberi kerja, dan kontraktor selaku pelaksana. Kita tampung semua. RDP kita lanjutkan lain waktu untuk mengundang dinas-dinas terkait,” ucapnya, sembari menambahkan, publik patut tahu kualifikasi setiap perusahaan apakah pantas menangani satu pekerjaan. Ketua Komisi D DPRDSU Sutrisno Pangaribuan, yang hadir terlambat, berpendapat, saat ini iklim usaha di Indonesia sebatas beres secara administratif tapi di lapangan kacau. Begitu pula sebaliknya. Dia menyebut, kedekatan-kedekatan dengan pucuk kekuasaan cenderung menjadi syarat utama mendapat pekerjaan. “Apalagi KPK telah menetapkan Sumut juara I daerah terkorup di Indonesia. Data saya peroleh, dari ratusan juta dunia usaha kita, hanya 18 jutaan yang mau bayar pajak. Inilah realitasnya. Apa kita memang serius membangun Sumut ? Pertemuan kita jadwal ulang untuk mengundang unsur dinas di pemerintahan,” tutupnya. (MS/BUD)